"Di mana?"
Tanya saya ke nyokap soal tempat yang asik untuk mengenal masyarakat di Cibinong. Waktu itu tahun 2010, ketika tepat 10 tahun saya tinggal di sini, dan ironinya, saya masih kesulitan beradaptasi.
"Di PEMDA, di tempat ibadah, di pasar, di mall, atau di terminal," jawab nyokap saya secara singkat. Saya tahu, saya bisa memercayai jawaban beliau karena memang nyokap kan paham seluk-beluk di sini.
Yang paling asik adalah terminal. Orang jauh atau pengujung bilang, itu terminal Cibinong. Kami biasanya menyebut terminal Ramayana. Di situ buat saya adalah pusata paradoks kota Cibinong ; ada mall besar tapi sepi pengunjung, ada sampah di sepanjang kali tetapi ada petugas kebersihan di jalur darat. Ada satpol pp dan mereka ramah dengan para pedagang kaki lima, membiarkan pedagang menjajakan jualannya. Ada gereja tapi sebrangnya ada tempat main billboard, ada banyak hal bersebrangan yang berada di wilayah yang sama. Yang lebih epik, ada banyak warga yang punya kendaraan pribadi, tapi terminal ramai karena mereka-mereka ini kadang lebih suka naik angkot atau ojek.*
Jalur di sepanjang terminal ini juga terbilang unik. Kalau pagi ramai, siang ke sore sepi. Malam sampai dini hari semakin ramai. Ramai oleh para pedagang dan anak muda yang suka nongkrong. Mau hujan, terik, lembap, debu, dan kayaknya kalau pun ada badai, di sana akan selalu ramai setiap hari, setiap waktu.
Perlahan, saya bisa mengenali warga sekitar melalui keseharian mereka. Saya juga belajar dari mereka, bahwa kita harus terus semangat beraktivitas dan tetap bersahabat dengan alam.
Oh ya, bagaimana dengan kotamu?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
*Berdasarkan survey acak tak terstruktur di terminal Ramayana, Agustus 2015.
Pernah lewatin Cibinoong! Hmmm di tempat gue gimana ya? Terminal paling deket Lebak Bulus yang udah dihancurin. Gimana dong ni? :(
BalasHapusTerminal lebak bulus masih ada, Bang.
HapusMasih ada di dalam ingatan kita.