Setelah semua perjumpaan yang tertunda selama dua tahun terakhir, senyum yang kau kembangkan sudah tak lagi seperti dulu lagi. Kau terlihat lebih dewasa dari sebelumnya Ada kerutan yang mulai muncul disudut mata. Rambutmu bahkan sudah tak lagi cepak seperti biasanya. Kau membiarkan ikalmu menyentuh pundak. Padahal kau tahu aku tak pernah suka lelaki berambut gondrong.
Dua tahun memang waktu yang cukup lama.
Ada banyak rindu yang terhempas disana.
Ada banyak tanda tanya yang belum terjawab. Ditambah lagi jarak yang tidak bisa ditolerir. Kita berada berdepa-depa juta langkah saat itu. Mungkinkah waktu dan jarak telah mengubah semuanya?
Ah, mungkin ini hanya perasaanku saja.
Aku benar-benar kalut. Ya Tuhan, semoga ini hanya perasaanku saja, jangan biarkan hal buruk terjadi pada hubungan kami. Aku masih terus saja memandangimu. Mencari-cari letak perasaanmu kini. Sepertinya kini tinggal aku, yang memiliki rasa rindu sebegitu hebatnya padamu. Sedang dirimu, ah, matamu itu penuh tatapan kosong.
"Ada yang aneh?"
Aku tersentak. Kau buyarkan lamunanku dengan kibasan tangan di depan wajahku.
"Eh... emm.. a-apa kabarmu? Ada.. yang beda.."
Deg! kenapa pula denganku. Aku. bersama orang asing, dan kami mencipta jarak sangat jauh. Bukan, bukan seperti ini yang kumau.
Tapi berpisah selama dua tahun itu seolah telah berdiri tembok kokoh diantara kami.
"Tidak ada yang berubah dariku. Kamu berlebihan Nayla."
Ia menjawab dingin. Matanya tetap kosong menatapku. Napasku tercekat. Aku hendak menangis namun sesegera mungkin kutahan.
Apakah sebuah asumsi yang baru saja ku lempar begitu berlebihan? Aku belum pernah mendengar jawabannya sedingin ini. Selama lima tahun menjalin kasih, dia tak pernah seperti sore ini.
Paling maksimal hanya sebuah kemarahan yang kemudian luruh dalam sebuah pelukan saat aku jatuh sakit karena nekat hujan-hujanan.
Terakhir kali ku sebelum pulang ke Indonesia semuanya masih terasa baik-baik saja.
Lalu mengapa sore ini dia begitu? Dia bahkan sekarang sibuk dengan handphonenya. Menyebalkan sekali.
Oh angin, tolong bisikan padaku semuanya akan baik-baik saja.
"Ada yang ingin aku bicarakan."
Tiba-tiba ia menyingkirkan handphone-nya Sorot matanya menjadi tajam, tapi hampa.
Deg! jantungku kembali berdetak lebih kencang. Tolong jangan, kumohon. Aku tahu saat saat seperti ini lah sebuah perpisahan akan terjadi.
Saat kami merasa sudah tidak ada kecocokan lagi, hilang kenyamanan, dan merasa tak bebas... saat seperti itu terjadi sore ini.
Aku rasa semua wanita memiliki perasaan kuat saat di momen tersudut seperti ini.
Tubuhku sedikit bergetar, tenggorokanku sedikit tercekat, tapi matanya masih menatap tajam, menunggu jawabku. Jangan, kumohon. Aku belum ingin dengannya.
"Apa?"
Aku bersuara, dengan sedikit bergetar Kukatupkan mulutku, dan menggigit lidahku paksa, takut menangis.
"Bagaimana kalau aku suka dengan wanita lain, tapi aku tak ingin melepasmu? bagaimana? kamu masih mau denganku Nayla?"
"Dua tahun kita berpisah, banyak hal terjadi Nay, dan kamu pasti tahu kan, lingkunganku tak mungkin hanya diisi oleh laki-laki. Ada jutaan wanita di luar sana. Jadi, bagaimana?"
Aku diam. Kecemasanku runtuh. Ternyata jauh lebih buruk dari yang kubayangkan.
Jahat! Aku hanya suka padanya dan. pernah menduakan perasaan ini.
Hati ini utuh untuknya. bukankah komitmen sudah mengokohkan hubungan kita mesti jarak tercipta? Ada air mata di pelupuk mataku.
Tapi, hey tunggu dulu. Apa tadi katanya? 'Bagaimana kalau...?'
berarti itu bukan sebuah pengakuan?
"Reza.. A-aku... aku tak percaya kamu seperti itu."
Reza bangkit dari tempat duduknya. Matanya masih menatap tajam ke arahku. Dia berjalan mendekat ke arahku. Sungguh, aku ingin hilang dari sore ini saja. Seseorang tolong datang dan culik aku.
"Maafkan aku Nay. Aku tak bisa lagi membendung perasaanku. Aku sungguh mencintai wanita ini lebih dari yang kamu pikirkan"
Mataku panas. Tak terasa larutan hangat itu akhirnya membanjiri wajahku.
"Ke-ke.Kenapa" ujarku terisak.
"Aku tak pernah tahu mengapa. Aku hanya mencintainya. Aku tak ingin berpisah lagi dengannya. Aku ingin menikahinya, Nay!"
Aku marah. Ingin kucekik saja lelaki dihadapanku ini. Mungin ada baiknya dia saja yang menghilang dari dunia ini. Namun tanganku terlalu lemah untuk menyerangnya. Atau mungkin cintaku mungkin terlampau besar padanya. Arggh, aku benci saat seperti ini.
Aku menyesap udara dalam-dalam. Menyapu wajahku yang basah dengan kedua tanganku. Aku berusaha untuk seimbang lagi dan menatap wajahnya.
"Aku salah apa Za?? Apakah kurang semua cinta ini? Kamu jahat sekali. Kamu dan perempuan itu Za" Aku kembali terisak.
Reza tetap memandangiku tajam tanpa berusaha menenangkanku seperti biasanya. Ya Tuhan, laki-laki yang ku cintai itu kemana? Aku seperti tak mengenalnya.
"Katakan Reza, siapa perempuan itu?" Nada bicaraku mulai meninggi.
"Katakan, Katakan!" Kataku sambil mengguncang tubuh didepanku ini hebat. Reza mengigit bibir bawahnya dan mengembuskan nafas kencang.
"Dia, wanita itu bernama Syamielia Naylana". Aku merutuk di dalam hati. Perempuan sialan macam apa yang telah merenggut Reza dari ku? Aku benar-benar ingin berjumpa dengannya. Aku ingin mencabik-cabik wajahnya.
Tapi nama itu sepertinya pernah ku denggar.
"Eh, tunggu-tunggu, mengapa namanya begitu mirip dengan namaku" batinku bergejolak. Aku menatap matanya yang masih dingin dan kaku. Tapi aku tahu, tidak ada sorot kebencian disana. Aku berhenti meronta-ronta padanya. Kuatur nafasku sebaik mungkin, mulai berpikir normal.
Baiklah, tidak peduli siapapun wanita itu, aku hanya perlu satu hal. Menyakinkan diriku agar siap kehilangan dirinya. Inilah saat aku tidak bisa lagi mempertahankan rasa yang selama ini kebendung.
Hanya Laki-laki jahat yang sudi melakukan hal bodoh seperti Reza, menduakan perasaan yang seharusnya utuh untuk satu orang. Kupejamkan mataku seraya mengatur nafas sebaik mungkin.
Aku siap menjawabnya, siap melepaskannya, siap membiarkannya menikahi wanita perebut cintaku. Kubuka mataku perlahan, dan mata kami bertemu.
"Jadi bagaimana Nay, kamu masih yakin denganku atau tidak? bagaimana?"
Reza mendesak. Bibirku kelu untuk mengakhiri hubungan ini.
"Jadi Maumu kita mengakhiri hubungan ini kan? baiklah Reza kalau itu maumu. Tapi sebentar, siapa tadi nama wanita itu?"
Ucapku disela isak tangis yang mulai mereda. Kuseka air mataku dengan kaus lengan kiriku.
"Ah, mungkin kamu tak akan mengenalnya Nay. Namanya Syamielia Naylana, anaknya Ibu Elisa. Bagaimana? apa kamu masih mau denganku meskipun kamu tahu aku jatuh cinta pada wanita itu?"
"Kamu terus saja bertanya bagaimana dan bagaimana dan bagaimana! Sebentar Reza aku perlu berpikir! Dan hey, mengapa kau sebut nama ibuku Elisa?!"
"..."
Hening mengantam ruang kami keras.
Reza mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah cincin emas dengan bentuk mahkota di tengahnya.
Ia memegang tangan kananku, memasukkan cincin tersebut ke jari manisku.
"Aku suka dengan wanita itu Nay, lima tahun yang lalu aku suka, dan aku semakin suka sejak tidak bertemu dua tahun terakhir. Aku semakin suka hari ini, karena melihat keluguan dan ketulusan yang dimiliki wanita itu. Wanita itu kamu Nay. Jadi bagaimana? maukah menikah denganku, Syamielia Naylana?"
Aku tergugu. Dia bilang aku Lugu? Dia pikir aku lugu karena tak juga mengerti maksudnya?
Aku tak bisa menyembunyikan senyumanku. Air mataku kembali mengalir, keharuan menjalar seluruh tubuhku.
Dia masih menatap ku tajam, dingin. Tapi aku bisa lihat, ada sebuah keseriusan dalam tatapannya.
Dengan satu anggukan dariku, kami berdua tersenyum. Angin sore mulai bertiup kencang, menggiring sepercik gerimis dari langit, dingin menyeruak.
Reza menggenggam tangaku penuh arti, dan kehangatan langsung menjalar ke seluruh tubuhku. Pipiku juga masih basah dan hangat oleh air mata.
"Sudah, jangan menangis lagi Nay, sungguh cuma kamu yang kucinta. Tadi aku bermain handphone untuk menyiapkan sewa gedung, bukan untuk sms wanita lain."
Reza menyeka air mata yang mengalir di pipiku.
"Bukan itu bodoh. Aku heran saja, sudah lima tahun kau masih saja lupa namaku. Namaku bukan Syamielia Naylana. Kamu lupa ya? Namaku Karmelia Naylana!"
Aku memanyunkan bibir. Yang di depanku tertawa terbahak-bahak.
"Aku memang sengaja sayangku" Ujar Reza sambil mengelus-elus kepalaku.
"Ah, kamu nakal" Ujarku sambil bersandar didadanya
"I Love You Karmelia Naylana. Too much more than you know"
"I Love you too Reza Awanda. Love you more"
Sore ini ada perasan hangat yang kembali menguasai ku, menguasai semseta kami.
Hangat seperti kala hujan pertama kali menyentuh kaki-kaki tanah lalu petrichor memenuhi langit.
Ah, aku suka hari ini.
Kolaborasi penuh cinta @didochacha dan @unidzalika
Published with Blogger-droid v2.0.10
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)