![]() |
was taken from here |
Bismillah. Ini
belum akhir tahun, tapi kenapa sudah saya ucapkan "selamat tinggal?"
Jawabannya bisa kamu baca di sini.
Nah, karena
itulah, ini menjadi tulisan terkahir saya di blog pada tahun 2014. Kenapa
memutuskan untuk rehat menulis? Hm. Banyak, ada beberapa pertimbangan yang
tidak mampu saya jelaskan. Berat, memang, mengingat saya produktif sekali dan
hampir setiap hari menulis, tapi terpaksa saya padamkan semangat itu selama
satu bulan ke depan. Hiks. *ambil tisu*
2014 bagi saya
seperti menjadi ‘kebangkitan’ untuk kembali semangat hidup. Saya menemukan saya
yang berbeda, dan 2014 menjadi saksi perbedaan itu, setelah 2013, menjadi
sebuah pondasi dalam re-branding terhadap diri sendiri. Iya, pada tahun 2013
saya memutuskan memakai nama Uni Dzalika, yang fungsinya lebih dari sekadar
nama pena. Semacam melahirkan saya yang baru, dan mengubur sosok yang dulu. Kenapa memangnya dengan yang dulu?
Ini konteksnya berbicara tentang
sifat saya, ya. Bukan soal nama. Saya suka sekali dengan nama Dzalika Chairani,
dan sangat suka dengan panggilan ‘Dza’ karena terdengar romantis. Tapi
seseorang yang dipanggil Dza selama empat tahun terakhir, lebih baik saya
bunuh. Ini, mungkin bisa menjadi jawaban untuk teman-teman yang bertanya,
kenapa saya nggak mau lagi dipanggil Dza?. Well, kita semua pernah punya masa
lalu yang pahit, dan masa lalu Dza berasal dari kisah yang terlalu bodoh. Kamu
bisa baca kisah lengkapnya di buku antologi A Cup of Tea Cinta Buta terbitan
@Stiletto_Book dan bisa langsung order di sana, atau PO lewat saya dapat diskon
10% #IklanDulu #PromoTerus .
Balik serius
nih, pada Uni Dzalika, Tidak ada satu pun semua sifat Dza. Dan entah kenapa,
saya selalu deg-deg-an kalau masih ada yang memanggil Dza. Tiba-tiba mau nangis
aja, dan nyesek mendadak. Hehe. Sekali lagi, bukan soal nama, tapi pada sebuah
panggilan tersimpan ribuan memori. Dan memori dalam nama Dza itu banyak banget
; tentang guru-guru yang wafat lebih dulu, tentang Mas Iit (senior) yang wafat,
tentang penghianatan teman, tentang sertijab organisasi yang mengecewakan,
tentang kisah cinta yang kandas, dan lain-lain. Satu lagi, bedanya Dza dengan
Uni ini, soal passion.
Semua orang
punya passion, yang, jika dijalankan akan sangat menyenangkan. Tapi buat saya, PRESETAN dengan passion. Dza suka sekali berbaur dengan banyak orang, menjadi
pusat perhatian di ruang ramai, dan passion saya dulu, menjadi pembicara,
presenter, MC, atau moderator. Saya mati-matian menguasai publik speaking sejak
SMA, ikut training, seminar, workshop, pelatihan, mencoba mengjaukan diri
menjadi MC acara, dan terus berlangsung sampai kuliah. Saya suka waktu orang
mengenal saya sebagai "Oh, kamu yang waktu itu jadi MC, ya?" .
Selangkah lagi, saya bisa mengejar impian saya : bekerja di salah satu statiun
televisi sebagai presenter. Sayangnya, di tahun 2013, setelah saya patah hati,
dan setelah kakak saya berkali-kali ‘memaksa’ untuk menjadi penulis, saya
memutuskan untuk mengubur hidup-hidup passion saya. Mungkin kakak saya lupa,
bahwa menulis dan menjadi pembawa acara adalah dua dunia yang berbeda. Menulis
butuh kesendirian, MC harus menghadapi kermaian. Dan ketika saya memutuskan
berkecimpung di dunia tulis menulis, saya menjadi begitu tertutup. Lebih suka
bekerja di belakang layar, menjadi insecure, mudah panik, selalu membaca
situasi dari segala sudut pandang, dan begitu asing dengan 'Dza' -saya yang
dulu. Kalau dalam permainan catur, Dza itu Ster. Uni adalah Kuda.
1.
Menjadi diri sendiri tapi dibenci orang-orang, atau
2. Menjadi orang lain tapi disukai banyak orang,
2. Menjadi orang lain tapi disukai banyak orang,
Dan saya pilih yang kedua. Waktu itu sosok
Dza tidak banyak diterima orang, karenanya saya lebih mau menjadi apa yang saya
tidak suka, tapi orang lain nyaman dengan saya. Begitulah. Tapi bukan berarti
saya menyesal, sama sekali tidak. Saya suka saya yang sekarang, dan menikmati
hidup masa ini. Seperti yang saya katakan di awal, 2013 menjadi awal saya
memakai Uni Dzalika. semacam re-branding. Dza dan Uni adalah orang yang sama
tapi sifatnya jauh berbeda. Saya suka saya yang dulu, tapi saya nyaman dengan
saya yang sekarang. Nah, jadi teman-teman mengerti, ya, kenapa saya sudah nggak
mau lagi dipanggil Dza? :)
Kembali soal kilas balik hidup
saya, 2014 ini menjadi tantangan tersendiri karena setiap saya menulis , ada
aja yang komen "kok tulisannya gini?" atau, "apaan sih ini?” dan
komen lain yang mengharuskan saya berpikir ekstra supaya menulis lebih baik. Oh
ya, buat kamu yang bilang tulisan saya bagus karena saya berbakat, atau karena
ini passion, kamu salah besar. Saya tidak berbakat dan to be honest writing
isn't my passion as I explained before. Dan saya nggak akan bisa bertahan untuk
tetap menulis kalau bukan karena orang-orang terdekat yang selalu memberi
dukungan. Jadi, sesuai judul postingan ini, kepada mereka lah, saya ingin
ucapkan terima kasih :
1. @jungjawa
Iya, nomor satu untuk Jungjawa, Mahasiswa Teknik yang bisa desain grafis. Saya kenal dia Juli 2013 dan dia orang pertama (di dunia maya) yang percaya dengan kemampuan saya. Dia selalu tahu caranya meyakinkan bahwa saya berharga. Dia buat saya sadar bahwa tidak boleh sedih berlarut-larut. Dia datang di saat yang sangat tepat, ketika sangat terpuruk, dan dia ada, membuka pemikiran saya bahwa menghargai diri sendiri adalah yang paling penting di atas segalanya. (Dan menulis ini kembali mendatangkan airmata saya karena ingat dulu) :( . Membahas dia nanti akan ada postingan tersendiri, deh.
Iya, nomor satu untuk Jungjawa, Mahasiswa Teknik yang bisa desain grafis. Saya kenal dia Juli 2013 dan dia orang pertama (di dunia maya) yang percaya dengan kemampuan saya. Dia selalu tahu caranya meyakinkan bahwa saya berharga. Dia buat saya sadar bahwa tidak boleh sedih berlarut-larut. Dia datang di saat yang sangat tepat, ketika sangat terpuruk, dan dia ada, membuka pemikiran saya bahwa menghargai diri sendiri adalah yang paling penting di atas segalanya. (Dan menulis ini kembali mendatangkan airmata saya karena ingat dulu) :( . Membahas dia nanti akan ada postingan tersendiri, deh.
2. @SiOchoy
Ochoy itu, awalnya saya nggak kenal, siapa. Tapi di sebuah grup menulis saat sedang sesi ngobrol, Cicik bilang "Untuk sembuh kamu perlu lihat yang seger-seger deh. Coba cek akun ini." Pas saya cek, ya... Lumayan terhibur. Ochoy itu ganteng, twit-twit-nya asik, blognya menarik, dan baik. BAIK BANGET. Saya pernah buat postingan tentang dia sebelumnya. Silakan ubek-ubek, ya.
Ochoy itu, awalnya saya nggak kenal, siapa. Tapi di sebuah grup menulis saat sedang sesi ngobrol, Cicik bilang "Untuk sembuh kamu perlu lihat yang seger-seger deh. Coba cek akun ini." Pas saya cek, ya... Lumayan terhibur. Ochoy itu ganteng, twit-twit-nya asik, blognya menarik, dan baik. BAIK BANGET. Saya pernah buat postingan tentang dia sebelumnya. Silakan ubek-ubek, ya.
3. @poetrazaman
Dulu, sebelum kami sama-sama tenar di masa sekarang #Uyeaah , kami rajin diskusi soal menulis dan dia sering mengingatkan saya. Katanya, “Masa lalu beserta kenangan pahit itu nggak perlu dilupain, cukup lapangkan hati kamu untuk memaafkan apa yang sudah terjadi.” Dan saya mulai belajar untuk memaafkan. Sammy itu udah kayak abang banget, nolongin soal tugas ini itu. Ngajarin EYD dan diksi yang baik. Ngasih info lomba nulis (yang mana setiap saya ikut lomba yang infonya dari dia, selalu menang) . Sekarang saya memang banyak forum diskusi, dan kami jarang ngobrol lagi, tapi Sammy akan selalu saya ingat sebagai guru pertama yang bisa membuat saya seperti sekarang ini.
Dulu, sebelum kami sama-sama tenar di masa sekarang #Uyeaah , kami rajin diskusi soal menulis dan dia sering mengingatkan saya. Katanya, “Masa lalu beserta kenangan pahit itu nggak perlu dilupain, cukup lapangkan hati kamu untuk memaafkan apa yang sudah terjadi.” Dan saya mulai belajar untuk memaafkan. Sammy itu udah kayak abang banget, nolongin soal tugas ini itu. Ngajarin EYD dan diksi yang baik. Ngasih info lomba nulis (yang mana setiap saya ikut lomba yang infonya dari dia, selalu menang) . Sekarang saya memang banyak forum diskusi, dan kami jarang ngobrol lagi, tapi Sammy akan selalu saya ingat sebagai guru pertama yang bisa membuat saya seperti sekarang ini.
4. @MahadewiShaleh
Kali pertama ketemuan di Bandung, saya terbengong-bengong, kenapa ada orang sebaik dia yang murah hati banget bagi ilmu ke saya. Ilmu yang kalau saya cari mesti ikutan seminar dan workshop, tapi bisa dapat gratis sama dia plus ditraktir makan segala. Aduh ini orang langka sekali. Dan dia bikin saya selalu mikir bahwa saya ini nggak ada apa-apanya, nggak boleh cepat puas.
Kali pertama ketemuan di Bandung, saya terbengong-bengong, kenapa ada orang sebaik dia yang murah hati banget bagi ilmu ke saya. Ilmu yang kalau saya cari mesti ikutan seminar dan workshop, tapi bisa dapat gratis sama dia plus ditraktir makan segala. Aduh ini orang langka sekali. Dan dia bikin saya selalu mikir bahwa saya ini nggak ada apa-apanya, nggak boleh cepat puas.
5. @Gembrit
Selebtwit paling ramah, asik, dan menyenangkan. Saya nggak pernah ingat awal kenapa saya suka sama selebtwit ini. Sedikit banyak, cerita-ceritanya membuat saya sadar kalau maa lalu saya cemen banget, nggak pantes galau lama-lama. Orangnya supel dan nggak sombong, dan isi blog nya banyak sekali ilmu yang bisa saya serap. Dan waktu itu seneng banget bisa kolaborasi cerpen, menang, dibukuin pula. Kamu bisa baca cerpen kami di buku Sembilan Sembilan Kosong. Beli dong, harganya murah kok bisa PO di saya #IklanLagi .
Selebtwit paling ramah, asik, dan menyenangkan. Saya nggak pernah ingat awal kenapa saya suka sama selebtwit ini. Sedikit banyak, cerita-ceritanya membuat saya sadar kalau maa lalu saya cemen banget, nggak pantes galau lama-lama. Orangnya supel dan nggak sombong, dan isi blog nya banyak sekali ilmu yang bisa saya serap. Dan waktu itu seneng banget bisa kolaborasi cerpen, menang, dibukuin pula. Kamu bisa baca cerpen kami di buku Sembilan Sembilan Kosong. Beli dong, harganya murah kok bisa PO di saya #IklanLagi .
Setelah itu, saya merasa sangat
bodoh kalau harus sedih berkepanjangan. Lalu saya mulai menenggelamkan diri
dalam tulis-menulis. Dan saya menemukan mereka, yang kalau di film-film, kayak
ada sebuah cahaya terus saya digiring untuk keluar dari kegelapan. #Haelah
#Lebay . Ketahuilah. Untuk membuat satu tulisan yang baik, saya perlu menulis
sebanyak lima kali naskah atau lebih, sebelum benar-benar dipublish. Sedikit
cerita, begini ;
Suatu hari ada seorang kawan
yang bertanya pada saya, "Bagaimana kamu bisa menulis cerita seperti
itu?" Saya cuma bisa tersenyum, bingung menjelaskannya karena kalau
dijelaskan bisa sepanjang 1000000 kata. Tapi pertanyaan itu terus-terusan ada
dari orang berbeda. Jadi saya putuskan untuk menuliskannya hari ini.
Membeberkan sebuah tips bahwa, jika kamu ingin tulisan kamu bagus : carilah
editor pribadi. Saya nggak bisa bilang tulisan saya bagus, tapi saya berusaha
untuk membuat tulisan yang bagus. Lalu siapa editor saya? Ini nih, mereka
adalah :
~ @baelovesee
Saya memanggilnya Cicik. Orang yang dulu selalu rajin nyapa "selamat pagi" pukul tujuh WIB, dan "selamat malam" pukul satu pagi WIT. Dia adalah editor konten tahap pertama. Kalau saya setor satu tulisan, dan dia cuma bilang "Hm," tandanya jelek. Saya hapus. Bikin baru, setor, dia bilang "Hah?" lalu hapus, buat lagi, setor. Terus dia bilang "Lumayan, Uneh," ini saya harus was-was. Karena ‘lumayan’ artinya banyak cacat. Setelah memberi beberapa catatan, saya baca ulang, revisi, saya setor, dia masih jawab, "Uneh, kok gini sih?" Lalu revisi sampai mampus sampe dia bilang OK.
Saya memanggilnya Cicik. Orang yang dulu selalu rajin nyapa "selamat pagi" pukul tujuh WIB, dan "selamat malam" pukul satu pagi WIT. Dia adalah editor konten tahap pertama. Kalau saya setor satu tulisan, dan dia cuma bilang "Hm," tandanya jelek. Saya hapus. Bikin baru, setor, dia bilang "Hah?" lalu hapus, buat lagi, setor. Terus dia bilang "Lumayan, Uneh," ini saya harus was-was. Karena ‘lumayan’ artinya banyak cacat. Setelah memberi beberapa catatan, saya baca ulang, revisi, saya setor, dia masih jawab, "Uneh, kok gini sih?" Lalu revisi sampai mampus sampe dia bilang OK.
~ @didochacha
Setelah dari Cicik, saya setor ke mbak Masya orang-terkampret-seluruh-dunia Ruhulessin, dan posisi dia sebagai pembaca. Sebab pembaca adalah kritikus terbaik, dan saya butuh itu. Setelah baca biasanya dia bakal komen, "Nyet, lo nulis apaan sih?" atau, "Monyet. Emang lo pikir orang bakal, ngerti itu apaan?" Dan sebelum sadar bahwa itu harus revisi, saya cuma bisa bengong :0
Setelah dari Cicik, saya setor ke mbak Masya orang-terkampret-seluruh-dunia Ruhulessin, dan posisi dia sebagai pembaca. Sebab pembaca adalah kritikus terbaik, dan saya butuh itu. Setelah baca biasanya dia bakal komen, "Nyet, lo nulis apaan sih?" atau, "Monyet. Emang lo pikir orang bakal, ngerti itu apaan?" Dan sebelum sadar bahwa itu harus revisi, saya cuma bisa bengong :0
~ @indtari
Setelah dua orang itu, saya minta Che membaca, dia juga editor konten tahap dua. Kalo dia mending. Selesai baca selalu bilang "Keren, Un! Tapi kenapa... Coba deh... Gimana kalau..." Dia pimtar melihat celah seperti plot bolong atau ending yang kacau. Dan semua saran dia selalu saya pakai.
Setelah dua orang itu, saya minta Che membaca, dia juga editor konten tahap dua. Kalo dia mending. Selesai baca selalu bilang "Keren, Un! Tapi kenapa... Coba deh... Gimana kalau..." Dia pimtar melihat celah seperti plot bolong atau ending yang kacau. Dan semua saran dia selalu saya pakai.
~ @NafriYrrah
Daeng ini mengajarkan saya penggunaan kalimat efektif yang baik, premis yang bagus, konflik yang oke, dan twist ending. Daeng juga selalu bilang kalau tulisan saya ini kacau EYD, membuat saya harus teliti, teliti lagi, dan terus teliti.
Daeng ini mengajarkan saya penggunaan kalimat efektif yang baik, premis yang bagus, konflik yang oke, dan twist ending. Daeng juga selalu bilang kalau tulisan saya ini kacau EYD, membuat saya harus teliti, teliti lagi, dan terus teliti.
~ @ellyaanggrainii Setelah dari mereka semua, saya serahkan tulisan saya ke Elmo. Posisi dia sebagai first reader. Dan komennya nggak kalah pedes dari yang lain, hehe. "Itu nulis apaan, Un?" atau "Kok endingnya gitu?" "Nulis kok gini mulu sih, Un. Coba tema lain kek," :@
~ @MungareMike
Ini editor konten tahap akhir. Selalu dan nggak pernah absen, saya merepotkan beliau ((BELIAU)). Btw, dia adalah guru yang selalu ‘menampar’ setiap saya mulai angkuh, tetapi bisa ‘merangkul’ ketika saya jatuh. Nah si kakak ini editor konten saya yang sudah saya kontrak seumur hidup, hahaha. Komennya selalu simpel, kalau nggak suka akan jawab "Jelek." atau, "Aku nggak ngerti kamu nulis apa sih, kok berantakan gini alurnya," atau, "jelek. Ngantuk bacanya." dll. Kalau yang di atas komennya pedes level 10, sama dia ini levelnya bisa sampai 100. Nantinya akan dia kasih catatan dan setelah itu saya revisi total. Baru publish.
Ini editor konten tahap akhir. Selalu dan nggak pernah absen, saya merepotkan beliau ((BELIAU)). Btw, dia adalah guru yang selalu ‘menampar’ setiap saya mulai angkuh, tetapi bisa ‘merangkul’ ketika saya jatuh. Nah si kakak ini editor konten saya yang sudah saya kontrak seumur hidup, hahaha. Komennya selalu simpel, kalau nggak suka akan jawab "Jelek." atau, "Aku nggak ngerti kamu nulis apa sih, kok berantakan gini alurnya," atau, "jelek. Ngantuk bacanya." dll. Kalau yang di atas komennya pedes level 10, sama dia ini levelnya bisa sampai 100. Nantinya akan dia kasih catatan dan setelah itu saya revisi total. Baru publish.
Huft (elap keringat)
Jalurnya begini : begitu selesai
menulis -> diendapkan sehari -> dibaca ulang -> diedit -> endapkan
-> baca lagi -> kirim ke Cicik -> revisi -> kirim ke Masya ->
revisi -> kirim ke Che -> revisi -> kirim ke E -> revisi ->
kirim ke ka Maik -> revisi -> endap -> poles dikit -> publish.
Begitulah. Rumit. Itu baru cerpen. Bukan novel pfft. Well, mereka, editor,
proofread, sekaligus guru, merupakan orang-orang di belakang saya yang membuat
saya menjadi seperti sekarang ini. #BelumJadiApaApaSih . POKOKNYA MAKASIH BANYAK!
Selain itu, ucapan terima kasih
juga mau saya berikan kepada ;
1. Keluarga @lovaboration . Sekolah pertama saya dalam
menulis. Tempat pertama yang selalu menjadi pembaca tulisan-tulisan saya.
Telinga pertama yang mendengar segala hal baik buruk yang saya alami. Semoga
kita terus bersedekap dalam doa. Amiin.
2. Kru
@bookaholicfund . Saya udah nggak
ngerti lagi lah sama mereka. Di grup selalu ramai setiap detik. Ini serius. 24
jam selalu ramai dengan topik yang nggak pernah habis. Dan karena mereka semua
penulis, ada aja bahasannya tentang kepenulisan, lalu secara tidak sadar mereka
memicu saya untuk semangat menulis yang lebih dan lebih baik lagi.
3. Komunitas
blogger yang sudah memberikan saya wadah untuk share tulisan saya ;
@warung_blogger , @bloggerenergy , @emak2blogger , @jambanblogger ,
@kancutkeblenger , @updateblog , @Kumpulanblogger , @NgeblogAsik , @BloggerID ,
@BeautyBloggerID , @IDBlogNetwork
4. Dan
untuk semua keluarga @Prolog1st , @alumni_alkahfi , @kasahfbogor , @HimsiUnpak
, @NotifMagz , Monday Flash Fiction, Perpustakaan Cinta Baca.
6. Last
but not least, untuk keluarga saya yang selalu mendukung apa pun yang saja
kerjakan, juga terima kasih untuk siapa pun Anda, yang selalu membaca tulisan
saya.
Sekali lagi, terima kasih
banyak. Untuk semua orang yang mengenal saya. Dan seperti yang saya bilang
sebelumnya, ini adalah tulisan terakhir di 2014. Saya hanya ingin koma, cuti,
rehat, dan berlibur. Bukan berhenti menulis. Silakan buka-buka tulisan saya
sebelum postingan ini, dan jangan lupa untuk terus support saya dengan membeli
antologi-antologi saya di toko buku online. Sampai jumpa tahun 2015!
Wasalamualaikum,
Warrohmatullahi, Wabarokatuh.
Salam,
Uni Dzalika
Uni Dzalika
Semangat ya kak, semoga kuliahnya cepat selesai dan bisa nulis lagi. amiiin :D
BalasHapusUni, ohh Uniii.....
BalasHapusMau peluk, mau cium :*
Aku mau belajar banyak dari Uni, tentang masa yang (kita) sebut masa lalu dan masa depan yang harus (kita) raih sekarang.
Kapan ketemu lagi? :(
aaakhhh..baru juga mampir udah mau tutup warung aja..un.. :-D
BalasHapus*lari-lari kecil*
BalasHapus