Saya bersyukur banget, punya keluarga yang selalu support. Benar-benar memberi semangat, mendukung, menginspirasi, dan bukan sekadar kepo seperti yang saya temui pada keluarga beberapa kawan. Mereka -keluarga saya, seperti ini ;
Lebaran kemarin adalah yang paling berbeda dari lebaran di tahun-tahun sebelumnya. Pertama, saya sendirian. Karena Ibu pegang data warga setempat, saya jadi tahu bahwa satu RW hampir mudik semua yang artinya rumah mereka kosong beberapa waktu. Selain itu, kakak saya Alhamdulillah melahirkan seorang bayi laki-laki sehingga Ibu saya memutuskan pergi ke Sukabumi. Jadilah saya sendirian, betul-betul pas sahur, buka puasa, pergi ke kampung sebelah untuk salat Ied, dan makan gulali, semua dilakukan sendirian. Seru!
Kedua, sejujurnya saya tipe orang yang suka banget pakai sesuatu barang baru di momen penting seperti saat ulang tahun, pesta, atau hari raya. Dan pakai pakaian baru (yang tentunya setiap kali pakai saya bukan beli, tapi dijahitkan oleh Ibu) ketika lebaran buat saya itu hukumnya fardu 'ain. Namun, kali ini Ibu belum sempat menjahitkan karena keburu sibuk urus kakak saya. Saya pun memutuskan pakai pakaian yang pernah dipakai pas lebaran dua tahun lalu. Ternyata asik juga pakai pakaian lama, jadi nggak pakai model pasaran or mainstream seperti yang dipakai kebanyakan orang.
Ketiga, ada yang aneh sama perut saya. Biasanya selalu nafsu menyantap hidangan, apalagi saya nggak pilih-pilih makanan kan, semua dilahap. Cuma saat lebaran sama sekali nggak minat dan nggak selera. Yang saya pikirkan saat itu cuma, mau makan masakan nyokap doang. :( Ini berdampak bagus, sih. Berat badan saya jadi stabil dari sebelum-saat-setelah Ramadan.
Keempat and last but not least, -dengan sedikit khawatir- saya melakukan perjalanan ke rumah keluarga, sendirian. Saya sangsi sebetulnya. Meskipun sering berpergian sendiri, mengunjugi rumah keluarga tanpa Ibu saya menjadi hal baru. Saya ini anaknya manja banget, doyannya bersembunyi di balik punggung nyokap, dan kalau nggak ada doi, duh, nggak tahu harus bersikap gimana. Belum lagi saya udah panik duluan. Dalam pikiran saya, ini pasti bakal diteror banyak pertanyaan yang saya nggak bisa jawab seperti, kapan lulus, pacarnya orang mana, kapan nikah, kapan kerja, dsb. Tetapi alhamdulillahnya, seperti yang saya bilang di intro tulisan ini, keluarga saya nggak pernah KEPO. Nggak nanya yang menjatuhkan atau menydutkan. So lucky to have them all. *Hugs*
Mulanya saya sudah nyiapin alasan klise untuk jawab pertanyaan yang suka ada di meme-meme medsos gitu. Tapi, pertanyaan-pertanyaan semacam "Kapan lulus?" atau, "Kapan nikah?" atau, "Kapan kerja?" dsb, tidak terlontar dari bibir mereka. Yang keluarga saya lakukan adalah ; mengajak berpikir. Mengajak diskusi. Mengajak bertukar pola pikir. Yang mereka tanyakan bukan kapan lulus, tapi, "Nanti kalau lulus mau kerja di mana? . Bukan pertanyaan "Kapan kerja?" Melainkan, "Mau kerja di bidang apa?" "Sudah melakukan pencapaian apa saja untuk tujuan tersebut?" . Dan juga nggak bertanya "Kapan nikah?" Tetapi pertanyaan seperti, "Kapan ada rencana kuliah lagi? Nanti kerja sambil kuliah, terus bangun relasi yang banyak mumpung belum nikah."
Dan hal-hal seperti itu justru membuat saya merasa perlu menanam kembali bibit-bibit impian. Merasa saya masih boleh bangkit dan sedikitnya mengecap sebuah kesuksesan. Saya mau ini, mau itu, mau a, b, c, dan saya mau semua terlaksana. Saya mau keluarga, dan juga kamu yang sedang membaca ini, bangga sama saya. Bangga, dan bukan sedih karena mengenal saya.
Jadi, saya buat beberapa wishlist impian saya dan dipajang dengan besar di tembok kamar. Semoga Allah mempermudah saya untuk merealisasikannya. Amiiiin.
Kamu juga, ayo kejar semua cita-citamu! :)
iya mbak..kadang pertanyaan kapan bikin aku risih sendiri hehehe :)
BalasHapusKapan punya anak? Kakaknya kapan punya adek? Kapan nambah momongan lagi? Gitu aja terus sampai kiamat, ya. :D
HapusHampir sama mbak dengan keluarga besar saya. Yang diprioritaskan itu pendidikan dan pekerjaan. Sharing mengenai jurusan kuliah ataupun kerjaan :)
BalasHapusSalam kenal mbak.
Wah, senang ya ada di lingkungan keluarga yg kayak gini. Support dan mereka mendukung kita. Jadinya kita sebagai anak tuh termotivasi, bukan terintimidasi...
HapusSalam kenal juga :)
Perasaan td udah komen. Ilang ya?
BalasHapusIya, mana? :(
HapusSering ditanyain kapan nikah gitu juga sih tapi sama nada becanda jadi aku nanggepinnya juga becanda.. :D
BalasHapusIya kalau bercanda gpp lah ya, tapi bayanglan kalau yang bercanda ada ribuan dan pertanyaannya sama, ih risih juga itu x))
Hapusbersyukur ya Uni punya keluarga yg support dan tau kondisi kita, meskipun aku dari keluarga yg broken home dan lingkungan hedon tp alhmdulillah masih bisa survive jadi orang.. semangat Unii,, jangan pantang menyerah..
BalasHapusWah, kapan kapan kità perlu sharing bareng, nih :))
Hapusbersyukur ya Uni punya keluarga yg support dan tau kondisi kita, meskipun aku dari keluarga yg broken home dan lingkungan hedon tp alhmdulillah masih bisa survive jadi orang.. semangat Unii,, jangan pantang menyerah..
BalasHapusEnak yaa mbak kalo kayak gitu. Iriii ih :(
BalasHapusKeluarga kakak yg seperti apa?
HapusAda sedikit typo tuh, Un. Mengunjugi kurang "n". :D
BalasHapusAlhamdulillah banget ya. Gue juga seneng bacanya kalo ada lingkungan yang support begini. Hehehehe. ^^