“Sahabatku delusional.”
“Maksudmu, aku?” Musa yang sedari
tadi berjalan di depanku, gegas membalikkan tubuh dan matanya mengerling
jenaka. Dengan saksama kupandangi sosoknya yang berdiri tepat di tengah
Jembatan Merah Kebun Raya Bogor. Tak ada orang lain selain kami di wilayah nomor
sebelas dalam peta –tempat wisata ini sepi pengunjung di hari kerja. Kusadari
kontur wajahnya memunyai persamaan dengan besi jembatan ini ; keras dan tegas.
“Kamu itu mantan, bukan sahabat,”
kilahku cepat. Kami mulai beriringan menyusuri jembatan yang begoyang setiap
melangkah. Kulihat di bawah, air kali mulai surut, memperlihatkan bebatuan
besar dan cadas. Seolah siap memecah kepala siapa saja yang ingin melemparkan
diri ke sana.
“jadi, dia kenapa?”
“Aduh... Bagaimana menjelaskannya,
ya,” kataku mengesah seraya mengembuskan napas pelan. Kuremas pelan tiket masuk
Kebun Raya Bogor dalam saku jaket sebelah kiri. Kuakui, sungguh tidak mudah
bercerita pada Musa -setelah berpisah empat tahun lamanya. Herannya, pagi tadi
ia mengiyakan ajakanku untuk melepas penat dan dengan sukarela membelikan
karcisnya. Aku suka caranya yang tidak memaksaku untuk bercerita, memilih agar
aku membocorkannya sendiri.
“Dia sakit hati, karena...
Saudaranya.”
Kucatat kejadiannya dua bulan lalu,
ketika saudara kandungnya berlibur ke Pulau Pramuka, tanpa dirinya. Kudengar, mereka
khawatir ia tak memiliki biaya.
“Sejak saat itu...” Aku menghentikan
langkah, dan tenggorokanku terasa haus mengisahkan ini. Ada sesak tiap kali
mengingat eksperesi wajahnya yang penuh duka. Ya, sejak saat itu, ia selalu
membayangkan berada di beberapa pulau indah di setiap kota yang disebutkannya. Ia
yakin, suatu hari nanti aku dapat merealisaskikan keinginannya.
“Sejak saat itu, dia delusional?” Musa
menebak, aku mengangguk. Dalam ingatanku, kurekam setiap malam ia gemar bercerita
tentang pulau di beberapa kota beserta pengalamannya, yang bahkan, belum pernah
ia kunjungi.
“Menurutmu, pulau mana yang patut
dikunjungi untuk mengilangkan jenuh?”
“Indonesia ini kaya sekali, Sonia.
Kau harus mengelilinginya untuk tahu mana saja yang indah.” Musa berjongkok
pelan, membetulkan tali sepatunya yang melonggar. “Tapi, cobalah ke Belitung. Pulau
yang, mengagumkan.”
Aku mengangguk asal. Musa kembali
berdiri, kami melangkah perlahan. “Hm... Begitu, ya. Sepertinya, mustahil ke
Belitung,” gumamku pelan.
Kami hampir tiba di ujung jembatan,
namun, Musa lagi-lagi menghentikan langkahnya. Ia mengeluarkan gawai dari saku
celananya, dan layar depan cekatan mengarah pada kami berdua. Berikutnya, ia
memotretku. Cahaya flash menciptakan
sekelebat bayangan tentang sahabatku yang duduk di depan teras sambil terus
berkhayal, andai suatu hari nanti ia dapat menikmati pemandangan kala langit
layung di tepi pantai. Aku menggebah tangan kananku di depan wajah, lantas
bayangan tadi buyar dalam sekejap.
“Aku selalu percaya keajaiban,
pengabulan sebuah doa. Selama kau punya keyakinan, semesta pasti mendukung,”
ujar Musa dengan santai. “Misalnya nih, mungkin saja kita bisa kembali menjadi
pacar sepulang dari sini,” ia meneruskan ucapannya sambil menyelipkan tawanya
yang khas.
“Sahabatku… Selalu melakukan apa saja
untuk membahagiakanku," aku melanjutkan, tak mengacuhkan guyonan Musa.
Pikiranku terpusat saat saudaranya berkumpul dan bercerita tentang keseruan
liburan itu. Mereka mengabaikan perasaannya yang hanya diam termangu, dengan
sejumlah tanya yang tak terlontar. Sepulang dari sana, ia jadi sering berperang
dengan praduganya sendiri. Kadang, ia meracau betapa perlakuan saudaranya
membuat hatinya terluka, lain hari mengoceh akan keinginannya keliling
Indonesia, demi membuktikan pada saudaranya bahwa ia mampu. Bukankah itu hanya
urusan sepele? Ah, Gusti. Bagiku,
pemikirannya itu kadang menjadi sangat mejengkelkan.
'Kenapa saya tidak diajak? Apa karena saya miskin? Seandainya kamu kaya
raya, Sonia... Pasti kamu akan mengajak saya berlibur ke manapun, kan? Tidak
seperti mereka yang meninggalkan saya.'
Bisikannya itu terus berulang dalam
kepalaku.
Aku tahu persis, dia bukan wanita
yang mudah mengumbar rasa. Ia pandai menyembunyikan luka. Adanya kejadian ini,
membuatku ingin sekali membahagiakannya. “Aku mau membahagiaknnya, mungkin
dengan mengajaknya berkeliling pulau. ini janjiku seumur hidup, Musa.”
“Yah, that's what best friend are for, Sonia. Do, that.”
Aku menangkap getar di dalam saku.
Remasan karcis di tangan kiriku berpindah memegang telepon genggam. Kulihat
satu nama di layar. Dia, yang sedang kami bicarakan, menelepon. “Panjang umur
sekali, dia menelepon,” kataku merajuk. Musa mengendikkan bahu dan mundur
perlahan, memberi ruang untukku.
‘Ya, kenapa, Ibu?’
‘…’
‘Eh, ini siapa?’
‘…’
‘Baik, saya ke sana sekarang.’
“Musa, we have to go, now. Ibuku ada di Rumah Sakit Azra. Katanya kecelakaan.”
“Eh? Katamu, itu dari sahabatmu? Kok
ibu?”
Aku merasa tidak perlu menjawab
pertanyaan Musa. Kutarik lengannya untuk menyamakan langkahku menuju pintu
utama. Langit mulai melindap dan suara burung hantu terdengar bersahutan di
kejauhan.
'Jangan Kau jemput dulu. Aku mau mengajaknya berkeliling pulau sebelum ia
pergi menghadapMu.'
Mataku memanas. Aku tak henti berdoa
dalam hati.
_____________________
1/ Cerpen ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen dari Tiket.com dan nulisbuku.com #FriendshipNeverEnds #TiketBelitungGratis .
2/ 722 kata tanpa judul dan catatan kaki .
Wah asik nih ceritanya....
BalasHapusOiya pemeran aku itu cowo ato cewe?
"indonesia ini kaya sekali ,sonia, kau harusharus mengelilingi nya untuk tahu mana saja yang indah" sumpah gue suka kata" ini...
Jdi lebih kepengen mengenal dan menjelajahi pelosik pelosok negeri ini..
Terima kasih sudah baca. Pemeran aku itu, cewek, kan namanya sonia. Sama kih, aku juga pengin banget keliling Indonesia
HapusCeritanya sulit aku mengerti... entah knp, soalnya aku belum tau tentang sahabat delusional itu apa? trus musa itu siapanya sonia? yg laki2 itu musa atau sonia? trus saudaranya musa knp? kok aku kebanyakan nanya ya, hehe...
BalasHapusWah, aku gagal dong, ya, nulis fiksinya, karena kamu sebagai pembaca belum nangkap ceritaku. Tokohnya itu cewek, namanya Sonia. Musa itu mantannya, sahabat sonia yang delusional itu, karena sakit hati ga diajak jalan akhirnya tiap hari ngomongin tentang pulau-pulau di indonesia padahal belum pernah ke sana. IMHO, hehe. Nanti aku perbaiki lagi, deh. Padahal cerpen ini nggak clueless, lho.
Hapussaya bingung ceritanya. Padahal udah saya baca lagi dengan perlahan, saya masih belum menangkap makna ceritanya, karena jalan ceritanya yang membuat saya bingun, tetapi endingnya bagus :)
BalasHapusIya ini mungkin karena aku yang salah eksekusi cerita, nih. Makasih ya udah baca, semoga nggak kapok main ke sini.
Hapussahabat delusional, aku kira orang yang suka berimajinasi akan sahabatnya yang udah nggak ada gitu. hehehe
BalasHapusaku juga belum nangkep nih teh, hehe. tapi ceritanya enak buat di baca.
Sahabatnya masih ada, di ending kan dijelaskan alasannya :D hihi. Makasih ya udah baca, semoga suka.
Hapuskomitmen itu penting ya kak untuk menjalani kehidupan ini :)
BalasHapusOh, iya, sudah pasti komitmen itu penting. Dan juga prinsip. :) Thanks for stopping by, kak.
HapusSaya kok ikutan bingung.
BalasHapusSempet mikir sahabat yang dia maksud itu si Ibunya...tapi kubaca lagi dah.
Definitely true!! Kamu udah benar hahaha, sahabatnya memang itu, sesuai dengan yang kamu maksud. Semoga tidak bosan memnaca ulang, dan makasih sudah mampir.
HapusAh ternyata bener... nggak bosan kok
Hapusjustru saya tertarik dengan gaya penulisan yang seperti ini...
siapa tahu saya bisa mencontoh gayanya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMaafkan Pangeran Uni. Pangeran bener-bener gak sekeren tulisannya. Gagal paham, mi. Tapi, dari ceritanya. Nyaman aja, untuk dibaca. Tapi, untuk difahami, mungkin butuh tau.
BalasHapusIni akunya si Soniakan. Tapi, kenapa delusional. Entahlah. Pangeran jadi penasaran sama isinya.
Mungkin Pangeran bakalan baja dikeheningan malam. Saat jomblo berarak tidur.
Keren ceritanya. Pangeran suka sama bahasa yg dipake. "Tegas."
Pangeraaaan wortel selamat dataaang, akhirnya komen juga di sini, T.T
HapusAku pun masih banyak belajar, kita sama-sama belajar, yah. Dan oh, iya, si aku itu Sonia. :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusini cerita tentang dua oarang mantan yang dulu sempet pacaran ,terus sekakrang jadi sahabat ya ?
BalasHapusyang gue tangkep setelah membacanya sih itu, kalau gue salah mengertikan maafkan ya, namanya juga manusia tak luput dari yang namanya kesalahan. hehehe
ceritanya sih asik menarik, tapi entah kenapa gue gagal paham, mungkin gue bacanya kurang teliti kali ya. :)
Iya, bener kok. Dua orang mantan - Sonia dan Musa, yang ketemuan di KRB dan Sonia ini ceritanha curhat tentang sahabat dia yang jadi sering melamun.
HapusMemang banyak yang gagal paham, nih, aku perlu banyak belajar lagi kayaknya. :)
Dibacanya ini seriusan renyah sekali. sepertinya aku harus banyak belajar dari tulusanmu mbak heheh salam kenal
BalasHapusApalah artinya renyah kalau kurang bumbu dan kurang rasa.. jadi nggak bisa dinikmati, tho . Hahaha. Tulisan renyah isi acak adut, payah bet aku. Eh btw makasih udah mampir dan baca. Semoga betah dan salam kenal juga. -Uni
HapusAh, sahabat delusional, gue punya tuh, tapi bedanya kalau temen gue itu dia delusi soal punya pacar, di BBM dia masang nama cewek lain, padahal cewek itu bukan siapa-siapanya dan orang yang bahkan tidak saling kenal dengannya, tapi dia mengakui itu pacarnya, haduh, dan itu terjadi dua kali sampai sekarang -_-
BalasHapusOh iya, itu sahabatnya Sonia ibunya sendiri ya?
Muahahahaha yan kayak gitu kayaknya banyak, eh. Cewek-cewek fans kpop yg die hard juga suka delusi aktris korea jadi oppa-nya, imho. Tp ga masalah sih ya, delusi begitu. Selama ga berlebihan :)
HapusIya, ibunya. :)
Awalnya bingung tapi setelah dibaca sampai akhir kini aku sudah mengerti. Sahabat Sonia tak lain ibunya sendiri? Ya kan?
BalasHapusSonia bertemu lg dg mantannya si Musa. Mereka melepas penat sembari brrcerita ttg sahabat yg delusional. Keren ikh ceritanyaaaa
Trs cerpen ini menang gak??
Aaaaaak iyaaah, exactly! Main ideanya memang begitu, tapi banyak yang nggak nangkep, nih. Aku masih gagal menyampaikan pesan berarti, hehehe. Makasih kak sudah baca, ini masih jauh dari keren. X)
HapusEntahlah, pengumumannya Senin. Doakan yang terbaik aja, menang alhamdulillah, kalah innalillah. :)
bagus cerpennya, semoga menang :)
BalasHapusSemoga yang terbaik aja, deh. Kayaknya sih, belum pantes juga kalau ini menang, hehehe. Terima kasih sudah mampir.
Hapuswah bagus ceritanya, meski di awal agak sulit memahami dan perlu bolak balik bacanya tapi akhir.e paham juga..
BalasHapussemoga sukses deh buat lomba.e , semoga menang :)
Aku udah bisa dibilang gagal menulis ini, sih, kalau sampai pas dibaca berulang kali tetap ga dimengerti, hehehe. Jangan kapok main ke sini ya kak, dan terima kasih sudah baca. Semoga tulisanku di kemudian hari bisa lebih baik.
HapusKirain gue doang yang gagal paham dan harus ngulang2 bacanya. Eh ternyata banyak juga.haha
BalasHapus:((((((((( Yah, payah banget kan aku, masa bikin pembaca bingung. Sampai sekarang masih belum ngerti, kak? Anw, makasih sudah baca dan semoga tidak kapok main ke sini. :)
HapusTulisannya pake hati banget, nih. Gue bacanya tercengang.
BalasHapusMungkin ada beberapa diksi yang gue belum pernah baca sebelumnya, tapi karena itu gue jadi buka kamus. :)
Keren, kok. Gue paham maksudnya, emang karakter tulisan Uni begitu, kan? Teruskan!
Oiya, semoga menang. Gudlak. :D