"Kamu itu seperti mawar," katanya sungguh-sungguh. Saya tahu dia tidak sedang merayu. Tatapan matanya melihat saya, tapi menerawang entah, seakan dia dapat melihat masa depan tentang dia, tentang saya, tapi tidak tetang kami.
"Semua orang yang saya kenal, suka mawar merah. Dia cantik, dia memesona, dia membuat orang terpukau karena warnanya yang mencolok, dan dia berduri, juga rapuh sekali kelopaknya. Kamu mirip sekali dengan mawar. Ah... Kita perlu hati-hati memegang mawar kalau tidak mau terluka, atau tidak mau membuat mawar rusak," lanjutnya tanpa jeda. Kali ini dia sudah memindahkan pandangan matanya ke arah lain, ke suatu tempat tapi masih tetap memandang jauh, tak tahu melihat apa.
"Ada tiga jenis sikap manusia terhadap mawar. Kamu tahu apa saja?" Tanyanya setelah kami nyaman dalam hening. Saya menggeleng, tapi dia sepertinya tidak melihat. Matanya... Saya tidak dapat membaca tatapan matanya. Dia mulai menunduk, menekuk dagunya hingga ke tulang selangka, dan saya masih setia menatap dirinya yang di samping saya, tapi memeluk dirinya pun saya tak mampu. Ini bukan momen romantis, saya tahu akan terjadi sesuatu, dan sejak tadi sedang menahan tangis.
"Yang pertama orang yang berbisnis. Dia butuh uang, dia berternak mawar, lalu memangkasnya dan menjual mawar di toko atau pasar. Yang membeli adalah yang membutuhkan, entah untuk keperluan apa.
Yang kedua, orang egois. Dia suka mawar, dia beli, atau memotongnya di kebun, atau mengambil di suatu tempat, dan durinya dipotong, lalu dimasukkan ke dalam vas. Dia pandangi terus, dia mengekangnya dalam vas bunga. Sekian hari setelah mawar layu, dibuangnya seakan dia lupa pernah menyukai mawar itu.
Yang ketiga... Yang sesungguhnya mencintai mawar, membiarkannya tumbuh di pekarangan rumah, merawat dengan baik. Orang ini akan selalu menyaksikan kelahiran bayi mawar, kematian tetua mawar, dan segala tumbuh kembangnya diperhatikan. Sikap orang yang ini, membebaskan tapi tidak pernah meninggalkan."
Saya mengangguk. Teringat ibu di rumah yang selalu merawat mawar-mawar di kebun kecilnya, membiarkan indah di taman tanpa pernah memetiknya. Mawar yang ada di foto ini, milik ibu saya yang baru saja merekah sehari lalu. Dan begitu melihat mawar ini, saya teringat percakapan di atas dengan seseorang.
Here the best (or worst?) part ;
"Lalu, apa hubungannya kamu menjelaskan tiga jenis sikap manusia ke saya?" tanya saya setelah dia selesai menjelaskan.
"Premis pertama, saya suka mawar. Premis kedua, kamu seperti mawar."
"Oke, lalu?"
"Dan saya mau bersikap yang membiarkan mawar tumbuh bebas, bukan yang mengekang atau merusaknya," ucapnya pelan, masih menghindari tatapan mata saya.
Saya tahu arah pembicaraan ini. Ada jeda yang sangat lama. Sangat, lama. Sepertinya tidak lebih dari lima menit, tapi serasa lima juta tahun lamanya. Saya tahu maksudnya. Kamu tahu?
"Dan itu artinya...?" Tanya saya, yang meskipun tahu, saya ingin tetap memastikan, ingin apa yang saya duga keluar dari katup bibirnya secara langsung.
"Artinya... Saya tidak mau merusak kamu, karena mawar yang rusak akan hilang harganya, begitu pun perempuan. Saya mau membebaskan kamu, saya mau melihat kamu tetap indah, meskipun saya tidak bisa memiliki kamu dalam genggaman saya, yang penting kamu tetap baik-baik saja. Jadi, mulai hari ini, kamu bebas."
Dan, sejak hari itu, hubungan kami selesai.
~~~~
You get the conclusion, dear?
Kesimpulannya bukan 'semua laki-laki selalu punya alasan untuk mengakhiri hubungan' . Kesimpulannya adalah, kalau kamu pacaran, atau menjalin hubungan yang belum halal, kemmungkinan kamu 'rusak' akan selalu ada. Tidak selalu tentang kerusakan fisik atau mental, kadang... Rusak dalam hal seperti, kamu kehilangan apa yang seharusnya kamu kejar ; cita-cita, impian, dan perasaan ingin membanggakan orangtua...
Intinya,
Selalu jaga diri kamu. Jangan sampai rusak oleh apa pun.
Suka dan setuju banget sama conclusinya....
BalasHapusHehehe, serius? Nggak ada sanggahan?
HapusDalem ya perumpamaannya.Tapi saya setuju.
BalasHapusMau putus aja berbelit banget jelasinnya, ya :D
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusDuhh.. aduhhh.....
BalasHapusAdakah lelaki nyata yang seperti dia? Melepas karena tak ingin merusak?
Kenapa gak langusng nikahin aja? Hahah..
ehiya.. Kalau "Mawar dipinggir jurang" gimana, Un? :D
Ada kok, beberapa lelaki yang begitu, hehe. Kenapa nggak langsung nikahin? Karena, menikah itu ga gampang, ga mudah, banyak persiapannya, dan biasanya lelaki yang baik ga gegabah asal nikahin anak orang :)
HapusMawar jenis apa yang di pinggir jurang? Mawar tanaman tropis kan ya, kayaknya ga tumbuh di dekat jurang, deh. CMIIW #diseriusin
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusDilihat dari kesimpulannya adalah bahwa jomblo itu pilihan yang bijak (untuk saat ini) Yeahh begitu
BalasHapusIya kak, bener. Hehehe.
HapusUni, itu kisah nyata Uni?
BalasHapusYang selesai hanya hubungan pacarannya saja, kan? Hubungan pertemanan jangan... :'D
Aku baru sadar, ternyata yang dimaksud 'rusak' itu luas, ya... aku memilih untuk setuju. :)
Kisah nyata, dan keduanya tetap berteman baik. Betul kata kamu, yang selesai cm hubungan pacarannya aja. Hehe.
HapusRusaknya itu lho Uni... soal cita-cita, impian, harapan. Makanya aku takut karena itu :D
BalasHapusAku pernah ada di posisi itu, rusak karena memprioritaskan cinta dan mengabaikan cita-cita. Nyesel banget, tapi gpp deh, jadi pelajaran buat teman-teman biar nggak seperti aku. Semoga kamu tetap bisa jaga diri ya :)
Hapusmengakhiri hubungan dengan baik :)
BalasHapusDengan baik, tanpa drama, :)
HapusBagus, Uni :)
BalasHapusCMIIW, ya :)
Hapusbener, pacaran hanya merusak bagi wanita, kasian kan nanti klo suaminya dapat bekas...
BalasHapusBegitu pun sebaliknya, merusak bagi lelaki dan kasihan istrinya kalau dapat suami yang begitu.
Hapusiya sip mbak kata-katanya saya suka
BalasHapusTerima kasih :)
HapusUn.... aku suka.
BalasHapusKamu bijak sekali :')
Jadi pengen diskuss euy :))
boleh mampir ke sini Un
http://colourbell.blogspot.co.id/2015/09/perempuan-dan-pernikahan.html
sepertinya relate. hehe
Jadi bijak setelah melakukan kesalahan, sebetulnya memalukan :)) Yuk, kita ketemuan dan diskusi bareng.
HapusOke, noted that. Nanti aku mampir ke situ, ya.
Ntap postingannya! Mengibaratkan wanita adalah setangkai mawar. Emang bener sih. Toh, kalo diputusin tanpa alasan pun kita harusnya mikir positif. Oke, rada kurang nyambung. :(
BalasHapusMemang harus postifi thinking dalam segala hal pokoknya :)
HapusTulisannya keren....
BalasHapusjomblo adalah pilihan yang langka tapi dirindukan oleh langit..
Saya salut dengan Uni :-)
Terima kasih kak :)
HapusSetuju
BalasHapusTerima kasih sudah baca :)
HapusAaaaaaak suka banget uni.
BalasHapusini juga jadi salah satu prinsipku buat enggak pacaran. Perempuan kadang seperti buku di gramedia. yang masih rapih di plastik pasti itu yang di beli, biarpun isinya sama dengan buku yang udah kebuka dan dibaca orang-orang , pasti yang dibawa ke kasir yang masih kebungkus plastik.