Ambu,
Malam menjadi begitu panjang dengan doa-doa yang selalu dipanjatkan, Dan pagi menjadi sangat lama ketika kita menunggu suatu hal. Tapi semuanya bisa terlalu singkat jika kita lengah menunggu. Semacam petasan pada malam-malam sebelum pergantian tahun. Kita seperti anak kecil yang sejak siang begitu antusias membeli petasan, namun harus menunggu malam untuk meledakkannya, menungu hujan berhenti untuk menyalakan api, menunggu waktu yang pas pada pukul dua belas tepat, kemudian ketika tiba saatnya, mata kita justru terpejam, dan terbangun ketika semuanya telah berakhir, dengan langit kelabu dan sisa-sisa sampah petasan yang teronggok di sudut jalan.
Sekejap saja lelah menunggu, kita akan kehilangan momen itu.
Maka aku memilih berdiri di setiap jembatan yang ada di Bogor, barangkali bisa kutemukan batang hidungnya di salah satu perempatan jalan. Aku tak mau lengah menunggu Zi, sehingga kukorbankan waktuku untuk menunggunya di setiap jembatan yang kukunjungi. Sebagaimana yang ibunya ceritakan kemarin, Zi seringkali duduk sendirian untuk beberapa menit di jembatan manapun. Ia menyukai jembatan. Kata ibunya, Zi bilang jembatan itu ajaib. Jembatan seperti tangan Tuhan ; bisa menghubungkan dua hal yang sebelumnya terpisah. Dan Zi suka berdiri di jembatan. “Seperti dirangkul Tuhan,” katanya kepada sang ibu sebelum pergi.
Ambu, doakan aku, segera menemukannya, secepatnya.
Yang mulai lelah mencari, tapi masih setia menunggu;
Uni.
batang hidungnya!!
ReplyDeleteNyai kalau berkata-kata jadi mellow yah, anyway desain blog-nya berubah lagi Nyai??
terus kapan nolehnya ya nyai??
Percha: coba dipancing uang
ReplyDeleteMungkin ia akan menoleh dengan senang.