Hi, Assalamualaikum!
Kamu pernah dengar kalimat bahwa kita nggak boleh terlalu benci akan sesuatu? Saya sering banget dengar dan katanya, kalau terlalu benci, bisa jadi cinta.
Dengan kopi, contohnya.
I didn't drink coffee. I definitely hate coffee ; uapnya, aromanya, ampasnya, bungkusnya, bubuknya, and everything that related to something made by infusing the beans in hot water. Kopi bukanlah sesuatu yang pantas hadir dalam hidup saya karena selalu membangkitkan kenangan lama.
Aroma kopi membangunkan saya pada pukul dua pagi, saat Bundo menyeduh kopi di dapur, dan saat itu juga Papa mendadak harus dilarikan ke rumah sakit. Kopinya tertinggal di dapur, tidak diminum, dibiarkan mendingin di dalam cangkir sampai akhirnya Papa wafat. Seakan cairan di dalam cangkir itu wujud dari perasaan Bundo setelah ditinggal kekasihnya.
Aroma kopi mengingatkan saya pada Uda yang tergesa pulang dari Samarinda demi bertemu mayat Papa. Saat itu, aromanya menyeruak dari dapur dan tamu-tamu mulai mengambil cangkir kopi yang disediakan.
Aroma kopi tertinggal dalam gelas milik Kakek (dari Bundo) meskipun telah ditinggal pergi pemiliknya setelah beberapa bulan.
Aroma kopi bertahan menguar di kamar almarhum Nenek (dari Papa) . Beliau tidak minum kopi, tapi Bundo suka memintal kenangan di kamar Nenek dengan kopi.
Aroma kopi meninggalkan kesan bahwa tamu-tamu Papa betah berlama-lama di rumah karena sajian kopi buatan Bundo.
Biji kopi juga punya ceritanya sendiri. Dulu saya anak yang demam panggung. Saat di TK dan SD, ketika ada suatu acara, Bundo selalu memberi dua biji kopi yang sebesar biji congklak. Satu untuk dikulum, satu lagi untuk digenggam. Katanya, biar semua rasa gugup dan ketidakpercayaan diri itu lari ke biji kopi. Selalu. Begitu. Dan, berhasil. Dan mengulum biji kopi berhenti di hari kematian Papa.
Bundo, rupanya sungguh jatuh cinta dengan kopi. Ia mampu menyesap banyak gelas kopi dalam sehari. Betul, kamu nggak salah baca, gelas. Bukan lagi cangkir. Baginya, kopi menjadi sahabat paling setia sejak kepergian Papa.
Sejak itu, aroma kopi selalu tercium dari depan teras menjelang magrib. Bundo akan duduk berlama-lama sambil menunggu langit menggelap. Entah membayangkan apa.
Kadang aroma kopi tertinggal di ambang pintu ketika saya pulang larut malam. Pertanda Bundo sedang menunggu kepulangan saya.
Kadang aromanya mengendap di dalam kamar saya, membaui bantal dan boneka. Membuat saya tahu bahwa Bundo telah duduk berlama-lama dengan kopi di kamar saya, tidak tahu sambil berpikir apa.
Kadang uapnya kurang ajar masuk ke celah ventilasi kamar pada pukul dua pagi. Dan memang saya dengan Bundo belum tidur pada pukul segitu. Kami punya cerita saat jam dua pagi -lima belas tahun lalu, yang mana kami jadi punya cara masing-masing untuk mengenangnya.
Dan selalu, aroma kopi di waktu subuh yang membuat saya terbangun.
Uda - Kakak sepupu - Adek sepupu.
Duh, rokoknya lupa disensor -.-
Bisa hitung berapa banyak aroma yang saya cium setiap hari? Ya, Bundo dapat meminum lima sampai enam gelas dalam sehari. Minum kopi baginya seperti sedang mengisi kenangan agar pikirannya tidak lupa tentang masa lalu.
Dan suatu hari, Bundo ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri. Dan segera dilarikan ke rumah sakit. Kata dokter, penyebabnya kopi. Karena kopi. Kopi itu jahat, pikir saya. Tapi sebetulnya, yang jahat ialah sebuah perasaan ; yang membuat Bundo selalu menghidupkan kenagan dengan kopi.
Saya sudah punya alasan yang sangat kuat kenapa tidak pernah mau berdamai dengan kopi, kan?
Tetapi, sialnya suatu hari saya mendapat pekerjaan yang berhubungan dengan meracik kopi. Saya belajar macam-macam kopi. Saya mengingat jenis biji kopi. Saya menghafal berbagai macam aroma. Banyak sekali aroma kopi yang harus diingat. Sampai suatu hari bos bertanya, "Dari semua aroma ini, mana yang paling kamu suka, Dza?"
Saya mencium dari mulai berbagai kopi masih bubuk sampai sudah diseduh. Meskipun beda-beda aromanya, semua harum. Hanya ada satu kopi, yang aromanya menyesakkan, membongkar paksa tiap kenangan untuk kembali bangun. "Yang ini," kata saya sambil menunjuk kopi 'kampung' yang nggak semua orang tahu.
"Pasti karena kopi ini banyak kenangannya, ya," ucapnya sambil menyodorkan satu cangkir untuk saya. Yang tentu tidak saya minum. Dan menaruhnya kembali ke meja ketika bos telah masuk ke dalam mobil.
Kopi mengingatkan saya dengan Bundo. Mengingatkan saya dengan cara Bundo sebegitu besarnya mencintai Papa. Mengingatkan saya, betapa Bundo selalu memberitahu bahwa Papa sangat mencintai anak-anaknya. Memandang cangkir kopi, seperti melihat Bundo. Mencium aromanya, seperti sedang mencium bau Bundo. Melihat uap kopi, saya membayangkan seolah itu adalah wujud dari air mata Bundo yang selalu menguap. Tidak pernah menjadi tetesan air.
Kopi itu simbol Bundo.
Kopi ialah sekumpulan kenangan mengenai keluarga saya, yang berada dalam tiap gelas.
Saya benci sekali dengan kopi, dan justru saya semakin tidak bisa melepaskan diri darinya.
Lalu,
Saya bertemu seseorang. Yang juga mencintai kopi. Dan dia mengenalkan saya pada sebuah kafe yang letaknya dekat sekali dengan tempat masa lalu saya.
Waktu saya datang ke Jung Coffee,, saya seperti diajak berkunjung dan bermain-main dengan masa lalu. Aromanya. Suasananya. Rumahnya. Dan, segalanya.
Hidup sungguh lucu sekali. Benar, semakin kita membenci sesuatu, maka ia semakin sulit dilupakan.
Seperti saya, dan kopi. Yang membuat saya selalu teringat dengan Bundo. Yang juga membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang dia. Dan itu artinya, saya semakin tidak bisa lepas dari kopi.
Keren mba, saya menikmati setiap kata, setiap kalimat. Seperti seorang pecandu kopi sedang menghayati setiap teguk, setiap kepulan harum kopi.
ReplyDeleteWah, terima kasih sudah baca :) Iya, saya jadi pecandu aroma kopi :))
DeleteKopi pait mengingatkan saya pada bapak.
ReplyDeleteAku sukanya kopi crimer, Uni
Kopi krimer aku masih bisa icip sesekali. Pahit, nggak. :)
Deleteceritanya mengalir indah.. suka sekali.. semoga Papa nya Mak Uni diberi tempat terbaik di sisi Allah.. aamiin..
ReplyDeletesalam kenal dari Cileungsi.. tetangganya Cibinong.. hehe..
Amiiin, terima kasih, kak. Wah, tetanggan, ayo kita ketemuan! :)
Deletebanyak kenangan berharga ya mbk yg trsimpan di aroma kopi..
ReplyDeletesemoga papa mbk mndpt tmpt terindah di sisi Allah amin
Banget. Jadi kontradiksi kan, benci tapi candu. Hehehe. Amiiin, terima kasih kak :)
Deletembak uni, saya sarankan itu ibunya mbak uni soal konsumsi kopi beliau yg 5-6 cangkir per hari utk dikurangi, karena ada penelitian yg bilang bahwa tiap manusia itu rata2 hanya butuh 380mg kaffein, dan satu gelas kopi hitam mengandung 200mg kaffein. Jdi alangkah baiknya itu ibu mbak, sehari minimal 2 gelas kopi hitam, biar enggak kena darah tinggi... kasihan mbak, kalau ibunya mbak uni kena darah tinggi gegara kebanyakan minum kopi :l
ReplyDeleteIya itu udah oingsan sakit jatuh bangun tetap aja nggak kapok. Hih. Nanti aku minta untuk batasi konsumsinya deh ya, makasih kak untuk sarannya :')
DeleteTerdiam bacanya..
ReplyDeleteEntah apa yg harus komen dari postingan ini?
Komen apa aja :) Nggak mau kritik? :)
DeleteSaya suka kopi + susu nya yang banyaakkk biar ga pait hehehe
ReplyDeleteJadinya susu kopi yaa mbak :)
DeleteTernyata yang kita benci malah paling dekat dengan kita. Lucu sekali :))
ReplyDeleteAkhir-akhir ini, aku juga suka ngopi, kak. Alasannya, buat bikin mata tahan melek lebih lama, dan bisa ngerjain tugas sampe jam 1(Padahal mah jam 11 juga udah tidur). Sekarang? Aku sering ngerasa dada sesak. Ngeri ah, pokoknya.
Ngaruh, ya? Aku seringnya kalau minun kopi ibuku ya tetap aja tidur cepat. Nggak ngaruh, haha
Deletesudah pernah nyoba kopi lampung blum mba...
ReplyDeleteBelum pernah. Enak ya? Mau nyoba kapan-kapan... Nunggu ada yang kirim hahah
Delete