Saya menonton Press Screening Mahasiswi Baru yang artinya lebih dulu menonton sebelum ditayangkan di bisokop, tetapi saya tidak menyesal untuk menonton ini berulang kali.
Ini mahasiswi, bukan dosen.
Babak pertama dimulai dengan prolog sederhana yang memperlihatkan kondisi keluarga melalui adegan di meja makan. Oma Lastri, yang merupakan tokoh sentral dalam film ini disorot sedang menopang dagu dan lekas mengambil keputusan tak terduga; tentu saja karena ada sebab ada akibat.
Sebab ada kejadian pilu yang menghantam kebahagiaan rumah tangga ini, Oma Lastri pun memutuskan untuk kuliah jurusan komunikasi.
Di usia 70 tahun.
Babak kedua dimulai pada saat orientasi mahasiswa. Perlu diingat, film ini bukan bercerita mengenai kehidupan anak mahasiswa/i yang baru masuk kuliah, dan bukan tentang perkuliahan itu sendiri. Ini hanya menyoroti satu fakultas yaitu Ilmu Komunikasi (yang bahkan belum ada konsentrasi jurusan) tetapi sutradaranya dengan apik dapat menumbuhkan suasana kampus dan memperlihatkan tipe-tipe mahasiswa yang paling umum ditemui. Dan Pak Dekan yang diperankan oleh Slamet Rahardjo turut andil dal menggiring alur cerita sampai akhir.
Geng Oma Lastri. Which one is your fav?
Dalam Mahasiswi Baru, kita akan menemukan tipe-tipe mahasiswa yang sering ada pada umumnya di setiap kampus. Ada yang senang memprovokasi, si pintar, si baik hati, dan si anak gaul (yang menjadi content creator sehingga ke mana-mana selalu merekam ini itu). Kehidupan anak kuliah memang menyenangkan dimulai sejak hari pertama masa orientasi.
Saya menyukai bagaimana cara Oma Lastri meleburkan usia di tengah anak-anak muda dan mampu bergaul meskipun sering terjadi gap generation saat ada kegiatan di kelas. Kondisi ini diperlihatkan seperti cara memanggil nama, cara mereka bergaul, dan bagaimana mereka menyikapi masalah yang timbul. Walaupun begitu, sepanjang film sangat menghibur dan tidak ada konflik kompleks yang mengharuskan kita mengerutkan dahi.
Ini film konyol, humoris, dan sangat menghibur, plus berisi muatan pesan moral yang sangat mendalam. Bahkan, tragedi yang seharusnya cukup menyedihkan tidak dapat ditangisi karena kejadian humor muncul lebih cepat, tetapi tepat.
Dan tidak ada prinsip "show don't tell" di sini, karena cerita tentang luka lama bukan ditunjukkan dalam adegan, tapi dipaparkan melalui dialog antar karakter. Menariknya, penonton justru diajak menertawakan kisah sedih dengan maksud positif : bahwa masa lalu tidak selamanya harus dianggap pahit.
Jadi Mahasiswi Baru dan Punya Geng Kampus
Yang menyenangkan saat berkuliah bukan hanya soal protes dan tawuran saja. Bentrok dengan dosen itu mengesankan. Mengerjakan tugas hingga larut juga menyenangkan. Dan paling tidak terlupakan ketika kita menemukan orang-orang yang cocok dalam mengobrol atau berpendapat. Semua kejadian memorable saat berkuliah, dikemas dengan apik dan intens dalam film Mahasiswi Baru.Nah, ada satu adegan di ruang tamu rumah Oma Lastri yang membahas kejelasan status Oma dan teman-temannya, Dani (Morgan Oey), Sarah (Mikha Tambayong), Ervan (Umay Shahab) dan Reva (Sonia Alyssa).
Mereka saling mempertanyakan apakah mereka "gengs", "grup", atau "paguyuban" dan sepakat mengatakan mereka berlima adalah satu geng. Dari sini, bisa dilihat bahwa mereka hanyalah sekadar geng saja. Kita tahu lah bagaimana pertemanan dalam sebuah geng yang biasanya lebih sering, saling kenal di permukaan saja. Jadi, ketika kamu menonton ini jangan berharap kedekatan mereka akan intens atau lekat di hati, ya.
Mahasiswi Baru sangat seimbang porsi antar karakternya, saya suka sekali. Tante Widyawati yang memerankan Oma Lastri di Mahasiswi Baru sangat bagus memerankan karakter yang energik dan lugas. Kemudian, karakter Morgan yang menjadi content creator cukup satire menggambarkan sebagian anak-anak muda zaman sekarang yang sering kali memotret dan merekam segala hal demi konten tanpa memikirkan resikonya. Dan tindakannya ini rupanya menjadi pemicu konflik pada keseluruhan geng Oma. Nah, ada apa nih, kira-kira? :)
Potret Matriarki dalam Mahasiswi Baru
Saya juga mau membahas sedikit karakter Ibu Anna yang diperankan oleh Karina Suwandi, anaknya Oma Lastri yang sejak babak pertama dimunculkan sekilas. Dari awal sampai akhir, kita akan disuguhkan dengan sosok Ibu yang dominan dalam rumah tangga dan sangat taat aturan pada hal-hal terkait norma.Di film ini, kita bisa melihat ketimpangan dalam berpendapat dan memutuskan, sehingga karakter Ibu Ana terkesan melemahkan posisi lelaki sebagai Kepala Rumah Tangga dilihat dari bagaimana mereka berdialog dan mendikte. Tapi kembali lagi pada pembahasan sebab-akibat, di akhir kamu akan tahu mengapa Ibu Anna jadi lebih dominan dalam rumah tangganya.
Singkat pembahasan, saya sungguh menikmati Film Mahasiswi Baru dari awal hingga akhir. Dari segi kualitas, film ini kereeen sekali, meski ada beberapa plot bolong dan adegan-adegan yang menurut saya tidak perlu ada.
Dari sisi premis cukup segar, sederhana dan ringan, dan bridging antara satu babak ke babak selanjutnya sangat bagus dan antar karakter begitu baik dalam bekerja sama. Tentu saja, setelah ocehan panjang ini saya akan katakan bahwa Film Mahasiswi Baru sangat layak dan wajib ditonton bersama keluarga.
Tepuk tangan meriah untuk Monty Tiwa selaku Sutradara, dan para pemain, staf, tim marketing, juga semua pihak yang sudah terlibat dalam Mahasiswi Baru. Terima kasih sudah memberikan warna baru di per-film-an Indonesia!
Tabik.
Jangan lupa, 08 Agustus 2019.
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)