• Nginap Bareng
  • Contact
  • Portofolio
Responsive image

Indonesian Beauty & Fashion Blogger.
Your personal stylist

Beauty Fashion Talks Lifestyle Event
Tampilkan postingan dengan label #30HariKotakuBercerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #30HariKotakuBercerita. Tampilkan semua postingan
#30HariKotakuBercerita

Ini yang Mereka Lakukan Setiap Hari

Written by Uni Dzalika

Ibu saya -entah di tahun kapan, pernah menyindir saya soal keluhan yang terus saya lontarkan mengenai sikap masyarakat di kota Cibinong pada umumnya.

"Sana pergi yang jauh, ke tengah hutan, atau ke Segitiga Bermuda sekalian, biar kamu tinggal sendiri aja kalau nggak bisa beradaptasi dengan lingkungan," katanya santai dan yah, tentu saja nggak saya iya-kan. Mana bisa saya hidup sendiri. Ehehehe.

Ibu saya punya tiga anak. Kedua anaknya dibesarkan di Padang dan Bogor dengan didikan yang baik, sopan, bermasyarakat, dan down to earth lah ceritanya. Anak ketiga -saya, lahir, tumbuh, dan besar di Jakarta yang pada masa itu kental sekali individualisme-nya. Kami bertetangga, rumah berdempetan, undangan acara RT bertebaran. Namun, saling sapa jarang sekali, ke warung tanpa basa basi, ngelewatin ibu-ibu yang lagi rumpi juga nggak perlu permisi. Bahkan pas Papa meninggal juga nggak repot berkabar ke sana kemari.

Sebab, mereka tidak peduli.

Sampai akhirnya kami memutuskan pindah rumah -ke Cibinong, karena tidak mau mati terbunuh rasa sepi.

Susahnya buat saya, karena terbiasa dengan lingkungan apatis semasa di Jakarta, begitu tinggal di Cibinong, istilah kerennya seperti mengalami 'shock culture' gitu.

Di Cibinong, setiap keluar rumah, sapaan "Mau ke mana?" Akan selalu kita jumpai ; mulai dari tetangga sebelah rumah, tetangga depan rumah, lalu golongan ibu-ibu yang baru menjajakan dagangan, ibu-ibu yang berkumpul di mamang sayur, dan juga bapak sampai akang-akang yang lagi starter kendaraan, semua bakal nanya kayak gitu. Harus dijawab dengan senyuman dan juga berhenti sejenak untuk sapa-sapa. Itu belum berakhir, penumpang pun sopir dalam angkot, suka nanya juga terlepas dari mereka mengenal kamu atau nggak.

Ibu saya menyebutnya sebuah keramahtamahan. Saya lebih suka menyebutnya sebagai basa-basi yang menyebalkan. Bayangkan kalau setiap hari kamu pergi dan mendapati pertanyaan yang sama pada pagi hari di setiap kamu keluar rumah, keriput di simle-line makin kelihatan jelas, tuh.

Selain itu, menurut data yang Nyokap punya, rata-rata warga Cibinong adalah penduduk transmigrasi, sehingga kita bisa bedakan mana yang asli Cibinong dan mana yang bukan. Warga asli Cibinong itu ramahnya pakai banget dan kental dengan logat Sunda pertengahan -bukan yang halus bukan kasar juga.

"Kalau ada yang nggak ramah, nggak sapa-sapa kamu, kemungkinan bukan asli orang sini," kata nyokap.

Kalau sore menjelang malam, anak-anak ramai di beberapa lapangan yang biasa saya jumpai. Mereka main, ngobrol, atau belajar bareng di sana sama tetangganya.

Saya pun sejak kecil, sampai sekarang, masih sering main dengan teman-teman sebaya saya yang statusnya 'hanya' tetangga. Anna, Novi, Nova, Lala, Boy, Rere, Ghea, Via, dll, mereka teman main saya itu memang cuma tetangga, kenal karena rumah berdekatan. Kami tidak pernah satu sekolah, tidak pernah satu les, tapi sampai sekrang masih senang bermain bersama. Apa kamu begitu juga dengan tetanggamu?

Well, belakangan ini saya sadar, sapaan "mau ke mana?" Dan "pulang, Uni?" Yang selalu dilontarkan setiap keluar-masuk rumah selama lima belas tahun ini, bukan sekadar basa-basi. Senyum dan sapa jadi rutinitas menyenangkan, masyarakatnya mempertahankan keakraban. Saya merasa diperhatikan dan antar tetangga bisa menghidupkan suasana kekeluargaan.

Nyebelin, sih, tetep. Bayangin coba, selama dua tahun terakhir pertanyaan "Mau ke mana?" Berubah jadi "Belum lulus juga, Un?" Hehe. Yakali predikat lulus bisa diraih hanya dalam sehari, kan nggak logis. Tapi saya tetap menikmatinya, kok.

Sebab, saya cinta dengan kota Cibinong, pun dengan penduduknya.

#30HariKotakuBercerita

Lalu Lalang di Lalu Lintas

Written by Uni Dzalika

Di dalam ruangan, di setiap tempat duduk yang telah diisi oleh beberapa pemuda, salah seorang yang disegani memandang secarik kertas dan lamat-lamat membaca sesuatu, pandangannya bergantian pindah ke wajah saya, lantas bergumam, "Nomaden?"

"Ng... Itu karena saya tidak rutin menetap di Cibinong, kadang pindah-pindah kota dengan rentan waktu yang singkat," jelas saya kepada beliau, salah seorang ketua komunitas. Dia menaruh kertas yang berisi daftar anggota ke tepi meja, dan mencondongkan bahunya ke saya.

"Saya pikir, Cibinong kota yang sulit diakses. Coba ceritakan tentang kotamu!" katanya penuh antusias. Dipikirnya, mungkin Cibinong adalah kota yang sulit dijamah dan tidak mudah untuk ke sini. Dia bingung ketika saya bilang bahwa saya bisa ke ke tiga kota dalam sehari, karena Cibinong nyatanya adalah kota yang strategis dan lalu lintasnya dibuat semudah mungkin untuk diakses.

Konon, zaman sebelum Cibinong berkembang seperti ini, wilayah yanh sudah tertata rapi itu di Kelurahan Harapan Jaya. Sepanjang jalannya, sudah luas dan tidak hancur. Masyarakat pada masa itu menyebutnya dengan HR ; kepanjangan dari nama Haji Rojali - seorang petani jambu klutuk (batu) dan palawija, yang mengeraskan jalan menggunakan batu-batu kecil dari jalan raya Jakarta-Bogor (lampu merah cikaret) sampai perkebunan jambu miliknya, yang sekarang menjadi tempat RSUD Cibinong. Karena usaha beliau itulah, jalanan dapat dilalui kendaraan mobil/truk untuk mengangkut hasil perkebunan, yang mana jalan tersebut tembus hingga ke pasar Cibinong.

Baca juga tentang Pasar Cibinong di sini.

Menurut Wikipedia, seiring dengan berjalannya waktu, jalan pun mengalami perbaikan dan pelebaran. Dan pada tahun 1997, kecamatan Cibinong ditetapkan menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bogor yang sekarang masyarakat menyebutnya dengan nama PEMDA.

Silakan baca tentang PEMDA di sini.

Cibinong hanya punya dua lampu lalu lintas ; pertama di pertigaan Cikaret, kedua di Pertigaan PEMDA. Jalan yang memiliki lampu merah tersebut menjadi jalan alternatif ke arah Pemkab Bogor dan Kota Depok. Dari PEMDA, Kalau kendaraan kita lurus ke kanan, menuju tol Sentul, kalau belok ke kiri menuju tol Citeureup, dan kalau lurus, bisa ke Bojong Gede, Cilodong, Depok, dst.

Aksesnya pun mudah. Cibinong punya terminal bus, Shuttle APTP, terminal DAMRI, stasiun kereta, terminal angkot, pangkalan ojek,

Sejak didirikannya mall di beberapa titik di Cibinong, kondisi lalu lintas jadi begitu padat dan macet setiap sore ke malam. Walaupun begitu, yang masih menguasai jalanan tentu saja angkutan umum dan pengendara motor. Kamu pernah melewati jalanan Cibinong? Ada komentar?

#30HariKotakuBercerita

Tentang Mitos dan yang Terjadi Setelahnya

Written by Uni Dzalika
Sejak kepindahan saya ke kota Cibinong di tahun 2000, 'pelarian' saya untuk menghilangkan luka karena kehilangan Papa adalah pergi mengunjungi Danau Setu. IDK Setu or Situ tapi saya tulis Setu aja ya. Wikipedia mengatakan, menurut data dari kantor Pengelola Sumber Daya Air (PSDA), luas permukaan Situ Cikaret pada tahun 2006 sekitar 25Ha dan pada tahun 2007 mengalami pelebaran menjadi 29.50 Ha karena ada pengerukan oleh Kementerian Pemukiman. Namun, pada 2008 mengalami penyempitan kembali menjadi 18.91 Ha dengan keliling 3,325 M. Dan sekarang kelihatannya semakin sempit.



Danau ini termasuk yang terbesar di kecamatan Cibinong, pun menjadi cadangan air bagi warga sekitar sampai ke aliran wilayah Cilodong - Depok - Jakarta. Saya sering ke sana ; makan, main, kursus-in anak-anak marginal di sana juga, main bareng sepupu samnil naik perahu yang disediakan di sana, dan kadang cuma datang untuk melepas duka. Tapi sejak adanya kasus kematian seorang bapak dan anak di bulan Agustus 2014 kemarin, saya tidak lagi mengunjungi Danau Setu. Semuanya telah berubah.

Dari cerita tetangga saya, Danau Setu Cibinong memang kental dengan suasana mistis, sehingga something or someone on it meminta tumbal dari manusia karena ada beberapa aturan yang telah dilanggar oleh masyarakat sekitar. Apesnya, korban adalah wisatawan sedang berkunjung. Saya nggak tahu boleh menceritakanini atau nggak, tapi pas tahu beritanya tuh, di sini pada nangis, sedih. Padahal kami nggak saling kenal.

Kejadiannya beberapa hari setelah lebaran. Memang banyak keluarga yang suka berkumpul di sana karena danau ini jadi tempat wisata. Saat itu, bebek-bebek-an atau perahu yang seharusnya hanya memuat lima orang, malah diforsir ngangkut banyak kepala. Isinya anak kecil semua dan seorang bapak yang menemani anaknya. Kesalahan kedua, semua penumpang tidak disediakan pelampung, padahal harusnya pakai. Di tengah jalan, tepat di tengah danau yang agak jauh dari daratan, perahunya oleng, dan... Oleng.

Ketika semuanya tumpah ke danau, seorang bapak ini bantu nolongin anak-anak untuk ke daratan dan nyuruh anaknya tetap di perahu. Saya lupa, kalau nggak salah anaknya tuna netra. Begitu bapaknya balik lagi ke danau untuk nolongin anaknya, perahu sudah tenggelam dan anaknya masih di dalam. Bapaknya pun nyusul, dan ternyata mereka tersangkut entah...

Tiga hari kemudian, mereka berdua ditemukan sama tim SAR ada di dasar danau dalam keadaan perahu terbalik dengan sampah juga lumpur yang menimbun. Mereka ditemukan dalam keadaan berpelukan. :(

Konon, di dasar pusaran Danau Setu itu terletak istana makhluk alam ghaib penunggu danau yang dapat dijelajahi oleh kuncen (sesepuh) melalui alam bawah sadar dengan penjagaan istana yang amat ketat, dengan pakaian kerajaan lengkap. Nah, bapak anak ini katanya sih nggak mau mereka kembalikan ke bumi, makanya sengaja ditenggelamkan di dasar danau.

Tapi bukankah semua atas kehendak Tuhan? Bahkan mati dan cara kematian pun tentunya atas seizin Tuhan. Hanya saja, mitos kadang-kadang lebih sering beredar ceritanya ketimbang keykinan terhadap Tuhan. 

Nah, masih menurut mitos, pusaran air di dasar danau itu,  dapat berubah wujud menjadi benda unik dan menarik perhatian yang melihatnya. Contoh, ikan yang dipancing punya keganjilan seperti ikan mas berwarna kuning / biru maka pertanda akan minta tumbal, ikan lele besar atau ikan gurame botak yang berkedip seperti manusia maka harus dilepas kembali ke Setu, karena kalau tidak orang tersebut akan celaka seperti kecelakaan, sakit atau kesurupan bila mereka terganggu keberadaannya. Itu sih mitosnya, ya. Tetangga saya sendiri pernah ketemu ikan begituan. Hm. Percaya nggak percaya.

Oh iya. Nyokap bilang, Danau Setu Cikaret terletak di antara tiga batas kelurahan Cibinong. Di sebelah utara Kelurahan Harapan Jaya, sebelah selatan Kelurahan Pakansari, dan sebelah Barat Kelurahan Tengah. Masih kata nyokap, Danau Setu Cikaret ini pun asalmuasal terbentuknya disebabkan oleh tanah yang terkikis oleh air hujan, lantas mengendap dan membentuk kubangan air. Lama kelamaan tanaman liar membusuk, air menetap, dan terjadilah mata air (pusaran) dan menjadi rawa.

Masyarakat pun sepakat untuk membuat tanggul yang bisa menahan air, dan dibentuk jalan setapak, lalu diputuskan menjadi pusat aktivitas keperluan penduduk di desa setempat. 

Sewaktu SD, sekolah saya dekat banget sama Danau Setu dan salah satu guru yang memang asli sini menceritakan tentang kejadian aneh semasa pembuatan tanggul. Banyak kejadian-kejadian ganjil seperti, terkuburnya warga yang bergotong royong saat membuat tanggul sampai empat orang warga menjadi korban (tumbal). 

Tadi juga sempat googling, ada yang menceritakan bahwa warga yang terkubur di tanggul tersebut adalah orang yang menipu para mbah (orang sakti) untuk mengambil mustika (pedang emas) di dalam lubang (tanggul). Terus, ada juga sedekah bumi yang dilaksanakan setiap tahun dengan menguburkan kepala kerbau, yang pada awal kisahnya dimulai dari tuan tanah Cilodong Depok (merupakan aliran/anak sungai) hingga membuat ancak/sesaji sebagai rasa syukur kepada sang pencipta atas hasil bumi yang melimpah, tetapi tidak ada upacara/ritual khusus, hanya syukuran/selamatan yang dipusatkan di Balai Desa dengan menikmati makanan bersama warga. Nyokap pernah datang ke acara ini.

Makin ke sini, makin banyak warga yang menjadikan pusat wisata, ada banyak jajanan unik dan enak di sepanjang jalan Danau Setu, bapak-bapak suka mancing, anak muda rajin pacaran, wisatawan suka foto-foto, dantertib parkir pun buang sampah pada tempatnya. Semua baik-baik aja kecuali setelah kejadian bapak-anak pelukan itu...

Kabarnya, something  or someone yang di dalam istana tepat di pusaran dalam dasar danau itu, masih mengamuk dan menunggu tumbal berikutnya. But who knows.
#30HariKotakuBercerita

Belajar Menghargai Pekerjaan Orang

Written by Uni Dzalika

"...Di ujung gang tersebut, ada seorang ibu, single parents yang memiliki tiga anak," ucap seorang bapak di pos ronda. Saya mengenalnya, Pak S ini pernah jadi ketua RT kami di masanya dulu, lima belas tahun silam. Saat itu, kebetulan saya sedang menunggu ojek, tapi Pak S tidak ngeh dengan keberadaan saya, jadi saya berdiri tak jauh dari pos dan mendengarnya, begitu saja.

"Ohh, dari RT suka dikasih bantuan atau santunan? Kasihan banget, ngurus tiga anak sendirian," sambung kawan bicara Pak S, yang entah siapa. Nadanya tidak terdengar mengiba, lebih mirip merendahkan. Lalu terdengar tawa dari Pak S.

"Untuk apa dikasih santunan, pak? Dua aanaknya sarjana, yang satu sebentar lagi sarjana. Itu ibu, biar ngurus anak sendiri, masih mampu biayain hidup anak-cucunya."

"Memang pekerjaannya apa, pak?"

"Penjahit."

Penjahit. Kelihatannya pekerjaan ini sepele dan mudah, ya? Saya juga dulu berpikir pekerjaan itu biasa saja dan rendahan. Tapi, mengingat ada seorang ibu di komplek kami, di kota Cibinong ini, yang mana beliau bekerja sebagai penjahit, saya jadi belajar menghargai apa pun pekerjaan yang dilakukan orang .

Jadi,

Mari saya ceritakan salah satu pekerjaan seorang warga di Cibinong.

Sebetulnya bukan pekerjaan menjahitnya sih, yang mau saya ceritakan. Kita sebut ibu ini, Bundo. Begitu orang memanggilnya. Semuanya dari mamang ojek, ibu-ibu komplek, abang-abang di kios pasar, dan semua di wilayah Cikaret (bagian kecil dari Cibinong) manggilnya Bundo. Buat saya, salah satu pekerjaannya yang paling asik itu ketika beliau di Kelurahan. Tugasnya ngurus Posyandu dan kadang, semua pekerjaan ibu-ibu PKK beliau yang urus. Waktu saya tanya berapa gajinya kerja di sana, jawabnya, "Surga Allah."

Ternyata, kontribusi jadi pelayan masyarakat itu kerjanya susah tapi asik. Ngeluarin banyak tenaga tapi bermanfaat. Sebelum lebaran kemarin, beliau disibukkan dengan mendata warga se-RW, dan ternyata nggak mudah, lho. Tapi seru sih, buat saya. Kamu tahu serunya di mana? Saya jadi bisa intip pekerjaan tiap warga melalui data tersebut :D

Saya persempit wilayahnya, ya. Yang saya bahas ini di salah satu kelurahan di Cibinong, yaitu Kelurahan Harapan Jaya. Di sini, warganya masih rukun tetangga dan penuh kerja sama. Masih suka gotong royong dan aktif kegiatan ke-tetangga-an. Nah, dari data yang Bundo punya itulah, saya tahu. Walaupun penduduknya pekerja kantoran, wiraswasta, dan pedagang, mereka masih tetap aktif di lingkungan.

Contohnya nih. Setiap enam bulan sekali selalu ada fooging. Terusnya ada iuran uang kematian. Ada juga uang ronda 2000 rupiah per minggu. Ada iuran uang sampah per bulan. Dan juga posyandu yang rutin suka bagi-bagi vitamin A. Kegiatan ini didukung oleh kelurahan, RW, dan juga RT setempat. Dan di sini, Bundo (dan beberapa pengurus lain) yang mengurus itu semua. Dan masih banyak orang yang menyepelekan tugas tersebut.

Waktu saya tanyakan kenapa mau mengerjakan pekerjaan tersebut, Bundo bilang, sibuk di sana membuatnya dekat dengan masyarakat.

Kenapa di judulnya saya tulis belajar menghargai pekerjaan orang?

Karena saya tahu, Bundo itu hampir tidur cuma tiga sampai empat jam selama semingguan saat mengurus kegiatan kependudukan, dan lebih dari itu, beliau tetap menjahit orderan setiap hari, plus masih sempat mengurus anak-cucunya. Udah boleh sombong belum? Hahaha.

Point-nya bukan buat sombong sih, tapi, maksud saya, pekerjaan sekecil apa pun harus kita hargai. Karena, selalu ada keringat (mungkin juga air mata?) di setiap pekerjaan yang nggak pernah kita lihat.

Perempuan memang diciptakan menjadi hebat, bukan? :)

Oh, ada yang terlupa.

Bundo is my mom. :)

#30HariKotakuBercerita

Lima Tempat yang Perlu Kamu Datangi Kalau ke Cibinong

Written by Uni Dzalika

Sejak saya tinggal di Cibinong, nyokap kadang khawatir lihat saya nggak seperti orang kebanyakan yang suka bergaul sambil jajan ke sana kemari. Saya lebih suka nongkrong berjam2 di suatu tempat dan kalau ada teman yang sanggup saya cuekin sekian jam, kadang dia  ikut nongkrong juga. Sebetulnya, dibilang kecanduan makan di kafe, enggak juga. Tapi kalau dibilang asik dengan dunia maya, iya, saya begitu, kok. Mengakui bahwa ada kehidupan di dunia maya yang sama serunya dengan dunia nyata. Namun, untuk bisa survive di dunia maya tuh, butuh koneksi internet yang sangat baik which is called, use wifi. Iya, kan? Ehehehehe.

Makanya saya suka keliling tempat buat numpang colokan sama Wifi sekalian kulineran. Peribahasanya mah, "sekali mendayung seribu pulau dikunjungi"

Ada yang kayak saya juga? Nyusahin, ya. Nyebelin juga. Ya tapi itu tujuan diciptakannya kafe-kafe di beberapa kota, kan? Buat dimanfaatkan fasilitasnya. Jadi berkah, deh.

Nah, walaupun saya tinggalnya di pedalaman Bogor Utara, saya mau merekomendasikan beberapa kafe yang asik buat didiemin berjam-jam karena menyediakan WiFi,  colokan, dan makanan enak, tentunya. Berikut saya rangkum tempat asik di Cibinong ((CATAT ; Asik means bukan cuma ada wifi, tapi pelayanan yang ramah, makanan disajikan dengan cepat, tempatnya bersih, lokasi mudah dijangkau, dan pramusajinya nggak nyebelin)) versi Uni Dzalika. Silakan di bookmark!

1. Kafe Mikasa

Location ; Jalan raya Cikaret Al Falah, sebelum Cilodong. Dari terminal Ramayana naik angkot 71.

Menu ; Pancakes, waffles, ramen, dll.





What I Love ; Ada WiFi, terus dekorasinya ala vintage dan pelayanannya ramah banget. Semua menu harganya terjangkau.



2. Diko Pot Ice Cream

Location ; Jalan raya Cikaret lampu merah, Puri Nirwana Estate, sebelah cabang bank BRI. Dari terminal Ramayana, naik angkot 32/35/34/64/71/72 turun di depan kafe-nya.

Menu ; MI tek-tek, ice cream, nasi goreng, dsb.

What I Love ; tempatnya luas, dua lantai, menyediakan musala, ada WiFi, dan makanannya enak.




3. Kafe LoveToast

Location ; Jalan raya keradenan, depan danau setu, sebelum RSUd Cibinong. Dari Terminal Ramayana naik angkot 32 turun di danau setu.

Menu ; camilan dan kudapan buat ganjal perut.



What I Love ; walaupun tanpa WiFi, dan juga yang ke sini biasanya kuncen anak-anak Cibinong, tapi makan di sini itu good view. 

4. D Cafe

Location ; Jalan raya Cikaret lampu merah. Dari lampu merah tinggal jalan sedikit, di sebelah kiri.

Menu ; sop durian, sop buah, dsb.

5. Bitten Bogor

Location ; Jalan raya PEMDA, sebelum keradenan, depan pom bensin. Dari Pemda naik 35. Dari terminal Ramayana naik 35/32/34/72/64 turun di kios depan pom bensin kedua.

Menu ; Tahu Bitten Bogor kan? Yang terkenal itu.. Tersedia juga di Cibinong. Ini isinya cuma kue cubit tapi kalau beli di sini bisa ngantre panjang dan berjam-jam. Sering banget datang pagi pulang menjelang sore karena lama pelayanannya, tapi memang karena enak jadi pelanggan tetap setia nunggu.

What I Love ; Bisa lihat langsung cara masaknya.



#30HariKotakuBercerita

Yang Dulunya Kumuh dan Lusuh

Written by Uni Dzalika

Awal 2015 waktu itu, saya dan nyokap menyempatkan diri untuk bernostalgia ; main ke rumah tempat tinggal kami dulu saat masih ada Papa.

Kami mampir ke bidan kelahiran saya, melewati rumah tetangga kami, makan soto dan sate favorit 15 tahun lalu, dan berkunjung ke salah satu pasar yang besar di sana. Saya ingat dulu semasa kecil nyokap pulang dari pasar ini membawa batu apung untuk menggosok badan saya dan kedua kakak saya. Pernah beberapa kali Papa mengajak saya turut serta ketika masa pembangunan. Saya ingat itu.

Nyokap lagi-lagi cerita, bahwa pasar ini dulunya papa saya yang buat bersama temanya dan terjadi pengkhianatan sampai akhirnya... Oke, kita tidak perlu bahas itu. Tapi karena cerita nyoakp itulah, saya jadi ingat pasar Cibinong –tempat tinggal kami saat ini, yang sering saya kunjungi.

Bagaimana sebuah pasar bisa terbentuk di suatu kota? Saya selalu tertarik dengan sejarahnya, atau ceritanya.

Pasar di Cibinong ada tiga ; Pasar Anggada yang lebih mirip Tanah Abang versi Bogor wilayah Utara. Pasar Basah yang ramai mulai pukul 12 malam sampai jam tujuh pagi. Lalu Pasar Cibinong yang ditata menjadi semi-modern dengan gedung berlantai dua, tapi pedagangnya masih tumpah ruah di sepanjang jalan sampai menuju terminal. Saya akan persempit membahas pasar yang terakhir.




Sejak Papa pergi, saya juga jadi lebih suka menyendiri. Dan itu artinya juga malas ke pasar. Membiarkan nyokap sendirian kalau belanja. Lagian, Pasar Cibinong itu dulunya kumuh dan lusuh banget. Becek di mana-mana, sampah di sepanjang area, bau aneh menguar di udara. Jijik pokoknya. Tapi, Pemkab Bogor akhirnya merevitalisasi pasar yang sudah berusia 31 tahun itu menjadi pasar semi-modern. Alhamdulillah.

Kata pak satpam yang saya temui sih, di gedung Pasar Cibinong itu ada 1.049 pedagang, 664 kios, dan 114 los.

Pasar Cibinong mengalami proses yang panjang, hampir empat tahun lebih perombakan untuk jadi pasar semi-modern. Kalau kamu berkunjung ke sini, kamu akan lihat cat latar berwarna hijau yang artinya membawa kemakmuran sekaligus merepresentasikan bahwa pasar ini meeupakan lahan transaksi bagi masayarakat Cibinong. Keren lah ya bahasa saya, haha!

Oh ya, selain jadi jantung perekonomian masyarakat, Pasar Cibinong juga membuat saya jadi suka ke Pasar, nemenin nyokap, membuat saya dan nyokap punya waktu untuk dihabiskan bersama. Kadang juga saya jalan sendiri sekadar window-shopping.

Walaupun sudah cakep, tetap ada pedagang yang masih betah menjajakan dagangan di sepanjang jalan. Masih banyak kios-kios kosong yang belum dimanfaatkan dan digunakan oleh pedagang. Waktu itu nyokap mau buka kios di sana tapi nggak bisa karena udah full booked. Dan kalaupun mau beli punya orang tembus semilyar kurang. Beuh!
#30HariKotakuBercerita

Sosialisasi di Kota ini

Written by Uni Dzalika

"Di mana?"

Tanya saya ke nyokap soal tempat yang asik untuk mengenal masyarakat di Cibinong. Waktu itu tahun 2010, ketika tepat 10 tahun saya tinggal di sini, dan ironinya, saya masih kesulitan beradaptasi.

"Di PEMDA, di tempat ibadah, di pasar, di mall, atau di terminal," jawab nyokap saya secara singkat. Saya tahu, saya bisa memercayai jawaban beliau karena memang nyokap kan paham seluk-beluk di sini.

Yang paling asik adalah terminal. Orang jauh atau pengujung bilang, itu terminal Cibinong. Kami biasanya menyebut terminal Ramayana. Di situ buat saya adalah pusata paradoks kota Cibinong ; ada mall besar tapi sepi pengunjung, ada sampah di sepanjang kali tetapi ada petugas kebersihan di jalur darat. Ada satpol pp dan mereka ramah dengan para pedagang kaki lima, membiarkan pedagang menjajakan jualannya. Ada gereja tapi sebrangnya ada tempat main billboard, ada banyak hal bersebrangan yang berada di wilayah yang sama. Yang lebih epik, ada banyak warga yang punya kendaraan pribadi, tapi terminal ramai karena mereka-mereka ini kadang lebih suka naik angkot atau ojek.*

Jalur di sepanjang terminal ini juga terbilang unik. Kalau pagi ramai, siang ke sore sepi. Malam sampai dini hari semakin ramai. Ramai oleh para pedagang dan anak muda yang suka nongkrong. Mau hujan, terik, lembap, debu, dan kayaknya kalau pun ada badai, di sana akan selalu ramai setiap hari, setiap waktu.

Perlahan, saya bisa mengenali warga sekitar melalui keseharian mereka. Saya juga belajar dari mereka, bahwa kita harus terus semangat beraktivitas dan tetap bersahabat dengan alam.

Oh ya, bagaimana dengan kotamu?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

*Berdasarkan survey acak tak terstruktur di terminal Ramayana, Agustus 2015.

#30HariKotakuBercerita

Selamat Datang di Kota Cibinong

Written by Uni Dzalika


“Kita akan tinggal di sini, Pa?”

“Iya. Kamu suka, kan?” jawab Papa sambil memandang calon rumah kami, yang letaknya di ujung gang. Kami berdiri tepat di tengah perbatasan dua rumah. Keduanya sedang dalam pembangunan dan karena seluas tanah itu tidak terlihat apa-apa, jadi saya anggap tempat ini sangat tidak menyenangkan. 

“Nggak.”

“Kenapa? Papa suka kok, di sini.”

Saya cuma bisa cemberut. Waktu itu usia saya menempati angka delapan, masih belum mengerti kalau tanah yang masih diisi pondasi dan baru berdiri sepetak kecil kamar mandi ini, adalah rumah yang belum jadi. Bayangan saya, ini adalah tempat yang akan saya tinggali nantinya ; kecil, berlantai tanah, tanpa dinding pemisah, dan dikelilingi pepohonan setinggi galah.

Tapi kalau Papa suka, apa pun itu, akan jadi kesukaan saya juga.

Perlahan saya masuk ke petak kecil yang belum sempurna, mata saya memindai sekeliling yang memang belum ada apa-apanya, lantas berjongkok sebentar sambil memejam.

“Kamu ngapain di situ?” tanya Papa yang rupanya mengekor saya ke dalam. (Saya ingat tatapan matanya yang begitu pensaran dengan tingkah saya. Masih, sangat ingat. Dan tentunya masih ingat sikap bodoh saya itu, lima belas tahun lalu).

“Belajar tidur sambil jongkok, Pa. Habis rumahnya kecil banget, mana bisa tidur selonjoran.” Saya lihat Papa tersenyum menahan tawa, matanya menyipit dan sekejap saja, terbahak. “Jadi, kamu setuju kan, kalau kita tinggal di sini?”

Saya tidak mengangguk, tapi tidak juga menolak. 

“Cibinong akan jadi kota yang berkembang pesat. Juga akan jadi tempat yang bagus untuk dunia kamu,” lanjutnya, tanpa perlu mengetahui jawaban saya.

Tetapi, 

Sebulan sebelum kami menetap di rumah kecil ini, Papa berhenti bernapas.

:')

Dan saya berusaha percaya kata-kata Papa yang bilang bahwa kota ini –Cibinong, akan jadi tempat yang baik untuk saya.

Di sini, saya belajar bagaimana kehilangan membunuh kewarasan.

Saya menyaksikan betapa sebuah ketidakberdayaan memunculkan bullying.

Saya mulai mampu membedakan mana yang sebenar-benarnya tulus dan mana yang hanya bersikap baik.

Semuanya saya dapat ketika tinggal di Cibinong. Kota yang membuat saya sadar bahwa di dunia ini tidak semua baik, bahwa apa yang kita mau tidak dengan mudah didapat, bahwa saya menjadi tidak bisa percaya siapa pun, dan segala kewaspadaan itu membuat saya menjadi pribadi yang terlalu keras. Kota ini menyuguhkan semua yang berbeda pada saat saya di Jakarta. Meskipun tidak melulu menawarkan yang baik, tetapi darinya, saya memang belajar hal-hal baik. Belakangan saya bersyukur, mengingat Papa ‘menyelamatkan’ masa depan saya dengan menempatkan kami di Cibinong, sebelum beliau pergi ke Surga.




Kota ini letaknya di wilayah Bogor Utara. Namun, walaupun Cibinong masuk dalam Kabupaten Bogor, kamu bisa mengunjunginya hanya 15 menit dari Depok, satu setengah jam dari Jakarta, dan dua jam dari Bogor. Yah, memang letaknya berada tepat di perbatasan Depok dan jauh sekali dari Bogor. Lima belas tahun lalu, setelah proses pemakaman Papa selesai, nggak lama setelah itu kami resmi menetap di Cibinong. Rumah saya, berada di kelurahan Harapan Jaya. Ibu saya dengan cepat mampu beradaptasi dengan lingkungan setelah kepindahan kami, dan langsung bekerja di Kelurahan. Dari beliau saya tahu, bahwa di Kecamatan Cibinong, terdapat 12 keluharan yang lokasinya berdekatan. Ada Kelurahan Cibinong, Cirimekar, Ciriung, Harapan Jaya, Karadenan, Nanggewer Mekar, Nanggewer, Pabuaran, Pakasari, Pondok Rajeg, Sukahati, dan Kelurahan Tengah.

Kamu pernah ke sini? 

Di kota inilah, saya tinggal.



Kota ini sekarang sudah mulai maju. Saya senang bisa jadi salah satu warga yang menyaksikan perkembangan Cibinong dengan sangat pesat ; mulai dari sepanjang jalan yang ditemani pakai lampu obor. Coba bayangkan, banyak pohon lebat dan menjulang tinggi, terus tanah masih luas terhampar, dan senter pada masa itu belum familiar. Jadi kalau sumbunya mati, jalanan udah kayak hutan antahberantah, serasa seperti kota mati saking gelap dan sepinya. Dan sekarang jalanan malah berkilauan sama lampu mall dan pertokoan. Lain lagi dengan pusat perbelanjaan. Dulu hanya ada beberapa warung per ratusan meter, sekarang berdiri kokoh pusat perbelanjaan yang jaraknya berdekatan. Dan, ya, secepat itu perkembangannya.

Kota ini nggak seperti Jakarta yang khas dengan Monas, Bogor dengan Tugu Kujang-nya, Surabaya dengan patung Buaya (apasih disebutnya saya lupa, hehe), atau kota lain yang memiliki patung sebagai icon kota-nya. Hanya saja, kalau kamu pernah berkunjung atau melewati lokasi yang ada di foto ini, tandanya kamu pernah berkunjung ke Cibinong. 

View menjelang malam hari

View sore hari

View pagi mendekati siang


Foto di atas dikenal sebagai PEMDA, atau Pemerintah Daerah. Lima belas tahun lalu sebelum kami pindah, Papa berkenalan dengan tetangga satu gang dan mereka mengatakan kalau pekan berikutnya kami datang lagi, harus coba megunjungi Pemda. Saya membayangkan Pemda seperti Kodam di Jakarta tempat kami biasa olahraga pagi. Wilayah tersebut memang dikenal sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bogor, dan muara segala aktivitas ; trasnsaksi perdagangan, olahraga, lokasi masjid, kantor KUA, GOR, antor pajak, kumpul komunitas, transasksi keuangan dan antarpaket, juga rapat-rapat partai.

Tugu di sebelah kiri bertuliskan KABUPATEN BOGOR, dan sebelah kanan ditulis TEGAR BERIMAN. Di tengahnya merupakan jalan besar untuk lalu lalang kendaraan dari dua arah. Lokasi Pemda ini sangat asri, bebas macet, dan selalu dijaga kebersihannya. Cantik dan kokoh, ya? Foto pertama di tulisan ini pun, diambil di wilayah dinding Pemda ini. 

Pada akhirnya saya memang tidak sempat olahraga atau main dengan papa saya, tapi kamu, barangkali punya waktu luang, sempatkanlah berkunjung ke Cibinong dan mampir ke Pemda dengan orangtua atau kerabatmu. Ada banyak dagangan sandang-pangan-papan yang selalu ramai setiap minggu pagi. Ada jajanan kuliner unik setiap pukul 16.00 sampai 22.00 WIB. Dan jangan lupa untuk mematuhi tata-tertib karena ada banyak polisi yang stand by di sana. 

Singkatnya, Pemda ini merupakan pusat dan Icon kota saya. Kalau kamu berkunjung ke sini, berkabar ya. Kita bisa ngopi bareng atau jajan seblak sambil bergosip. Oh ya, paa saya benar. Cibinong akan (dan telah) menjadi kota yang berkembang dengan pesat.


 Bagaimana dengan kota tempat tinggal kamu?

Yuk Berlangganan!

Nggak mau ketinggalan informasi dari blog ini? Let's keep in touch! Tinggalkan alamat e-mail kamu dan dapatkan review artikel, tutorial, serta tips menarik secara gratis! :)

  • About Dza
  • About
  • Shop
  • FAQ
  • Explore
  • Lifestyle
  • Tips
  • Salero Uni
  • E-commerce
    Connect

Copyright Forever Young Lady All rights reserved. Design by Jung - Good Ideas. Great Stories.