Assalamualaikum, pembaca terbaik yang sudah meluangkan waktunya untuk mampir ke sini! Saya doakan yang membacanya sampai akhir akan dilimpahkan rezeki yang cukup dan umur yang berkah, amiin.
Awal Desember lalu (6/12) ada #FestivalParara2019 dan isinya pameran produk komunitas dari berbagai wilayah. Ada tas rotan, tenun, batik, produk kriya, dan berbagai produk pangan lokal Indonesia seperti beras organik, sagu, madu hutan, kecap dari kelapa, sampai terasi yang akhirnya Uni beli ðĪŠ Dan yang bikin takjub, banyak juga produk perawatan seperti sabun sampo, masker, sampai lulur.
Bicara tentang produk lokal dan organik, saya tahu pembuatannya pasti sangat rumit dan setiap karya (selain pangan) biasanya tidak sama antara satu produk dengan produk lain. Selalu ada keunikan tersendiri sehingga itulah yang membuat produknya bernilai tinggi. Begitu juga kesan saya saat mengelilingi area pameran.
Festival Parara yang dilaksanakan di Atrium Plaza Semanggi dihadiri oleh perwakilan dari (kurang lebih) 100 komunitas lokal dari seluruh nusantara. Semua produk yang dipamerkan merupakan hasil upaya tiap komunitas untuk mendukung kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain pameran, ada juga workshop yang menjelaskan tentang kebijakan konsumsi, produksi, bahkan distribusi komoditas termasuk produk pangan yang dilakukan oleh para komunitas.
Takjub sekali sih, karena semua produknya bagus dan saya rasanya ingin borong semua, apalagi yang tas dan pakaian, masker juga mau, duh! Sayangnya kalau ada pameran seperti ini saya selalu habiskan uang untuk beli makanan ð
Selain terasi udang, saya juga membeli madu hutan yang asli. Kata bapaknya beda dengan madu hutan Jawa di mana lebahnya dikasih makan gula agar madu lebih manis. Oh satu lagi, saya juga membeli jepitan kabel yang dibuat dari kain, harganya juga standar, yaitu Rp 15.000,- untuk satu produk.
Ada juga beras organik dan aneka pangan pengganti nasi seperti sagu, jagung, gandum, cocok banget untuk saya yang kurang cocok dengan nasi. Sayangnya untuk yang ini tidak beli karena bingung membawa beban berat ke Cibinong.
Oh ya, karena lebih sering fokus pada kosmetik dan skincare, pengetahuan saya tentang hal lain jadi tidak begitu tajam. Contohnya seperti acara PARARA ini, yang ternyata sudah diselenggarakan sejak tahun 2015 lho! Parah sekali sih Uni baru tahu. Di tahun kelima ini, pilihan tema yang diangkat adalah Pangan Bijak Lokal : sehat, adil, dan lestari.
Nah, seperti yang saya jelaskan di atas, ada juga acara workshop, clinic coach, dan acara hiburan. Di sesi workshop eh ternyata ada ibu penjual terasi yang jadi narasumber ð Beliau dan beberapa narasumber lain mengatakan bahwa adanya kegiatan ini sangat membantu perekonomian masyarakat yang bukan hanya pelaku usaha tapi juga untuk kalangan yang lebih luas.
Sayangnya, untuk penjualan ini baru dilakukan antar pameran dan toko fisik saja, belum banyak yang menjual secara online karena mereka mengaku belum tahu cara memasarkan secara digital. Hm, semoga setelah ini didikan dan sosialisasi tentang proses produksi dan pemasaran online bisa dilakukan secara menyeluruh kepada semua komunitas. Supaya produknya bisa dikenal lagi secara luas, amiiin. Bagaimana menurut kamu tentang acara ini?
Konsorsium PARARA
NTFP-EP Indonesia ,WWF Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), ASPPUK, JKTI, KEHATI, GEF SGP,Kemitraan, RECOFTC, Koperasi Produsen AMAN Mandiri (KPAM), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Samdhana Institute, Jaringan Madu Hutan Nusantara (JMHI) , Jasa Menenun Mandiri, Sintang ,Yayasan Riak Bumi -Pontianak, Yayasan Dian Tama -Pontianak, Perkumpulan Indonesia Berseru (PIB), Rumah Organik, Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM),WARSI, Jambi , Yayasan Anak Dusun Papua (YADUPA) Jayapura, Yayasan Mitra Insani (YMI) Riau, Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Lampung, Yayasan Palung, KIARA, Yayasan Petak Danum, Yayasan Penabulu. Yayasan Tropenbos Indonesia (TI), Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)