Butuh waktu bertahun-tahun untuk berdoa pada Tuhan bahwa aku mencari sosok yang memiliki kelebihan sementara aku tidak punya kelebihan tersebut. Dan berdoa agar orang tersebut mempunyai kekurangan yang pada diriku, hal tersebut adalah sebuah kelebihan. Agar apa? Agar ketika kami bertemu, kami bisa saling melengkapi dan saling memenuhi kekosongan serta kekurangan yang ada. Agar kami bisa mengolah semua kelebihan yang kami punya dan menjadikan segala sesuatu adalah milik kami berdua. Ya. Aku butuh waktu bertahun-tahun, meminta pada Tuhan agar aku bertemu sosok seperti itu.
Lalu aku bertemu kamu.
Iya kamu.
Kamu yang pada dirimu, semua keinginanku ada. Kamu yang jika saja tahu isi doaku, terdapat harap tentang semua sifat dan prilakumu. Kamu, yang dengan senyuman sederhana itu mampu membuatku mabuk dan kikuk. Kamu dan segala kelebihanmu itu selalu membuatku terdiam dan selalu merasa iri karena aku tak bisa memiliki segala kehebatan itu. Tapi kamu juga selalu membuatku tertawa saat aku menghadapi kekuranganmu. Kekurangan yang tidak aku punya tapi membuatmu merasa begitu bodoh.
Aku ingat kamu saat panik. Saat lapar. Saat resah. Saat khawatir. Saat takut. Saat sedih. Saat bingung. Tapi aku tidak pernah ingat kapan kamu marah. Tidak pernah lupa caramu tersenyum. Tidak pernah lupa caramu memberi semangat. Tidak pernah lupa caramu berdiri menungguku, memasukkan kedua punggung tanganmu ke dalam saku jaket, lalu tersenyum ketika melihatku datang. Tidak lupa dengan segala pemikiranmu yang luar biasa. Ah... Andai saja aku bertemu kamu beberapa tahun yang lalu. Kenapa pula Tuan baru mempertemukan aku dengan kamu, kenapa membiarkan aku berdoa sampai separuh abad. Aku membuat diriku percaya bahwa kamulah jawaban atas segala doaku.
Kamu membekas di hati ini. Sebab, saat sebagian orang terdekatku tidak pernah memberikan penghargaan atas jerih payahku, kamu datang dan menyakinkan bahwa aku hebat. Kamu tahu, ucapan sesederhana itu mampu membuatku terharu, tersipu malu, tersenyum melulu. Tapi aku mengelak di depanmu dan aku bilang,
"Bohong. Dasar tukang gombal."
Lalu tawamu menggelegak. Kamu katakan bahwa itu serius dan lagi, menyakinkan aku hebat. Iya, mungkin aku hebat dalam urusan kerja keras, dan usaha maksimal. Tapi aku tidak cukup hebat untuk menaklukkan hati kamu. Kita dekat, tapi wanita di sebrang pulau sana yang lebih hebat dariku. Dia mampu membuatmu merasa utuh.
Aku selalu senang saat kamu menanyakan kabarku. Saat kamu menyuruhku tidur. Saat kamu menyanggah omonganku yang tidak sesuai dengan pikiranmu. Aku selalu senang. Dan hal itu sanggup membuatku tetsenyum sepanjang hari. Membuat orang mengatakan kalau aku, sedang jatuh cinta. Jatuh cinta padamu? Mungkin saja. Mungkin kamu adalah apa yang selalu menjadi doaku. Akan tetapi, aku bukanlah orang yang selalu ada dalam doamu. Dan persoalan ini tak semudah air hujan yang suka turun seenaknya.
Kamu dan aku sama-sama tahu, kamu mempunyai kelebihan yang aku tak punya, begitu pun aku. Dan aku selalu mau menerima kekuranganmu, begitu juga kamu. Kamu dan aku seperti dua sayap merpati yang sempurna, saling melengkapi, dan jika bersatu siap terbang tinggi. Sayangnya, dua sayap ini berada pada tubuh yang berbeda. Aku tak bisa bersama kamu. Sebab ada dia yang selalu sabar menanti kamu untuk pulang ke pulau nya. Dan aku harus mengakhiri ini. Aku tak mau wanita itu sakit hati karenaku.
Aku harus terus berdoa pada Tuhan. Doaku tetap sama, hanya saja aku menambahkan, agar sosok yang kuminta masih sendiri, dan sedang mencari aku. Bukan sosok sepertimu yang ada dalam doaku, tapi tak berhak bersamaku.
Pada akhirnya kamu dan aku hanya seseorang yang singgah di satu tempat dan berbagi cerita, saling mengagumi, saling melengkapi kekurangan, tapi tidak pernah menjadi sepasang. Bahkan sejak cerita ini dimulai, tidak pernah ada kata kita untuk kamu dan aku, selain yang baru saja kusebut barusan.
Selamat tinggal. Sana kembali pada isterimu. Dia dengan sabar menunggumu pulang. Kamu perlu tahu, dia jauh lebih hebat dariku. Jadi, jangan mampir kemana-mana lagi. Kamu pulang saja dan peluk apa yang sudah kamu punya. :')
Lalu aku bertemu kamu.
Iya kamu.
Kamu yang pada dirimu, semua keinginanku ada. Kamu yang jika saja tahu isi doaku, terdapat harap tentang semua sifat dan prilakumu. Kamu, yang dengan senyuman sederhana itu mampu membuatku mabuk dan kikuk. Kamu dan segala kelebihanmu itu selalu membuatku terdiam dan selalu merasa iri karena aku tak bisa memiliki segala kehebatan itu. Tapi kamu juga selalu membuatku tertawa saat aku menghadapi kekuranganmu. Kekurangan yang tidak aku punya tapi membuatmu merasa begitu bodoh.
Aku ingat kamu saat panik. Saat lapar. Saat resah. Saat khawatir. Saat takut. Saat sedih. Saat bingung. Tapi aku tidak pernah ingat kapan kamu marah. Tidak pernah lupa caramu tersenyum. Tidak pernah lupa caramu memberi semangat. Tidak pernah lupa caramu berdiri menungguku, memasukkan kedua punggung tanganmu ke dalam saku jaket, lalu tersenyum ketika melihatku datang. Tidak lupa dengan segala pemikiranmu yang luar biasa. Ah... Andai saja aku bertemu kamu beberapa tahun yang lalu. Kenapa pula Tuan baru mempertemukan aku dengan kamu, kenapa membiarkan aku berdoa sampai separuh abad. Aku membuat diriku percaya bahwa kamulah jawaban atas segala doaku.
Kamu membekas di hati ini. Sebab, saat sebagian orang terdekatku tidak pernah memberikan penghargaan atas jerih payahku, kamu datang dan menyakinkan bahwa aku hebat. Kamu tahu, ucapan sesederhana itu mampu membuatku terharu, tersipu malu, tersenyum melulu. Tapi aku mengelak di depanmu dan aku bilang,
"Bohong. Dasar tukang gombal."
Lalu tawamu menggelegak. Kamu katakan bahwa itu serius dan lagi, menyakinkan aku hebat. Iya, mungkin aku hebat dalam urusan kerja keras, dan usaha maksimal. Tapi aku tidak cukup hebat untuk menaklukkan hati kamu. Kita dekat, tapi wanita di sebrang pulau sana yang lebih hebat dariku. Dia mampu membuatmu merasa utuh.
Aku selalu senang saat kamu menanyakan kabarku. Saat kamu menyuruhku tidur. Saat kamu menyanggah omonganku yang tidak sesuai dengan pikiranmu. Aku selalu senang. Dan hal itu sanggup membuatku tetsenyum sepanjang hari. Membuat orang mengatakan kalau aku, sedang jatuh cinta. Jatuh cinta padamu? Mungkin saja. Mungkin kamu adalah apa yang selalu menjadi doaku. Akan tetapi, aku bukanlah orang yang selalu ada dalam doamu. Dan persoalan ini tak semudah air hujan yang suka turun seenaknya.
Kamu dan aku sama-sama tahu, kamu mempunyai kelebihan yang aku tak punya, begitu pun aku. Dan aku selalu mau menerima kekuranganmu, begitu juga kamu. Kamu dan aku seperti dua sayap merpati yang sempurna, saling melengkapi, dan jika bersatu siap terbang tinggi. Sayangnya, dua sayap ini berada pada tubuh yang berbeda. Aku tak bisa bersama kamu. Sebab ada dia yang selalu sabar menanti kamu untuk pulang ke pulau nya. Dan aku harus mengakhiri ini. Aku tak mau wanita itu sakit hati karenaku.
Aku harus terus berdoa pada Tuhan. Doaku tetap sama, hanya saja aku menambahkan, agar sosok yang kuminta masih sendiri, dan sedang mencari aku. Bukan sosok sepertimu yang ada dalam doaku, tapi tak berhak bersamaku.
Pada akhirnya kamu dan aku hanya seseorang yang singgah di satu tempat dan berbagi cerita, saling mengagumi, saling melengkapi kekurangan, tapi tidak pernah menjadi sepasang. Bahkan sejak cerita ini dimulai, tidak pernah ada kata kita untuk kamu dan aku, selain yang baru saja kusebut barusan.
Selamat tinggal. Sana kembali pada isterimu. Dia dengan sabar menunggumu pulang. Kamu perlu tahu, dia jauh lebih hebat dariku. Jadi, jangan mampir kemana-mana lagi. Kamu pulang saja dan peluk apa yang sudah kamu punya. :')
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)