Hai. Ini aku, si anak Jakarta (Timur) yang pindah ke kota Cibinong (Kabupaten Bogor) tiga belas tahun silam. Jujur, saat itu agak benci pindah ke Bogor, aku membayangkan susahnya sebagai anak kota pindah ke lingkungan pedesaan. Bukan bermaksud membandingkan, tapi Jakarta (13 tahun yang lalu) memang top banget! mulai dari jalanan yang di masa itu sudah beraspal, sudah banyak yang memiliki tv berwarna, taman kotanya sejuk, pasarnya ramai pengunjung, angkutan selalu ada, bebas kriminalitas, sungai ciliwilung masih asri, terminalnya bagus, alat komunikasi sudah maju, tidak ada kebanjiran, banyak lapangan bermain, melewati kuburan tak takut karena terang lampu, limbah pabrik aman, bangunan perumahan pun kuat melindungi kita dari hujan dan panas.
Haduuuuh, tapi ketika aku pindah ke Cibinong (13 tahun yang lalu) Jalanannya berbatu dan masih tanah becek. Sudah wartel jarang ada, telpon koin pun susahnya minta ampun. Angkutan jarang sekali muncul, kita mesti jalan berkilo-kilo meter jika ingin melepon orang, itupun kalau wartelnya buka. Pasar jaaauuuuh, warung sedikit, kalau malam gelaaap sekali soalnya lampu jalanan hanya pakai obor yang terbuat dari sumbu kompor yang di masukkan ke dalam botol kratingdeng, banyak suara jangkriknya, yang punya tv beberapa orang saja dan itupun masih hitam-putih, kuburan terlihat menyeramkan lalu selalu tercium bau kamboja setiap malam, dan soal trend (fashion, alat komunikasi, jajanan, akademis).
Jakarta : Cibinong itu 10 : 2 deh.
Ditambah saat harus pindah sekolah dasar, to be honest aku mau bilang aku cinta sekali bersekolah di Jakarta. Guru-gurunya itu sangat ramah, penuh penghargaan, dan semua teman-temannya di sana sangat bersahabat (bahkan sampai sekarang kami semua rutin mengadakan pertemuan setahun sekali). Sedangkan saat sekolah di Cibinong kok... (Maaf) All of the teacher, to much underestimated their students. Main fisik ke muridnya, dan perkataannya tidak bagus di dengar. Aku hanya anak kecil tapi aku bisa tahu mana guru yang tidak bagus di jadikan panutan. Bahkan saat aku berkata jujur pun justru di bilang aku berbohong, (sejak saat itu aku jadi lebih suka berbohong daripada jujur. Toh kalau jujur tetep dibilang bohong). Di sekolah Jakarta aku anak berprestasi, ikut beberapa eskul, ranking kelas, tapi sejak pindah ke Cibinong aku jadi anak paling badung satu sekolah.
Serius, aku tidak cocok tinggal di Cibinong. Akhirnya aku memutuskan pindah ke Sukabumi (hanya aku yang pindah) dan tinggal di kota itu selama enam tahun, disana aku (lumayan) nyaman dan banyak sekali pengetahuan serta pemahaman yang aku dapat. Setelah enam tahun di Sukabumi berakhir (tahun 2010), aku harus pulang lagi ke Cibinong, dan... Oh gosh, itu kenyataan yang sangat ingin aku musnahkan, tapi akhirnya aku hadapi kenyataan itu.
Namun ternyata, 10 tahun berlalu sejak aku pindah ke Cibinong, saat sesekali aku masih sering ke Jakarta (tinggal di rumah kakak pertamaku), dan kadang pulang ke Cibinong (ke rumah orang tuaku), aku sadar banyak hal. Cibinong telah mengalami banyak perubahan sementara Jakarta, perubahannya justru bertambah aneh!
*Cibinong, 13 tahun kemudian, di penghujung akhir tahun 2012*
Bayangkan saja, Cibinong yang dulu noraknya minta ampun, sekarang ini majunya tak terkalahkan. Ada banyak mall hampir di setiap sudut jalan raya. Ada ratusan rumah makan di sepanjang jalan. Ada pedagang kaki lima leluasa berdagang tanpa takut satpol pp. Ada puluhan ojek yang siap mengantar. Angkutan selalu ada 24 jam. Jalanan mulus beraspal, tidak ada pasar tradisional tapi mini market bertebaran setiap 5 kilometer, soal trend? Wah tidak jauh beda sama Depok kok (beda sama Jakarta). Alat komunikasi pun makin maju, bahkan jujur saja, (sebagian) masyarakatnya terlalu mengikuti perkembangan zaman, sampai seperti kacang lupa kulit.
Ada bioskop, ada mall center, graha, GOR, ruko milyaran rupiah, bank, hotel, dan masih banyak yang lain.
Ada yang lebih luar biasa lagi. Sekarang di Cibinong sedang ada tahap pembangunan stadion (yang katanya) terbesar se-Asia Tenggara! Apa iya sampai mengalahkan GBK yang di Jakarta?
Tadi sore aku main kesana dan luar biasa besaaaar sekali meskipun masih tahap pembangunan.
*Jakarta, 13 tahun kemudian, penghujung akhir tahun 2012*
Sama seperti Cibinong, mengalami kemajuan tapi menurutku seperti kemunduran yang tidak disadari.
Kemacetan setiap menit. Polusi dimana-mana. Jalanan rusak. Kriminalitas dalam angkot mewabah. Banjir berkepanjangan. Ciliwung yang bau, penuh sampah, mati tak ada kehidupan. Soal trend in fashion? Minim bahan sekali ya.
Tapi soal pendidikan, Jakarta memang belum tersaingi.
Mungkin sekarang aku bisa katakan kalau Jakarta : Cibinong itu 3 : 7 hehehe.
Aku hanya sharing pengalamanku. Bukan bermaksud membandingkan dua kota tersebut, bukan bermaksud menjelekkan salah satu dari dua kota tersebut, bukan untuk memprovokasi. Hanya cerita, betapa hidup ini tidak dapat di prediksi. Betapa kita tidak bisa membenci tempat tinggal kita berpijak, betapa sebuah kota itu akan cepat berubah seperti cuaca yang terus berganti, dan satu hal lagi, di manapun kita, jangan pernah lupa untuk bersyukur. Bersyukur akan semua hal yang tidak bisa di jelaskan. Intinya, bersyukur dalam setiap situasi dan kondisi tidak merugikan kok.
Aku sekarang ini bukan lagi anak kecil yang setiap saat benci jika sesuatu yang tak kuharapkan terjadi. Aku sudah besar meskipun masih manja. Tapi satu hal yang paling kukenang ialah, aku bangga pernah tinggal dan di Jakarta, dan sekarang aku nyaman tinggal di Bogor.
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)