Selamat pagi
dari Bogor, Ambu.
Belum mau
membalas suratku? Aku tahu surat pertamaku sampai ke rumahmu di Brighouse, UK.
Kurir pos mengatakannya padaku bahwa surat itu terkirim. Perihal sampai di
tanganmu, sudah atau belum dibaca, itu urusan belakangan. Kurir sempat bertanya
mengapa aku tak berkabar denganmu lewat Skype atau surel, tapi kukatakan
padanya, begini adalah cara yang romantis. Sayangnya aku tak sabar menunggu
balasanmu, Ambu. Aku terpaksa lebih dulu mengirimkan surat keduaku, dan semoga
matamu masih sehat untuk membacanya.
Begini, Ambu.
Kemarin telepon
rumahku berdering dan seseorang di sebrang sana mengaku, mencari Zi. Ia
mengatakan kalau ia adalah bos yang pernah bekerja dengan Zi beberapa tahun
lalu. Dia bilang, mencari Zi dan ingin sekali menyuruhnya kembali bekerja
karena, perempuan yang tangguh dan ulet seperti Zi kini sudah langka sekali.
Kukatakan padanya, aku tidak bisa berjanji akan menyampaikan pesan tersebut,
sebab, aku pun tak tahu dia ada di mana sekarang.
Kau tahu ada di
mana dia? Bosnya bercerita, dulu sekali, awal tahun 2010 (kalau ia tidak salah
mengingat), Zi memulai bekerja di sana. Sebuah perpustakaan berukuran sedang
yang memiliki banyak sekali buku berbahasa Inggris, lengkap dengan wifi dan
ruang berpetak-petak untuk mengadakan acara. Zi suka berada di sana sejak
perpus dibuka, dan pulang saat perpus tutup. Aku pernah membaca buku harian Zi,
tentang betapa bahagianya ia berada di sana. Pernah sesekali ia merasa tersudut
karena semua pegawai di sana non muslim kecuali dia, tapi toleransi mengutuhkan
mereka. Ia juga pernah menuliskan, bahwa semuanya berawal dari sana, pengalaman
baru yang tidak akan pernah ia dapatkan di tempat lain. Ia belajar banyak hal,
bagaimana menata buku dengan baik, menyampul dengan sepenuh hati, menyortir
buku yang baru saja datang dari Amerika, dan bagaimana mengajarkan anak-anak
setempat untuk membaca. Ia menyukai momen-momen saat anak-anak mulai mengantuk
ketika ia membacakan buku dongeng. Separuh bahagianya tercipta di sana, di
perpustakaan itu.
Belakangan
kutahu, terakhir dia di perpustakaan itu, ketika kali pertama ia membawa
pacarnya ke sana, dan ada sedikit pertikaian, entah, lalu ia pulang. Lusa ia
kembali ke perpustakaan itu, meminta maaf untuk hal-hal yang tidak dapat
dijelaskan, kemudian ia berpamitan. Seorang rekan bertanya ke mana pacarnya dan
mengapa tak menjemput, tapi ia hanya terseyum seadanya dan berkata kalau mereka
telah berpisah. Sejak itu dia pergi, batang hidungnya menghilang begitu saja.
Ambu, jika
suatu hari kau bertemu dengannya, sampaikan pesan bahwa orang-orang di
perpustakaan itu merindukannya, dan suruh ia lekas kembali, jangan menghilang
tanpa kabar, dan membuat jarak seakan ia sudah tidak lagi di muka bumi. Ah,
sungguh sikapnya itu membuatku kesal. Kalau saja ia paham bahwa tindakannya
sama seperti lepas dari tanggung jawab, pasti ia akan meminta maaf. Dia tahu
itu. Dia benci lalai. Semoga Ambu belajar dari kesalahan Zi, agar tak lalai
dari tanggung jawab. Semoga saja hidupmu yang sekarang jauh lebih baik dari Zi,
ya.
Kusudahi dulu suratku, sebentar lagi aku akan turun di Jembatan Merah
-tidak jauh dari stasiun, untuk membeli buah. Rencananya aku akan datang ke
perpustakaan itu, hari ini. Dan sungguh canggung jika datang dengan tangan
kosong, jadi kuputuskan untuk membeli buah. Kau tahu, pedagang buah di sini
selalu jujur dan ramah, aku senang berbelanja pada mereka.
Sincerely,
Uni
Uni
Teh uni ini tulisannya keren. :')
ReplyDeletejadi malu liat tulisan yang bagus kaya gini
ReplyDeletedi bandingkan tulisan saya yang masih ancur hehehe
Hmmm, pengen bisa buat tulisan kayak tulisan uni,hiks...
ReplyDelete@rin_mizsipoel
Un.. Testing, tes tes, Un. Cakep, Un, tes tes. I'm not robot. But, kamu tetap kece, eh tulisanmu.
ReplyDeletehttp://www.cewealpukat.me/