Usi,
Membaca surat yang kau layangkan padaku tempo lalu, membuatku tertawa pilu. Sudah kenal lebih dari tujuh ratus dua puluh hari, masih saja mengenai cinta dan sejumlah tanya tentangnya yang meraung-raung dalam pikiran kita.
Cinta.
Benar apa katamu, cinta seharusnya ya cinta saja, tak perlu ada alasan atau bualan yang mengekor. Aku setuju akan itu. Tetapi isi suratmu banyak sekali kalimat-kalimat penuh pernyataan yang ingin kubantah. Semoga kau tak membacanya dengan dada yang resah jikalau ada kata-kataku yang memanah.
Pertama, jika kita telah mengambil langkah untuk mendeklarasikan cinta, akan selalu ada yang terluka, meski dideklarasikan dengan cara yang baik atau lancang sekalipun. Maka sampaikanlah pada orang-orang yang terluka hatinya, bahwa mereka harus rela melepas, dan memunyai rasa ikhlas biar tidak ada luka yang berbekas.
Kedua, waktu kau katakan untuk tak lagi percaya pada cinta pun harapan, sejatinya aku menyetujui rencanamu. Mari belajar untuk tak percaya pada apa pun, pada siapa pun. Kupikir kita berdua telah bertemu dengan cinta yang beraneka ragam, dan kita telah jutaan kali tertusuk jarum bernama kekecewaan, penyesalan, pengkhianatan, dan segala kesakitan yang menusuk titik terlembut kita ; hati. Mari kita belajar untuk tak pernah percaya pada cinta apalagi harapan. Percaya saja pada Tuhan. Tapi tunggu dulu, tidak memercayai keduanya, tak apa, hanya saja kau tidak boleh melenyapkan cinta pun harapan di dalam hatimu.
Ketiga, ini adalah kalimat klise yang selalu kita dengar sejak kali pertama mengenal cinta; bahwa ketika jatuh cinta, kita harus siap untuk patah hati. Pada mulanya aku mengiyakan kalimat tersebut, dan merasakannya sendiri sehingga untuk kembali mencintai, aku ketakutan, gemetar, dan ingatan yang nanar kembali menguar. Aku tak siap patah hati tersebab sakitnya tak pernah bisa diprediksi kapan sembuhnya. Namun setelah aku sembuh dan bertemu dengan cinta yang baru, dia mengajarkan aku satu hal, bahwa cinta itu semestinya tergantung pada apa tujuanmu mencintai.
Begini. Banyak orang yang mencintai untuk dicintai, ada juga yang mencintai untuk mencari apa yang tidak mereka miliki, dan tentunya tujuan setiap orang itu berbeda. Nah, bagaimana denganmu, Usi? Aku belakangan ini mengubah tujuanku mencintai. Kau tahu betul, semula aku tak mau mencintai siapa pun lagi, kecuali setelah bertemu dengan lelaki yang sejujurnya tidak aku kenal dengan baik.
Tetapi aku mengubah tujuanku mencintai, yaitu untuk membahagiakan. Jadi, aku mencintainya untuk membahagiakan diriku, dirinya (semoga ia mendapat sedikit rasa bahagia setelah mengenalku), dan orang-orang di sekelilingku, tak peduli kala cinta yang datang darinya terbentang banyak perbedaan. Kadang aku dihasut oleh amarah, lain hari dirundung rasa takut kehilangan, lebih parah ketika aku cemburu, tetapi aku selalu kembali kepada tujuanku mencintainya; untuk membahagiakan. Dan karena tujuan itulah, aku tak lagi mengalami patah hati. Dia bebas melakukan apa saja dengan siapa saja, sementara aku tetap mencintainya seraya melafalkan doa-doa bahagia untuknya. Dan itu membahagiakan, setidaknya untukku.
Semoga kau menemukan tujuan dalam mencintai.
Keempat, cinta tidak pernah salah. Tak usah kita memusingkan apakah datang di saat yang tepat, apakah tiba di waktu yang benar, atau apakah jatuh pada tempat yang tepat, tak usah dihiraukan. Cinta seharusnya ya cinta saja, tanpa alasan, tanpa bualan, tanpa kepalsuan, pun tanpa penjelasan. Bahkan, di kondisi tertentu, semestinya cinta tak butuh kepastian.
Cinta seharusnya ya cinta saja, Usi.
Kuhrap kau mengerti dan memahami isi suratku. Bila kau jemu pun tak setuju, silakan telepon saja aku, atau kita bisa atur waktu untuk bertemu kembali. Kita bisa berdiskusi soal cinta sambil meminum kopi di salah satu kafe yang paling sunyi.
Ps : Siapa sekarang yang hatinya paling kuat setelah disakiti berkali-kali... kau, atau aku?
Dosa baca beginian malem-malem. Pffffttt. Jleb amat.
BalasHapusSetuju, Uni! Gue juga mulai paham apa itu cinta. Halah. Kecocokan jiwa juga penting ketika jatuh cinta. Terjadi ya terjadi saja. Ngerasa cocok entah apa alasannya~
Udah, ah. Nggak mau sotoy. Cuma mau komen. Hahaha.
Cinta ya cinta, dia bisa datang kapan saja.
BalasHapusahh cinta selalu meninggalkan sejuta tanya :))
BalasHapuscinta itu memang ribet. dia datang tanpa alasan, dia nggak bisa melihat, dan dia pergi dengan meninggalkan sejuta tanya. dan orang2 yang bisa menyakiti kita dengan damage tertinggi justru adalah orang2 yang kita cinta..
BalasHapuscinta itu terlalu rumit
BalasHapusdikejar belum tentu dapet
di rumah saja, kadang ada yang menghampiri :D
begitulah cinta, deritanya tiada akhir
BalasHapus-Chu Fat Kai
Salaah ini bacaa tulisaan ini jadi bikin mikiiirrr
BalasHapus