Sumber gambar: shintanonasinta.wordpress.com
Saya pernah ada di masa itu ; ketika lutut gemetar dan tumit kaki terasa sangat sakit saat harus berdiri lama di rakaat pertama salat tarawih. Guru saya selaku imam membaca sehalaman surah Al-Baqoroh dalam setiap satu rakaat. Lain hari, hampir mau menangis karena sujud akhir di witir begitu lama sampai saya bisa merasakan darah memenuhi ruang kepala. Hal yang paling membosankan adalah, ketika harus mendengarkan ceramah dan mencatatnya dalam buku untuk disetorkan kepada orangtua, karena itu artinya harus menyimak dan saya jadi tidak bisa jajan siomay, bakso, es, yang ada di depan musala. Ada juga perasaan tak mau kalah saat harus berlomba-lomba khatam Al-Quran sebanyak-banyaknya dan begitu terpukul mendapati saya selalu kalah karena hanya berhasil khatam paling banyak cuma dua kali dalam sebulan.
Saya. Pernah. Mengalami. Itu.
Dan sekarang, saya rindu perasaan saat-saat dulu. Mendapati Ramadan yang beberapa tahun terakhir ini dijalani dengan tidak terlalu terasa gregetnya, begitu saja tanpa ada esesnsi yang spesial.
Saya masih ingat momen-momen di mana saya berjongkok dengan posisi siaga di depan televisi sambil menggengam remote –mengganti channel setiap detik untuk mencari stasiun televisi mana yang paling cepat menyetel kumandang adzan, lantas saya dengan gesit akan berlari ke dapur untuk meminum es dan menyantap kolak buatan nyokap. Juga momen di mana saya akan selalu sigap pukul tiga dini hari untuk sahur bersama orang terkasih.
Ramadan selalu dinantikan, tapi lebih antusias lagi menyambut lebaran karena itu artinya saya akan mendapat pakaian mewah, sepatu cantik, dan uang banyak. Lalu uangnya akan saya tabung dan dipakai untuk membeli sesuatu yang sangat saya inginkan ; kamera, ponsel, tas, jam, dsb.
Saya, rindu suasana dan perasaan antusia itu. Ternyata, yang saya sebutkan di atas, adalah momen yang yang telah lewat belasan tahun. Sudah sangat lama sekali, ya.
Menyadari sekarang biasa saja ketika tidak khatam Quran, biasa saja ketika kelewat sahur, dan tidak terlalu rusuh menunggu adzan, tidak begitu tertarik berbuka dengan aneka makanan, dan biasa saja saat memutuskan untuk tidak tarawih di musala, saya sangat menyayangkan itu. Saya telah berkata pada diri sendiri ; mencoba maklum karena sibuk, tetapi sebetulnya saya sendiri tahu bahwa kata 'sibuk' hanyalah sebuah alasan dari apatis. Iya, saya jadi terlalu apatis menanggapi semua hal. Dan puasa pun lebaran yang dijalani, hanya menjadi sebuah rutinitas wajib yang biasa saja ; sahur, buka, salat tarawih, saat lebaran hanya mandi, wudhu, salat, salaman, pergi kumpul keluarga, selesai. Tidak lagi merasa butuh pakaian baru, merasa menjadi suci kembali, bahagia mendapat uang banyak, atau, obsesi untuk membeli sesuatu, sudah tidak ada keinginan untuk itu.
Namun, satu hal yang masih tidak berubah sampai detik ini, saya masih tetap merasa berdebar menymbut kedatangan Ramadan. Setiap kali orang berkata “Puasa beberapa hari lagi.” Saya selalu memejamkan mata dan mencoba untuk tenang. Saya selalu panik, takut, khawatir, sekaligus senang. Bulan Ramadan bagi saya bukan sekadar bulan yang wajib berpuasa, tetapi juga merupakan waktu di mana segala doa-doa yang dirapal akan diijabah, menjadi bulan yang akan sukarela menghapus dosa-dosa. Bulan yang mampu menghapus semua duka. Saya akan, dan selalu, jatuh cinta setiap kali bertemu Ramadan.
Selamat datang Ramadan, semoga yang kali ini saya bisa menyambutmu dengan baik dan tidak apatis lagi.
Selamat menunaikan ibadah shaum bagi yang menjalankan. :)
Saya kok berkaca-kaca baca tulisan di atas ya mbak :(
BalasHapusjadi ikut2an rindu masa-masa di mana saya bahkan sampe gak bisa tidur menjelang sahur pertama saking antusiasnya :')
Iyah aku juga kangen banget sama masa masa dulu pas Ramadan...
HapusDari hati banget ini. :')
BalasHapusGue juga sempet nulis begini, tapi masih di draft. Nggak tau kenapa, ini mewakili perasaan gue. Nggak ngeluh kayak dulu pas nahan laper. Kayak udah biasa aja rasanya puasa. Pas buka, beda banget sama zaman gue masih SD-SMK. Tidak ada tantangan lagi. Nggak terlalu spesial lagi rasanya nanti pas lebaran dateng. Apa seperti itu bertambah dewasa? :(
Muahahaha nulisnya lagi good mood sih sebetulnya... Mana draftnya udh jd? Mau bacaaa ~~~
HapusDan oh, iya... Mungkin karena bertambah dewasa jd hal kecil remeh temeh pas Ramadan ga terlalu dipikirin lagi....
ini di tulis pake hati yaa. dalem banget soalnya..
BalasHapus:(
Semua tulisnku ditulis pakai hati, kak...
HapusKhatam 2x dalam sebulan. Keren~
BalasHapusPrestasi bgt ini.
Biasa aja kak, di luar sana banyak yang sebulan lebih dari empat...
Hapus