"Cantikan mana, dia apa aku?"
"Kurang tahu deh. Katanya sih dia cantik, pintar, dan dia itu ketua organisasi himpunan di fakultasnya."
Pembicaraan empat orang wanita di pojok kantin terdengar riuh. Aku tak sengaja mendengarkan obrolan para wanita yang tidak aku kenali. Untuk hari ini aku harus menumpang makan siang di kantin fakultas sebelah karena harganya lebih terjangkau. Sepertinya mereka sedang membicarakan salah satu perempuan dari fakultas lain yang baru-baru ini berpacaran dengan teman lelaki mereka.
Jus alpukat pesananku datang. Kubuka novel Nicholas Sparks dalam bahasa aslinya dan menyiapkan satu kamus di samping jus alpukat milikku, lalu mulai membaca.
"Oh iya, selain ketua himpunan, dia juga aktif di tiga kegiatan lain,"
Pembicaraan empat wanita itu kembali mengusikku. Mereka bergosip tanpa mengecilkan volume suara mereka. Kuputuskan untuk pura-pura membaca, menatap ribuan kosakata dalam novel padahal telingaku siaga mendengarkan percakapan mereka.
"Sebentar. Kalau dia ketua himpunan, harusnya dia terkenal, dong. Aku bingung, kenapa Indra lebih memilih dia daripada aku."
Aku menoleh, melihat siapa yang baru saja menyebut nama Indra. Seseorang berbaju hijau muda, dengan dengan celana jeans dan jam tangan bermerek di lengan kirinya. Aku kembali menutup wajahku dengan novel yang sedang kupegang.
"Katanya dia seperti mahasiswa biasa lainnya. Dia terlalu 'low profile' . Itu sih, katanya orang-orang."
"Yaudah sih, cocok kok. Indra dan Anita itu sama-sama populer, apa salahnya mereka pacaran. Dan maaf saja, dia lebih cantik dari kamu, sepertinya."
Teman satunya, yang berbaju putih berujar. Si baju hijau mengerutkan dahinya, tak setuju dengan ucapan temannya.
"Nggak bisa dibiarkan. Aku harus rebut lagi hatinya Indra. Nyesel sih, kenapa ya aku putusin dia waktu itu. Pokokknya aku harus bisa buat Indra bersamaku lagi!"
Si baju hijau berujar sambil menggebrak meja kantin. Beberapa orang menoleh, tapi kembali mengabaikannya. Aku juga sempat menoleh, terkejut dengan suara yang di hasilkan dari gebrakan tersebut. Lalu telepon selulerku berbunyi saat mereka masih sahut-menyahut memberikan pendapat. Aku tidak memedulikannya lagi, segera membalas pesan singkat yang masuk. Bip. Terkirim.
"Nitaaa...!"
Seseorang memanggil, aku menurunkan novel dari pandanganku dan melihat seseorang yang baru saja kubalas pesannya.
"Cepat sekali sudah datang kesini. Baru saja aku balas pesanmu. Jadi jalan nggak?"
Tanyaku padanya. Ia mengambil jus alpukat milikku. Wajar sebetulnya ia datang cepat, sebab ini kantin fakultasnya.
"Yuk. Sekarang aja."
Ia segera berdiri, membayar uang jus alpukat dan aku mengikuti dari belakang. Ia sedikit menoleh pada empat wanita yang memerhatikan kami, lalu ia melambaikan tangannya, berpamitan pada mereka.
"Jadi itu pacar barunya Indra?! Kenapa kita nggak kenal wajahnya sih, tadi dia denger nggak ya kita ngomongin dia?!"
Aku masih bisa mendengar ucapan empat wanita yang tak bisa mengecilkan volume suaranya tersebut.
Seketika senyumku merekah. Jadi... Wanita yang mereka maksud itu, aku? Aku terlalu fokus dengan pembicaraannya, sampai tidak sadar siapa orang yang sedang dibicarakan.
"Kurang tahu deh. Katanya sih dia cantik, pintar, dan dia itu ketua organisasi himpunan di fakultasnya."
Pembicaraan empat orang wanita di pojok kantin terdengar riuh. Aku tak sengaja mendengarkan obrolan para wanita yang tidak aku kenali. Untuk hari ini aku harus menumpang makan siang di kantin fakultas sebelah karena harganya lebih terjangkau. Sepertinya mereka sedang membicarakan salah satu perempuan dari fakultas lain yang baru-baru ini berpacaran dengan teman lelaki mereka.
Jus alpukat pesananku datang. Kubuka novel Nicholas Sparks dalam bahasa aslinya dan menyiapkan satu kamus di samping jus alpukat milikku, lalu mulai membaca.
"Oh iya, selain ketua himpunan, dia juga aktif di tiga kegiatan lain,"
Pembicaraan empat wanita itu kembali mengusikku. Mereka bergosip tanpa mengecilkan volume suara mereka. Kuputuskan untuk pura-pura membaca, menatap ribuan kosakata dalam novel padahal telingaku siaga mendengarkan percakapan mereka.
"Sebentar. Kalau dia ketua himpunan, harusnya dia terkenal, dong. Aku bingung, kenapa Indra lebih memilih dia daripada aku."
Aku menoleh, melihat siapa yang baru saja menyebut nama Indra. Seseorang berbaju hijau muda, dengan dengan celana jeans dan jam tangan bermerek di lengan kirinya. Aku kembali menutup wajahku dengan novel yang sedang kupegang.
"Katanya dia seperti mahasiswa biasa lainnya. Dia terlalu 'low profile' . Itu sih, katanya orang-orang."
"Yaudah sih, cocok kok. Indra dan Anita itu sama-sama populer, apa salahnya mereka pacaran. Dan maaf saja, dia lebih cantik dari kamu, sepertinya."
Teman satunya, yang berbaju putih berujar. Si baju hijau mengerutkan dahinya, tak setuju dengan ucapan temannya.
"Nggak bisa dibiarkan. Aku harus rebut lagi hatinya Indra. Nyesel sih, kenapa ya aku putusin dia waktu itu. Pokokknya aku harus bisa buat Indra bersamaku lagi!"
Si baju hijau berujar sambil menggebrak meja kantin. Beberapa orang menoleh, tapi kembali mengabaikannya. Aku juga sempat menoleh, terkejut dengan suara yang di hasilkan dari gebrakan tersebut. Lalu telepon selulerku berbunyi saat mereka masih sahut-menyahut memberikan pendapat. Aku tidak memedulikannya lagi, segera membalas pesan singkat yang masuk. Bip. Terkirim.
"Nitaaa...!"
Seseorang memanggil, aku menurunkan novel dari pandanganku dan melihat seseorang yang baru saja kubalas pesannya.
"Cepat sekali sudah datang kesini. Baru saja aku balas pesanmu. Jadi jalan nggak?"
Tanyaku padanya. Ia mengambil jus alpukat milikku. Wajar sebetulnya ia datang cepat, sebab ini kantin fakultasnya.
"Yuk. Sekarang aja."
Ia segera berdiri, membayar uang jus alpukat dan aku mengikuti dari belakang. Ia sedikit menoleh pada empat wanita yang memerhatikan kami, lalu ia melambaikan tangannya, berpamitan pada mereka.
"Jadi itu pacar barunya Indra?! Kenapa kita nggak kenal wajahnya sih, tadi dia denger nggak ya kita ngomongin dia?!"
Aku masih bisa mendengar ucapan empat wanita yang tak bisa mengecilkan volume suaranya tersebut.
Seketika senyumku merekah. Jadi... Wanita yang mereka maksud itu, aku? Aku terlalu fokus dengan pembicaraannya, sampai tidak sadar siapa orang yang sedang dibicarakan.
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)