Ada saatnya di mana kau ingin sekali menyendiri dan menikmati hari-hari tanpa memikirkan apa yang telah terjadi. Kau merasa sedih karena satu-satunya orang yang kau anggap sebagai teman baik tiba-tiba marah dengan alasan paling tidak masuk akal dan kalian menjauh menuju dua tebing berlawanan, kemudian memutus jembatannya.
Di lain waktu kau merasa kecewa karena orang yang pernah menyakitimu datang kembali entah bagaimana caranya. Dia dengan raut bahagia kembali mengejek tentang hidupmu saat ini dan membandingkan kebahagiannya dengan kehidupanmu.
Dan pada tahun yang sama, (masih entah bagaimana caranya) kau bertemu seseorang baru dalam hidupmu lantas tanpa alasan merasa ingin bertemu lagi, dan lagi. Jantungmu berdetak lebih cepat dari biasanya. Kau merasa isi kepalamu penuh dengan beragam pertanyaan, tapi pada akhirnya memilih untuk jadi pendengar baginya. Kau bertemu dengannya setiap akhir pekan -- sampai-sampai pramusaji di tempat kau dan dia bertemu mulai hafal dengan menu yang kalian pilih. Tetapi, pada hari Senin di suatu bulan dia mendadak menyerahkan sebuah undangan dan itu jadi pertemuan terakhir untukmu.
Barangkali itu sebabnya kau tidak menyukai hari Senin. Sebab pada setiap Senin, ada rasa berkecamuk di dadamu.
Tolonglah... sehari saja, katamu. Kau ingin sekali menjauh dari segala hal, sehari saja. Karena pada hari-hari berikutnya kau ingat harus bekerja dengan giat. Tapi hari demi hari berganti. Kau masih belum mengerti tentang temanmu yang pergi tiba-tiba dan tak lagi kembali. Apa mungkin dia jatuh ke tebing lalu kepalanya terbentur batu besar sehingga dia meninggal? Atau mungkin dia tidak menemukan makanan dan mati kelaparan di tengah hutan? Kau memikirkan beberapa kemungkinan buruk agar merasa tenang -- bahwa alasan buruk itulah yang membuatnya menjauh darimu dan kau akan belajar memaafkan. Tapi sampai kini kau masih tak tahu jawabannya.
Dan kau menemukan dunia baru. Dunia yang memperlihatkan segala hal fana, memberikan banyak teman baru yang tidak nyata, dan kau merasa tertarik untuk menetap, bukan sekadar singgah.
Kau menyadari sering kali terluka di dunia nyata. Dan kau tahu betul tidak ada satu orang pun yang percaya padamu -- tidak ada yang bisa melindungi selain dirimu sendiri. Maka di setiap malam, di dalam gelap, kau memeluk dirimu sendiri dan mengatakan bahwa kau akan baik-baik saja. Kau yang terlalu menyayangi dirimu sendiri bertekad kuat untuk menyembunyikan dirimu dari banyak orang. Kau tidak mau dirimu terluka setiap waktu. Kau tidak ingin dirimu diperlukan tidak adil seperti yang lalu lalu.
Kau tahu ini bukan cara yang tepat, tapi kau tetap melindungi dirimu dengan cara menjauhkannya dari semua hal. Lantas kau menghilang bukan untuk sesaat, tapi dalam jangka waktu yang cukup lama. Tidak lagi berkomunikasi dengan orang-orang yang selama ini berinteraksi, tidak lagi beraktivitas sehingga orang benar-benar kesulitan menemukanmu. Sebenarnya, kau ada. Kau hidup. Tetapi tanpa sadar lewat enam tahun kau tenggelam di dunia yang maya. Begitu kau tersadar berada di dunia yang berbeda, kau mendapati yang pergi bukan hanya teman baikmu, kekasihmu, tapi juga orang-orang terdekatmu. Semua hilang. Dan kau merasa sepi. Kau ternyata telah membuat dirimu terluka karena mengurungnya sekian lama.
Dan seiring berjalannya waktu, entah bagaimana jalannya, tiba-tiba saja dunia maya jadi terlalu riuh. Terlalu sesak. Orang-orang berkerumun mencari panggung. Orang-orang sibuk bercerita tentang diri masing-masing dan enggan menyimak kisah orang lain. Sibuk beriklan dengan berbagai macam peragaan. Sibuk mengumbar aib tanpa alasan. Tiba-tiba saja, dunia maya yang selama ini memberikan kenyamanan bagimu, tiba-tiba saja menjadi tempat nomor satu yang ingin kau hindari. Menjadi tempat paling riuh dan kau ingin keluar dari dunia ini.
Pada akhirnya kau semakin menenggelamkan dirimu di ruang gelap gulita. Menjauh dari dunia maya, dan masih belum ingin kembali ke dunia nyata. Kau berada di ruang antah berantah dengan tempat paling gelap. Kau tahu dirimu tidak merasa nyaman di sana, tetapi mengingat luka yang pernah tertoreh, kau masih ingin menyembunyikan dirimu dari semua hal di dunia ini. Menurutmu, itulah cara paling efektif agar kau tetap aman, sebab kau begitu menyayangi dirimu.
Di tempat paling palung, kau melihat dirimu tetap diam. Patuh padamu dan tidak keluar meskipun dalam ruang tersebut pintunya terbuka lebar. Penuh dengan bingkai jendela tanpa kaca. Kau tahu dirimu bisa dengan bebas keluar dari sana, tapi ia begitu patuh padamu yang terlalu protektif. Dirimu dan dirimu yang lain telah saling menyakiti sampai-sampai kau sering menangis karena merasa bersalah. Kau hanya ingin dirimu bahagia, dan kau sadar bahwa cara ini salah, tapi kalian lupa caranya menggunakan kaki. Kalian lupa cara berteriak. Dalam hening kalian meminta pertolongan pada semua yang lalu lalang tapi mereka pun enggan masuk ke ruang gelap.
Tapi tiba-tiba seseorang menyadarkan dirimu. Dia bukan sekadar melihat dari daun jendela atau berdiri di depan pintu seperti yang banyak orang lakukan. Yang lain hanya sibuk memanggilmu untuk keluar, enggan untuk masuk ke dalam ruangan tanpa cahaya. Dia berbeda. Dia datang, masuk begitu saja, dan mengatakan bahwa beberapa tahun telah berlalu. Bahwa kau seolah berada di batas antara tidak hidup tapi juga tidak mati. Dia menanyakan apa yang bisa ia lakukan untukmu. Dan sebelum pergi, dia mengatakan agar kau kembali lagi ke masa lalu. Melihat masa lalumu 5 tahun sebelum sekarang.
Meskipun berat hati, kau menelusuri isi hatimu. Kau membuka catatan masa lalumu di dalam ingatan yang sebelumnya telah kau kunci dengan rapat. Beberapa bahkan kau hilangkan tanpa seizin hatimu. Kau enggan membukanya lebih jauh, tetapi kau ingin mengeluarkan dirimu dari ruang gelap ini, sesegera mungkin.
Kemudian, kau menemukan beberapa impian berserakan.
Tak lama datang seorang lagi. Memuji dirimu. Memuji karyamu. Memuji tindakanmu. Membangkitkan rasa percaya dirimu dengan cara yang sederhana.
Sejak saat itu kau tahu, kau tidak butuh lagi berteriak. Sekarang kau berani melangkahkan kaki keluar dari ruang gelap.
Sesaat sebelum kau keluar bersama dirimu, kau memeluknya erat. Kau ingin belajar mengubah kondisi hidup yang tadinya terlalu mencintai dan melindungi diri sendiri, menjadi orang yang terbuka untuk dicintai. Belajar untuk menerima luka. Belajar untuk tidak takut salah. Belajar menerima rasa sakit. Dan kau katakan pada dirimu, "bahwa tidak masalah jika suatu saat kamu terluka, karena kamu yang sekarang tahu cara mengobatinya."
___________
Juni, 2021
Dan, begitulah. Tiba-tiba hidupmu berubah. Kau melihat terang dan hatimu terasa riang. Sebab dunia berputar dan Tuhan Maha Adil, sementara hampir semua orang harus melakukan aktivitas di rumah, kau justru diberikan kesempatan untuk bisa berkeliling kota.
Tidak pernah terpikirkan bahwa kau bisa merasakan berkeliling kota seperti yang sering dilakukan teman-temanmu. Kau akhirnya punya sebuah cerita yang bisa dibagikan. Tentang bagaimana kau mengurus tiket pesawat sendiri. Betapa bandara terasa luas dan ramai tapi kau merasa sepi. Tentang perjalanan singkat tapi penuh makna; seperti mencoba jajanan pinggir jalan yang jelas berbeda rasanya dengan di Ibukota. Tentang bagaimana udara yang kau hirup di kota lain berbeda dari yang biasa kau rasa di dalam ruang gelap seorang diri.
Ternyata, melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain begitu menyenangkan. Orang-orang mengatakan seharusnya kau mendatangi tempat yang ramai dibicarakan -- tempat yang biasa dikunjungi banyak orang ketika berkunjung ke suatu kota. Tetapi, karena kau tahu dirimu bukanlah orang yang senang berwisata, bagimu datang dan menghirup udara di kota lain sudah cukup. Tidak perlu berkunjung ke tempat ramai. Tidak perlu mencicipi makanan aneh-aneh. Tidak harus membeli oleh-oleh. Karena untuk bisa keluar dari kamar dan melangkahkan kaki untuk berpindah kota sudah menjadi hal melelahkan -- sungguh keluar dari zona nyaman tidaklah mudah. Maka kau selalu berkata pada diri sendiri, bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa tidak apa jika keluar sebentar. Tidak apa jika kau tidak memiliki potret kenangan di tempat wisata seperti orang lain. Tidak apa jika kau berbeda.
Tidak apa-apa, dan nikmatilah hidupmu dengan cara yang berbeda. Dan kau tahu kau sudah tidak ingin lagi berada di ruang gelap gulita tersebut.
Sayangnya,
Setelah melakukan perjalanan dari kota ke kota lain, kau mendapati dunia begitu ramai dan sesak, tapi kau masih merasa kesepian. Dan karena dirimu takut akan hal itu, ia memilih untuk kembali menyendiri, di ruang gelap yang sebelumnya menjadi tempat paling nyaman. Tapi kau tidak ingin itu terjadi lagi, tidak boleh lagi berada di sana.
Dan saat ini kau tengah berjuang untuk membuat dirimu terbebas dari perasaan takut.
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)