Pernah nggak kamu nyesel karena udah benci sama seseorang?
Dalam hidup, sedikitnya pasti kita pernah merasa kecewa, sakit hati, kesal, atau murka terhadap sesuatu atau seseorang. Hal tersebut membuat kita, (atau mungkin hanya saya) memupuk rasa kekesalan di dada, menjadi sesak, mau mengamuk tanpa sebab, dan masygul tiap saat. Belakangan saya tahu perasaan tersebut namanya benci. Tapi, saya kerap bertanya-tanya, sebetulnya kenapa kita harus membenci seseorang, atau sesuatu?
Kenapa kita sudi membuat hati kita jadi kotor oleh perasaan-perasaan yang seharusnya nggak perlu ada? Saya selalu meringankan pikiran dengan berkata "Namanya juga manusia, wajar kalau suka benci gitu," tapi di sisi lain suka merasa kesal sendiri, seharusnya kita bisa belajar lapang dada dan menerima, atau bahkan memaafkan atas apa yang telah terjadi.
Dalam hidup saya, contohnya. Saya benci sekali terhadap sesuatu berbau hitung-menghitung. Melihatnya saja membuat saya mual, otak saya sakit dan mata langsung berair. Kalau dipaksakan bisa demam selama beberapa hari. Jika ada level lebih tinggi dari kata benci, itulah yang pantas saya sematkan terhadap matematika. Tapi kenapa saya benci?
Tentunya perasaan ini bukan semata hadir begitu saja. Ada sesuatu yang membuat saya tidak akan lupa dan setelah dewasa saya malah membuat tameng sehingga menolak matematika. Dalam kasus ini, berarti benci datang karena saya belum bisa memaafkan.
Atau, terhadap seseorang yang telah membuat saya sakit hati, saya begitu benci padanya. Benci ini membuat saya hancur, menangis tiap mengingat, dan kadang ada doa-doa buruk yang saya rapal tanpa saya sadari. Rasa benci ini memberikan dampak buruk buat saya sendiri, sebab, saya tidak pernah melampiaskan atau mengungkapkan pada orang yang saya benci.
Dia, atau mereka, tidak pernah tahu perasaan saya karena di hadapannya saya masih tersenyum. Oh, saya bukan munafik, mari kita sebut sebagai professional. Sama seperti pengakuan saya di atas, mungkin penyebab benci ini datang karena saya sulit memaafkan dan karena apa yang terjadi di luar kemauan saya maka benci itu ada.
Baru-baru ini saya sadar, benci bukanlah hal baik. Karena saya sama saja menabung dosa dan boleh jadi memutus silaturahim. Belum lagi energi negatif yang datang bersama perasaan benci, bikin hati kerap berprasangka buruk. Oh, satu lagi. Benci juga bisa menghambat kesuksesan, loh.
Iya, betul, kita manusia, bisa benci dan dibenci. Tapi tentu saja, menjadi manusia yang baik itu jauh lebih baik ketimbang menjadi manusia yang pura-pura baik tapi menyimpan kebencian begitu dalam. Well, akhirnya saya belajar untuk membuang perasaan benci dan, yah... Saya mau kamu tahu. Barangkali kamu punya keinginan untuk melakukan hal yang sama, boleh dicoba :)
1. Lakukan segala sesuatunya dengan tulus ikhlas. Ini akan menghindari dari rasa tinggi hati dan iri.
2. Belajar jujur dan mengungkapkan tentang apa yang tidak kamu sukai atau yang mengganjal hati.
3. Lapang dada.
4. Kalau poin 3 masih susah dijlankan, minimal belajar berbesar hati dengan memaafkan atas apa atau siapa yang telah membuat kita sakit hati.
5. Belajar menerima, bahwa apa-apa yang kita mau nggak selamanya bisa terkabul, dan hal-hal yang telah membuat kecewa nggak selamanya buruk buat kita.
6. Dekatkan diri pada Tuhan. Dia tahu bagaimana caranya membuat kita tenang. Dia mampu menghapuskan rasa dengki yang selama ini bersemayam.
Sepele ya. Dan teori terlihat mudah. Tapi coba dijalankan. Memang nggak mudah, tapi pelan-pelan pasti bisa. Mari memaafkan mantan, memaafkan teman yang berkhianat, memaafkan benturan kecil di keluarga, dan terus memaafkan biar hati lebih lapang. Doakan semoga saya, kamu, kita semua, bisa menyikapi keadaan dan tidak menyediakan ruang untuk perasaan benci. Mari menjadi (orang) baik, dengan tulus dan tanpa dibuat-buat. Tabik.
______________
Lido, 08/10/14.
kalo benci yang sampai ke hati sih, ga pernah uni. Palingan benci dalam arti bosan. Bosan dengan rutinitas, sampai akhirnya jadi ga maksimal belajar. Itu yang bikin aku nyesel sampe sekarang, krn ada C di ijazah. Hahaha
BalasHapus