Sebelum membaca lebih lanjut, saya ingin mengajak kamu bertanya pada diri sendiri, Tujuan hidup kamu, apa sih?
Simpan dulu jawabannya dan mari baca cerita saya dalam mencari tujuan hidup.
__________________

Sebetulnya, sekarang ini saya lupa tujuan hidup saya apa. Bahkan tujuan untuk tetap hidup sepertinya sudah nggak ada. Tapi, bukan berarti saya ingin bunuh diri, ya.
Dulu, saya sering membuat catatan dalam satu buku. Isi dalam buku tersebut adalah ;
1. Perencanaan hidup sampai tahun 2050 : akan jadi apa, punya apa, ke mana saja, menikah di usia kapan, punya anak berapa, menyiapkan nama anak, meninggal kapan, semua sudah tertulis.
2. Resolusi per tahun : tentang hal-hal yang harus dilakukan selama satu tahun.
3. Evaluasi hidup setiap ulang tahun : mencatat semua kekurangan saya dan menulis apa saja kesalahan besar yang membuat orang lain terluka. Evaluasi ini menjadi catatan yang tidak boleh terulang.
4. Mencatat semua pengeluaran (materi) per bulan berdasarkan struk belanjaan : agar tahu presentase belanja saya meninggi, menurun, atau tetap.
5. Menulis apa-apa yang belum tercapai : seperti harus ke mana, dan mau melakukan apa.
6. Memberi tahu sebuah tempat di mana saya menginginkan untuk dimakamkan.
Bukunya tebal, dan sudah sampai jilid ke-sekian yang dituliskan dengan tulisan tangan. Saya penuh perhitungan, detail, dan selalu menyusun strategi terhadap segala sesuatunya. Karena sudah menuliskan apa mau saya, bagaimana cara mendapatkannya, dan menyusun rencana se-matang mungkin. Jadi, sering sekali apa yang saya mau, biasanya tercapai dengan tangan saya sendiri.
Kemudian saya, kita semua, sudah ada di pertengahan tahun 2014 masehi.
Sifat-sifat saya yang serba sistematis, seketika berubah. Saya membakar habis semua buku berisi perencanaan hidup tersebut. Saya berpikir bahwa catatan tersebut tak lagi penting dan mulai memegang teguh kalimat "Life for today, tomorrow is doesn't necessary."
Iya, hari esok tidak penting. Nikmati saja hari ini. Apa yang akan terjadi besok, tidak penting dipikirkan hari ini. Termasuk abai pada beberapa pertanyaan tidak penting seperti, "Kapan lulus?" "Kapan kerja?" "Berapa gaji per bulan?" "Kapan nikah?" Dll, yang sering sekali tetangga atau kerabat tanyakan. Tapi, biar pun saya bisa cuek pada pertanyaan di atas, saya kepikiran dengan pertanyaan yang berkecamuk dalam diri saya, yang kadang sampai membuat pusing.
Pertanyaan macam : Untuk apa saya sarjana? demi mendapat kerjaan? Lalu, untuk apa kerja? Mencari uang, mengisi waktu luang, sebagai rutinitas, atau apa? Lantas kalau harus bekerja, harus juga mengejar mimpi? Untuk apa mengejar mimpi? Mimpi saya apa? Kalau tak ada mimpi, apa harus mengakhiri masa lajang dengan menikah? Kenapa harus menikah? Kenapa harus ini itu, Kenapa?
Pertanyaan dari otak tersebut, cuma bisa saya yang menjawabnya. Sayang, konflik batin ini berakhir dengan jawaban dari hati saya yang menjawab "Tidak tahu. Tidak peduli."
Dulu, jauh sebelum banyak pertanyaan ini, saya adalah orang penakut. Terlalu penakut dan bagusnya, membuat saya berhati-hati.
Saya sedikit makan, karena takut barangkali makanan tersebut tak sehat. Saya susah tidur bukan karena insomnia, tapi memaksakan diri untuk tetap terjaga, karena saya takut ketika tidur, tak bisa terbangun lagi sementara impian saya belum tercapai. Saya termasuk anak yang tertutup membicarakan impian, karena takut jika, impian tersebut tidak terjadi, atau bagaimana bila impian dan gagasan saya akan diambil orang? Saya enggan berurusan dengan cinta, takut akan sakit hati.
Saya juga tak mau menjadi anak yang biasa saja, karena takut kolom CV kosong dan tak ada perusahaan yang mau memilih saya. Takut melangkah jika dalam perjalanan saya meraih mimpi, ada lubang besar atau tembok tinggi. Sedikit bergaul karena takut akan ocehan bahwa saya tidak cantik, gemuk, kecil, dan kata-kata fisik lainnya. Takut menulis karena bisa saja tulisan saja jelek dan tak siap dicaci-maki. Saya hanya berani tersenyum dan menyembunyikan perasaan lain, karena takut orang akan menjauhi saya.
Segala ketakutan tersebut membuat saya tidak nyaman dengan diri sendiri.
Tapi, kemudian, ketakutan itu hilang begitu saja. Membuat saya malah menjadi apatis dan tidak peduli. Saya tak takut menangis jika sedih, tak takut meluapkan amarah ketika marah, tak takut kecewa jika tidak dihargai, menjadi lebih berekspresi tanpa takut akan dijauhi. Saya mulai menulis tentang apa yang saya pikirkan. Saya berani mengambil keputusan untuk meninggalkan (pekerjaan/teman/dll) ketika saya tidak suka. Makan sepuasnya tak peduli waktu dan menu, tak takut dicap gemuk dan lainnya. Saya bermalas-malasan, tak melakukan kegiatan positif, dan tak peduli saat ibu bilang bahwa hidup saya akan sia-sia jika saya begini terus. Saya sudah berada di titik di mana saya terlalu nyaman dengan kondisi (buruk) saya yang tidak melakukan apa pun, diam diri di rumah berhari-hari.
Melupakan semua target dan impian selama ini.
Mengubur mimpi besar.
Menghapus apa apa yang diinginkan.
Melepaskan hal-hal yang terikat tapi tak membuat bahagia.
Bahkan, saya berpikir mungkin akan sangat menyenangkan jika meninggal sekarang.
Saya seperti ada di tengah jalan dan kehilangan tujuan, lupa hendak ke persimpangan mana, tak mau berbalik arah, tak mau melangkah maju, memilih berdiam diri di tempat, diam terus biar pun diselimuti kegelapan, diam, diam, diam, sampai lupa tujuan, dan kemudian merasa bosan.
Lalu saya bertanya pada seorang teman tentan tujuan hidup. Dan katanya, semua makhluk hidup pasti punya tujuan. Ketika mereka punya tujuan, pasti punya target. Hm, saya kembali berpikir.
Lalu, apa tujuan hidup saya?
Pelan-pelan, dalam kebosanan ini, saya melihat sebuah cahaya, saya melangkah, menuju salah satu jalan di antara sekian persimpangan, dan berharap jalan tersebutlah yang akan menuntun saya menuju tujuan hidup saya.
•••
Saya kini tahu, tujuan saya adalah untuk mati, meninggal. Saya sudah bosan hidup. Dan setelah meninggal, ternyata ada kehidupan lain. Saya mau hidup di surga atau neraka? Ke mana? Kapan? Bagaimana caranya?
Oke, jadi tujuan saya mati, targetnya ke surga. Untuk mencapai tujuan dan meraih target ini, yang saya lakukan adalah memperbaiki diri saya, mendekatkan diri pada Tuhan dengan cara beribadah yang rajin, membaca, menghafal, dan mengamalkan isi kitab suci, bersedekah, berzakat, mengajak orang untuk lebih dekat dengan Tuhan, dan melakukan hal-hal bermanfaat yang dapat menambah pahala.
Nah, untuk melakukan hal yang bermanfaat, saya harus punya ilmu. Untuk itu saya bersekolah, mengejar gelar. Agar gelar bisa membawa saya pada sebuah pekerjaan yang mendatangkan uang. Dan uangnya bisa dipakai untuk sedekah. Saya juga harus makan, harus tidur, harus bersosialisasi, agar maksimal ketika bekerja. Agar pekerjaan saya bermanfaat. Kemudian saya dapat pahala.
Dan saya beruntung sekali menyadari ini menjelang Ramadan. Saya ingin, sebenar-benarnya ingin, menjadi anak yang lebih baik, semakin baik, terus baik, agar saya bisa mendapat surgaNya.
Sampai di sini, saya tahu tujuan hidup saya.
Bagaimana dengan kamu, sudah tahu tujuan hidupmu, apa?
____________________
"Orang cerdas adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian," -HR. Turmuzi-
Cibinong, H-9 menjelang Ramadan, 1435H | mari memperbaiki diri untuk datang ke surga-Nya.
hidup untuk mati juga perlu persiapan loh. ;)
BalasHapuskelihatannya harus bikin perencanaan detail lagi karena tujuan akirnya sulit diraih kecuali bisa istiqomah di jalan kebaikan.
Iya bunda Susi, betul banget. Itu makanya aku sebutin hal apa aja yang harus dilakuin sebelum mati, hehe. Harus istiqomah ih (*.*)9
HapusAllah Swt menciptakan manusia agar ibadah. Oleh karena itu manusia selayaknya menyelaraskan tujuan hidupnya dengan tujuan Tuhan menciptakan manusia.
BalasHapusIbadah bukan hanya sholat, puasa, zakat, naik haji saja tetapi juga ibadah dalam arti luas. Menyingkirkan duri dari jalanan umum juga ibadah, berkata baik, berbuat baik, berbakti kepada orangtua, menuntut ilmu, sedekah juga termasuk ibadah.
Yuk kita abadikan penggalan-penggalan sejarah hidup kita dalam buku untuk kenangan anak-cucu kelak.
Salam hangat dari Surabaya
Aaaah Pakde >.< betul banget! Abadikan sejarah dalam buku, ini memotivasi Uni biar makin semangat nulis. Makasih ya Pakde :')
HapusBenar kata pakde CHolik, manusia diciptakan agar beribadah kepada Allah...
BalasHapusIya, benar. Tapi kalau lagi gelap mata dan cinta dunia, kita suka nggak sadar hehehe. Yuk sama sama memperbaiki diri :)
HapusAaah Uni, aku juga masih tanya-tanya apa tujuan aku hidup? Tulisan Uni bagus, sekarang aku mulai ada gambaran sedikit apa tujuan aku hidup :)
BalasHapusJadi, apa tujuan hidup kamu? :))
Hapusgue juga mau masuk surga kak:))
BalasHapusYuk perbaiki diri, biar bisa masuk surga bareng-bareng :)
HapusNice post;)
BalasHapusThanks. Semoga bermanfaat ya :)
HapusAh tujuan hidup emg konflik batin bgt. Dan postingan ini menginspirasi. Nice! :)
BalasHapusJadi, sudah tahu tujuan hidupmu apa?
Hapus