Yap! Surat ini di alamatkan untuk kamu, sahabat setiaku.
Selamat siang Sany,
Kamu tahu, kenapa kamu mendapat surat di tanggal 22, padahal kamu sudah memintanya sejak awal februari? Ketika aku membuat surat untuk teman-teman lain sementara kamu di-akhir-kan, kamu tidak berpikiran aku sengaja menelantarkanmu, kan? Sebab itu tidak mungkin. Kamu selalu menjadi yang nomor satu buatku.
Aku sengaja menunggu waktu yang pas untuk mengirimkan surat kepadamu, dan hari ini adalah hari yang tepat. Hari ini ulang tahunnya seseorang, dan aku ingin bercerita hanya kepadamu.
Sany, aku masih (dan akan selalu) ingat masa-masa kita dulu. Menangkap kupu-kupu, mengejar kunang-kunang, bermain dengan kucing, bercerita, bertukar hadiah, dan sekarang, sebelas tahun setelah pertama kali kita saling kenal, satu hal yang kita pertahankan cuma satu ; saling bercerita. Aku rasa hanya itu satu-satunya cara untuk mempertahankan keakraban kita. Ya, sebab kita terpisah jarak, dan perbedaan aktivitas membuat kita tidak bisa bersama-sama setiap saat.
Maka, izinkan aku untuk bercerita dalam surat ini.
Hari ini seseorang ulang tahun. Seseorang yang... Aku pernah mencintainya tanpa alasan selama hampir tiga tahun. Mencintainya tapi tidak pernah meminta apapun, bahkan tidak tahu dia juga merasakan yang sama atau tidak. Dan sampai sekarang, aku masih (dan selalu) gemetar setiap tanggal 22. Karena hanya di tanggal ini aku (akhirnya) bisa berkomunikasi walau hanya beberapa percakapan. (Pagi tadi pukul satu aku megucapkan selamat ulang tahun tanpa basa basi dan yah, dia tidak membalas).
Aku tahu, memutuskan untuk menjadi teman tidak masalah, tapi ternyata tidak bisa. Kami selalu membuat batas dan semuanya tidak lagi sama. Jadi, menurutmu, apakah ini bisa disebut dengan gagal lupa dengan masa lalu? Oh, bahkan setelah dia (yang-ulang-tahun-di-tanggal-22) sudah tergantikan dengan yang lain (yang selalu disebut anak-anak Lova pada percakapan berapa bulan lalu), (yang kemudian aku jadi tidak bisa melupakan keduanya), aku masih sulit untuk bersikap biasa.
Sany, tapi aku sadar. Dua jam sebelum aku menulis surat ini, aku tahu. Aku kan mengambil keputusan untuk tidak memikirkan hal sesepele ini. Kami memang lama sekali tidak saling berkabar. Tapi sepertinya aku tahu, itu tidak akan jadi masalah. Aku mengambil keputusan untuk :
1. Berhenti memikirkannya (yang berulangtahun hari ini),
2. Berhenti memikirkan yang satunya (yang dua tahun lalu bayang-bayangnya masih menghantui),
3. Berhenti memikirkan yang bahkan belum pasti (yang sedang dekat sekarang ini).
Dan aku yakin, kamu pun akan mengambil keputusan sepertiku bila ada di posisi ini, kan?
Ya, Sany. Surat ini sebenarnya semacam analogi.
Aku menceritakan kisahku, yang mana tidak jauh berbeda dengan kisahmu. Aku berharap sekali bahwa kamu tidak lagi mengharapkan sesuatu yang sebenarnya sudah tidak lagi menjadi milikmu.
Surat ini untukmu. Isinya bukan pesan hanya untukmu, tapi juga menjadi catatan bagiku, dan pelajaran bagi semua yang membacanya.
Aku tidak bermaksud menggurui, aku tahu betul kamu (calon psikolog terhebat), selalu tahu pemecahan setiap masalah. Aku hanya ingin berbagi, ingin saling mengingatkan. Dan... Ya. Kabar baiknya adalah, aku sudah sembuh. No more sakit hati or feel disappointed or insecure, nowadays. Entah kedepannya seperti apa.
Sany, teruslah bercerita padaku, sebab hanya itu satu-satunya perekat hubungan kita di masa sekarang.
Aku sayang kamu,
Uni.
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)