Saya mau cerita soal ‘pesan moral’ yang disampaikan di film Paper Towns yang sempat heboh (Eh, tapi kalau dibandingkan dengan TFiOS kayaknya enggak terlalu heboh banget, ya?) di pertengahan bulan kemarin. Kamu sudah nonton, atau baca bukunya?
Jujur, saya belum baca buku karya Akang Jhon Green ini, dan langsung lompat menonton film-nya yang disutdradarai oleh Akang Jake Schreier. Tulisan ini bukan untuk membandingkan antara film dan bukunya, ya. Karena tentu saja keduanya punya elemen yang berbeda, dan saya juga bukan ingin me-review karena meskipun saya mampu, saya sedang tidak ingin mengkritik. Saya hanya ingin bercerita. Sebab, film ini menampar saya banget dan membuat saya berpikir lama tentang… Kenapa kita (iya, kita semua) bisa begitu bodoh karena cinta?
Judul film : Paper Towns
Sutradara : Jake Schreier
Produser : Wyck Godfrey, Marty Bowen
Penulis Naskah: Scott Michael H. Weber
Genre : Misteri (yang enggak terlalu misteri banget), Romantis (yang enggak ada romantisnya sama sekali kecualimudau ciuman dianggap romantis), Drama (dan nggak terlalu drama juga karena ini film jauh dari adegan menye-menye)
Rilis Perdana : 24 Juli 2015
Studio : 20th Century Fox
PEMAIN :
Cara Delevingne : Margo Roth Spiegelman
Nat Wolff : Quentin Jacobsen
Halston Sage : Lacey Pemberton
Austin Abrams : Ben Starling
Caitlin Carver : Becca Arrington
Hannah Alligood : Young Margo
Griffin Freeman : Jase
Justice Smith : Radar
Meg Crosbie : Ruthie
Jaz Sinclair : Angela
FYI just in case kamu lupa atau belum menonton, Film Paper Towns ini bercerita tentang kehidupan Margo (Cara Delevingne) dan Quentin (Nat Wolff), juga daily life mereka di sekolah dan rumah. Nah, Q –panggilan akrab Quentin (dibaca Kiu), hidupnya tuh selalu punya aktivitas rutin dan seems membosankan, tapi selalu dikejutkan dengan sikap tetangganya –Margo, yang awut-awutan dan jadi kembang kampus gitu. Mereka ini sudah bersahabat sejak kecil. Keduanya pun entah jodoh apa gimana bisa barengan bersekolah di tempat yang sama. Q itu sih kayaknya ya, kalau dari narasinya dia tuh udah terlanjur jatuh cinta sama Margo sejak dulu, tapi sebagai geek-nerd-bored person, dia nggak punya keberanian untuk menyatakan perasaannya itu.
Suatu hari, Margo ini udah kayak maling kelas teri banget bisa manjat dan masuk ke jendela kamar Q, terus meminta bantuan (atau sebetulnya memaksa Q harus membantu dia) untuk menjalankan rencana balas dendam kepada mantan kekasih Margo yang telah menghianatinya sewaktu mereka masih berpacaran, in this case, selingkuh. Margo ini kan mau balas dendam kan ya apalagi diselingkuhin itu kan sakit banget, tapi ekspresinya ya biasa aja nggak binal, nggak emosian, nggak terlihat patah hati juga. Saya jadinya tuh nggak memahami perasaan si tokoh karena akting-nya kurang baik. (Oke maaf tadi saya sudah janji bukan mau review film-nya). Lanjut, ya. Nah, setelah pembalasan dendam itu berakhir, Margo menghilang. Tunggu. Coret itu. Orangtuanya Margo bilang dia bukan menghilang, dia SENGAJA PERGI. Q pun merasa heran, ada apa sebenarnya?
Akhirnya Q mencoba untuk mencari Margo yang dibantu oleh sahabatnya dan dimulailah perjalanan mencari cinta tersebut. Pada akhirnya, dalam pencarian melacak Margo, Q juga menemukan pemahaman yang deeper about friendship and something more worth it than love...
Film ini dibagi dalam tiga part ; tentang masa kanak-kanak Q dan Margo serta petualangan balas dendam Margo, tentang Margo yang went away (not missing) dan perjalanan Q yang mencari Margo, terakhir tentang Q yang akhirnya realized that love isnt everything in this world.
Let us move into the last part.
Coba diingat-ingat lagi adegannya ;
Margo hilang. Q merasa Margo butuh dicari karena dia ngasih Q berbagai petunjuk. Dicarinya semua petunjuk dan dipecahkan segala teka-teki ala detektif yang sebetulnya nggak jelas ini mau misteri, thril, horor, atau apalah pokoknya nggak tercipta ketegangan itu. Semua dilakuin Q (ceunah mun kata anak muda mah atas nama cinta). Cinta, ya. Lalu, muncul pertanyaan besar ; Apakah di usia yang masih remaja, cinta sebetulnya layak untuk diperjuangkan?
Di sini serunya Paper Towns.
Saat banyak novel, film, prosa, puisi, lukisan, lagu, or whatever karya seni lainnya yang mengatakan bahwa cinta harus kita perjuangkan seberat apa pun rintangannya, melalui film Paper Towns ini, diselipkan banget pesan, bahwa CINTA TIDAK SELAMANYA LAYAK KAMU PERJUANGKAN APALAGI KALAU KAMU MASIH REMAJA, GAES. Oke, maaf, capslock rusak. Yep, ada yang lebih pantas dari sekadar memikirkan cinta, yaitu keluarga, persahabatan, cara menghargai diri sendiri, dan juga cita-cita. Itulah ‘pesan moral’ yang film Paper Towns sampaikan.
Waktu Q dan kawan-kawannya berhasil sampai di lokasi Paper Towns di NY yang mereka tuju, mereka nggak menemukan Margo di sana dan setelah keliling, nyari, menunggu, semua orang mulai berusaha rasional dan memutuskan untuk pulang, kecuali Q.
“Aku ikut datang ke sini karena mencemaskan Margo. Tapi pernah nggak kamu berpikir, apa Margo memikirkan aku? Apa dia memikirkan kamu?” kata Lacey (salah satu sahabat Margo yang juga ikut dalam pencarian ini) ke Q sebelum mereka memutuskan pulang. Dan ketika semua sepakat pulang, Q dengan mantap bilang akan terus di situ menunggu. Sikap cewek itu bikin saya mikir, sebetulnya sahabat macam apa sih yang kita cari? Dan kita ini jenis sahabat yang seperti apa di mata orang lain? Ucapan Lacey menyadarkan saya kalau sahabat juga manusia, kadang pamrih.
Saya nggak mau komentar soal film-nya yang kurang greget dan nggak bikin nyesek bahkan feel-nya nggak dapet padahal si tokoh lagi menunggu, menunggu, dan hanya menunggu sekaligus bimbang and suddenly nangis tapi sebagai penonton cuma… Oh, oke.
Tapi di situ, di adegan pas Q akhirnya pergi pesan tiket bus untuk pulang dan sambil nunggu bus dateng kan dia jajan roti dulu tuh ya, terus kan kayak di iklan gitu, lihat cewek lewat depan teras dan Q yakin itu perempuan yang dicarinya, lantas dia memutuskan mengikuti langkah orang tersebut. TADAAAA, Q pun menemukan Margo, mereka tatap muka, lari singkat, pelukan tiba-tiba, dan begitu Q melepaskan pelukannya dari Margo, kalimat yang keluar dari mulutnya Margo itu nyesek abisss. She said, “Kamu ngapain di sini?”
If I as a Quentin, I would say loud that GUE NYARIIN ELO MB, UDAH RELA NGGAK MAKAN, NGGAK TIDUR, BOLOS, NGGAK GANTI BAJU, DAN NYARIS MATIK, TERUS ELO NANYAIN GUE NGAPAIN DI SINI? FINE.
Astagfirullah. Nyesek sekali, Bro!
Q itu udah bolos kelas dan nggak ikut ujian, udah bolos ektrakulikuler, rela nggak ikut party bareng teman-temannya, lalu pinjam mobil ibunya tanpa izin, terus ngajak Ben juga Radar plus pacar sahabatnya untuk ikut nyari Margo, terus membiarkan Lacey pakai kartu kreditnya untuk belanja kebutuhan mereka selama perjalanan, udah gitu membiarkan nyawa mereka terancam pas di perjalanan karena nggak mau nabrak sapi (NGAPAIN JUGA ADA SAPI DI TENGAH JALAN? Emosi ih), dan mereka cuma punya waktu yang terbatas karena bentar lagi mau Prom Night. Yang perlu diingat, Q udah rela menjauhkan rasa takutnya dan mengubah sikap dia yang tadinya serba sistematis jadi berantakan gitu, cuma karena cinta.
Itu Q udah banyak berkorban demi Margo, lho. Demi perempuan yang bahkan orangtuanya aja angkat tangan untuk mencarinya. Dan pas ketemu, Q memberanikan diri bilang jatuh cinta, bilang kalau dia bisa sampai ke kota yang jauh itu karena petunjuk yang Margo kasih. Dan Margo lgi-lagi ‘cuma’ bilang “Iya, aku kasih petunjuk ke kamu, yang artinya aku baik-baik aja.”
Sakit, nggak sih?
Lebih sakit lagi pas Q bilang, kalau Margo sebaiknya hubungin adeknya deh, soalnya doi tuh kelihatannya kangen. Eh, Margo bilang “Iya, kami kontakan kok, tiap hari.” Yang artinya kayak, ‘lo bego apa polos sih, mz? Yaiyalah kontakan kan ada hape’.
Ending belum berakhir, tapi tamparannya sudah cukup sampai di situ.
Q pun menyadari banyak hal yang salah, bahwa hidup bukan melulu tentang cinta, dan and everything are fine even though Margo nggak ada di sisinya.
Therefore… Saya pernah ada di posisi begitu. Ketika kita memprioritaskan seseorang -yang-kata-orang-itu-atas-nama-cinta- dan ternyata… Oke, yang kita prioritaskan ternyata tidak memikirkan kita sedikitpun. Q beruntung dalam hal ini, dia masih muda dan masih keburu sadar sebelum terlambat. Saya, sadar di saat semuanya telah terlambat. Hal yang saya pastikan sekarang ini adalah, saya tahu, saya nggak pantas terpuruk terlalu lama. Toh, bukankah setiap orang, kita semua ini, pernah mengalami hal-hal bodoh karena cinta? Yaudahlah ya, jadikan peajaran saja.
Kamu tahu apa kolerasinya film Paper Towns dan hidup kita? I just realized that everyone has something prior to do. Prioritas Ben adalah ikut Prom, prioritas Radar untuk membahagiakan orangtua, prioritas Lacey untuk menaikkan harga dirinya yang sempat dicemooh orang, prioritas Q adalah Margo, dan prioritas Margo adalah dirinya sendiri.
And for me, setelah menonton film ini, dan berkaca dari sudut pandang Q, saya tahu. Nowadays, my prior is myself. Cukup deh memprioritaskan cinta yang kadang nggak memberikan keuntungan untuk diri sendiri. Pesan di film ini sudah terlambat diterima saya, tapi semoga belum telat di kehidupan kamu. Semangat!! cinta urusinnya jangan terlalu berlebihan deh. You deserve better, guys. Agree?
What do you think?
Hehe.. Jadi ini film worthed buat ditonton ga ya?maju mundur deh saya mau nonton.
BalasHapusTonton aja kak, tapi ya gitu.. Antiklimaks. Kalau ditakar lewat rating, aku kasih 4 dari 10.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusBagus bgt film ini... sampe nton brp x.... klo aq ksih rating 8 haha
Hapussaya yang baca kok juga nyesek ya sama tindkan si margo ini
BalasHapusjadi cewek gitu amat ya
kesel deh, pengen banget nyoba namparin tuh mulut.
jadi ini si Q pulang hanya dengn tangan hampa ya
Di film inj, Margo dan Q umurnya 18 tahun, jadi masih labil ala ala abege gitu lah, haha. Dan, ya, Q pulang dengan tangan hampa tapi dia dapat sesuatu, pelajaran berharga :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusTulisan ini kayaknya membela jomblo ya? Hehe. :D
BalasHapusMau nonton nih. Tapi.. Tapi bingung mau nonton sama siapa. Kan jomblo hehe. Oh iya, nonton sendiri gak apa-apa. Soalnya hidup gak melulu soal cinta. :)
Haha, enggak membela juga. Cuma ya itu, cinta nggak melulu harus jadi prioritas dalam hidup. :)
HapusMargo ini manusiakan? Segampang itu dia bilang "Ngapain kamu di sini." Sedangkan Q udah ngorbanin semua hal. Jujur, gue pengen jitak ja kepala margo sambil bilang "Peka woy!!!!"
BalasHapusTragis bgt tingkat nyesek film ini. Sampe segitunya sama si Q. Emang sih, gue pernah merasakan hal yang sama. Tapi apalah daya. Semua terjadi begitu saja. Nice review.
Iya, manusia dan dia cewek pula, hehe. Dia bilang gitu karena nggak tahu aja seberapa besar pengorbanan Quentin. Sama kayak hidup kita, kadang suka banget meremehkan suatu tindakan orang, yang kita nggak tahu seberapa besar pengorbanan di baliknya. :(
HapusHrus nton deh...
HapusJadi pengen tampar Margo -_- Terlalu dramatis, dan nyesek :v
BalasHapusMungkin Margo orangnya masih belum paham cinta, makanya susah peka :3 Kasihannya dirimu Q
Kapan-kapan coba nonton filmnya deh.
Iya, dia masih mencari jati dirinya dan nggak peduli dengan cinta. Menarik kan, mengingat remaja2 di negara kita di usia yang sama kayak Margo ini, malah sibuk sama cinta monyet :)
HapusWahh, seru juga nih film, ada kaitannya dengan kisah gue juga sih :(
BalasHapusSetelah nonton gue mungkin akan banyak mendapat pelajaran, mungkin..
Kisahnya kakak kenapa? :(
HapusIya tonton aja, gpp. Akan selalu ada pelajaran di semua film yang kita tonton, kok :)
Ih sedih banget ketika kita udah berkorban segalanya eh dianya malah gitu, minimal terima kasih atau apa gitu. Mungkin bener sih kalo cinta emang gak harus berkorban segalanya untuk mendapatkannya. Untung dia gak nyanyi lagu sakitnya tuh disini. :D
BalasHapusJadi intinya jangan berlebihan dalam mecintai seseorang kalau gak mau nyesek kemudian, bener kan?
Iya :( Kita juga sadar atau enggak kadang suka begini kan, ya, lupa menghargai tindakan seseorang :(
HapusDan, yep! Jangan berlebihan terhadap apa pun :)
Bingung deh kalo ngomongin cinta dan perjuangan, aku mah apa atuh... Berjuang untuk rutin menulis tiap hari aja gak bisa, apalagi memperjuangkan cintahhh. :D
BalasHapusTapi dalam kasus Q tidak ada yang salah, tanpa dia melakukan petualangan itu dia selama hidupnya tak akan memahami cinta. Seperti kadang kita harus sakit hati dulu agar tau betapa kejamnya cinta. #halaaah
Wah, ka Erick bijak sekali. Benar, nggak ada yang salah. Cinta memang nggak melulu tentang yang manis , kadang harus cicip yang pahit :)
HapusCeritanya biasa aja ah, tapi novelnya best seller. Mungkin ada gaya tutur penulisnya yg bagus.
BalasHapusBanget, mbak. Di film-nya terlalu memaksakan semua unsur sehingga point penting dalam novel kayaknya nggak masuk ke dalam film. Dan ya, novelnya punya 'sesuatu' nilai yang lebih, makanya bisa best seller. Terima kasih sudah mampir, mbak :)
Hapuskayaknya seru nih film. btw, itu caplock ampe jebol, 'dalem' banget emang yak :D haha
BalasHapusCapslock itu jeritan hati yang terdalam, hahaha. Nonton gih, mungkin setelah nonton, kamu punya persepsi yang beda dari tulisanku ini :)
HapusDuh, si Q gitu banget ngebelain nyamperin Margo yang ternyata.. hm, that's life. Q hanya terlampau lugu, atau mungkin bodoh. Aku tahu bagaimana perasaan Q. Dan untuk Margo, nggak salah berkata seperti itu. Sekali lagi, that's life. Itulah kenapa, menjaga hati dengan hati-hati itu sangat penting :) Nice review, Uni.
BalasHapusBetul banget. Aku pernah ada di posisi keduanya. Di posisi Margo yang lupa menghargai sikap seseorang, di posisi Q yang terlalu berlebihan sama cinta, dan di posisi Lacey yang hidupnya punya banyak tanda tanya... Sepertinya semua remaja alan mengalami fase tersebut. Kamu, sudah mengalaminya?
Hapusmakasih nih info tentang filmnya, siapa tahu saat main ke mall bisa nonton film ini
BalasHapusDi bisokop sudah nggak ada mbak, paling bisa unduh film-nya atau beli dvd ori. :)
HapusPaper towns. Sebagai anak yang, yaaaaa, gapunya waktu nonton(?), aku aja baru prtama kali tau judulnya. Tahun brapa sih?
BalasHapusEh udah 2x ada yg post tentang review dan aku smuanya blm tau. Kemana aja guweh :3
Juli 2015 kak, itu ada infonya aku tulis di atas :) Gpp, hargai waktu kita, jangan sia-siakan. Tapi kadang nonton film itu jadi salah satu hiburan di tengah kesibukan, sih..
Hapuskayaknya filmnya gak lebih menarik dari ceritanya uni deh.. jadi saya cukup baca tulisan di atas aja, gak perlu nonton filmnya :D
BalasHapusKak! :))) Baca bukunya Paper Towns aja, jauh lebih menarik dari tulisanku :p
HapusHm... walaupun bukan review, tapi tetap Aja mbak bikin aku gak pengen nonton film ini xD.
BalasHapusHm... bener, emang bener. Cinta emang sering bikin kita bodoh. Tapi, sebagai seorang remaja, banyak hal yang bisa lebih menjadi prioritas selain cinta, yang terpenting bagiku adalah cita-cita dan orangtua, cinta masalah belakangan. Yang terpenting aku bisa menggapai yang kumau dan Melihat orangtua tersenyum bangga, itu lebih penting dari sekedar yang orang bilang, CINTA
Eehhh, jangaan. Nonton aja nggak apa-apa, hehe. Seru kok. Yang ini kan cuma sudut pandangku aja :))
HapusWuih, keren. Semoga prinsipnya bertahan sampai lama, ya. :)
Rugi bgt ga nton film ini... byk dvd nya.. mari sempatkan nton
HapusMeong, ini tulisan kok enak banget dibacanya, Un.
BalasHapusNulisnya dengan sepenuh hati ini :)) Makasih udah baca, kak ;)
HapusSudah baca novelnya tapi belum lihat filmnya.
BalasHapusDuabhal yang berbeda, coba tonton dan baca ya :)
HapusAsli ini film sangat bagus buat ditonton (y)
BalasHapusHehehe. Bagus atau nggak, relatif :)
HapusSetidaknya ini film ada beberapa moral baik yg bisa diambil. Sutradara indonesia bisa mencontoh jika film romantis bisa digabungkan dengan petualangan persahabatn dan misteri.
BalasHapusIyap, penuh pesan moral secara explisit :)) dan, banyak kok skrg gilm indo yang udah oke
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusudah lama nonton ini film, tapi baru tau sekarang maksudnya dari margo bilang begitu.. makasih kaa untuk penjabaran pesan moral di film ini ^_^
BalasHapusAhahaha ini cuma dari sudut pandang aku aja kok :)
HapusFILM PALING NYESEK
BalasHapusEnggak paling nyesrk tapi lumayan nyebelin sih ini film bawannya minta ditonton terus hahaha
HapusBarusan kelar nonton, endingnya nyesek banget. 😅
BalasHapuskeren filmnya 👍
Pendukung Quentin bucin yg tersakiti
BalasHapusPendukung Margo pencari jadi diri