Kisah inspiratif tentang pengorbanan dan saling menghargai
Judul buku : Pukat; serial anak anak Mamak
Pengarang : Tere-Liye
Penerbit : Republika
Terbit : Maret 2010
Tebal : vi + 351 halaman
Kembali Tere-Liye meluncurkan buku terbarunya yang menggetarkan hati. Buku-buku Tere-Liye selalu menarik banyak perhatian pembaca hampir setahun belakangan ini. Salah satu novelnya, Pukat, mengangkat kisah seputar dunia anak kampung yang penuh petualangan dan mengulas sifat-sifatnya yang cerdas dan kreatif.
Tere-Liye mengupas tuntas empat tokoh kakak-beradik; Burlian, Pukat, Eliana, Amelia, dan kisahnya diulas secara terpisah di setiap novel tetralogi ‘serial anak-anak mamak’. Novel ini bercerita tentang anak-anak Mamak yang tinggal di kampung pedalaman. Dunia anak pun dikisahkannya penuh kepolosan. Dalam novel ini, dunia anak hadir apa adanya. Tidak ada cerita tentang masa remaja dalam novel ini.
Ketika kita membaca novel ini, ada beberapa kisah yang khas seperti yang tersaji dalam bab bersambung kaleng kejujuran satu, kaleng kejujuran dua, kaleng kejujuran tiga, dan kaleng kejujuran empat. Intisari yang disajikan penulis dalam bab ini membuat para pembaca akan menganggukan kepala tanda setuju, karena kesesuaian isi cerita dengan pemilihan diksi yang tepat pada judul bab, yaitu mengenai kejujuran hati. Lewat buku ini, penulis mampu memberikan pelajaran untuk anak-anaknya melalui sebuah peristiwa. Salah satunya bercerita tentang peristiwa dramatik yang sangat membekas dalam batinnya. Kala itu suatu hari ketika Pukat, Burlian dan Ayah mereka, sedang dalam perjalanan menuju rumah paman mereka menggunakan kereta api. Mereka membawa bubuk kopi untuk diberikan kepada paman. Disitulah awal dari kisah petualangan yang akan dilewatinya. Ketika kereta memasuki terowongan, tiba – tiba suasana menjadi gaduh. Lalu segrombolan para perampok tang sudah terencana dating dan membuat suasana mencekam dengan ancamannya. Perampok ini sangat pintar karena merampok ketika kereta sedang didalam terowongan, dan penumpang tidak bisa melihat mereka. Mereka juga menggunakan senjata api sehingga tidak ada yang berani melawan. Perampok memerintahkan mereka untuk memasukkan harta mereka kedalam karung yang telah disiapkan. Semua penumpang termasuk ayah Pukat menaati perintah perampok tersebut. Pukat merasa takut, dan bingung harus bagaimana untuk menyelamatkan penumpang. Ketika perampok sampai pada ayahnya, disitulah dia menunjukkan kecerdikannya. Ia menaburkan bubuk kopi ke sepatu para perampok. Sesampainya di stasiun, Pukat beserta Burlian dan ayah melapor ke kantor polisi mengenai kejadian tesebut. Polisi tidak mengalami kesulitan dalam menangkap para perampok, karena sudah ada 'jejaknya' yaitu bubuk kopi yang ditaburkan pukat tadi.
Selain dari kejadian ini, dapat diketahiu bahwa Pukat adalah anak yang pandaida panjang akal karena rajinmencari tahu jawaban atas segala pertanyaan. Sedangkan Burlian di anggap sebagai ‘si tukang tanya’ meski ia adalah anak special. Lalu kakak mereka Amelia yang dewasa, juga Eliana yang bijaksana. Meski dibesarkan dalam kesederhanaan, keterbatasan, berbaur dengan kepolosan dan kenakalan, Mamak selalu menanamkan arti kerja-keras, kejujuran, harga diri serta perangai tidak tercela. Dan di sini, kasih sayang keluarga adalah segalanya.
Tere-Liye cukup mangesankan saat menuturkan kisah pukat. Tokoh-tokohnya memniliki jiwa dan emosi yang dikupas secara propesional dan segar, di tambah sudut pandang pertama aku-an dan alur yang memanjakan pembacanya. Dengan membaca novel ini, kita akan merasakan Susana kampung yang terpencil, terletak di dekat hutan tropik, belum memiliki sarana listrik di daerah Sumatra Barat. Suasana asri dengan segala polemik permasalahan kampung yang ada. Sehingga para pembaca dapat membayangkan bagaimana kisah masa kecil mereka yang polos.
Novel ini benar-benar sarat makna dengat bahasa yang memikt. Banyak kisah yang penuh cinta, kesedihan, keceriaan, perjuangan, ketegangan, dan penuh dengan totalitas kehidupan, sehingga buku ini sangat direkomendasikan untuk bacaan keluarga dan perpustakaan sekolah.
Sayangnya kekurangan dalam buku ini ialah pada penyuntingan kulitas buku yang kurang, sehingga dapat mengganggu pembacaan seperti kesalahan tanda baca dan ejaan. Hal tersebut merupakan hal yang sangat penting namun di anggap sepele sehinggan mejnjadi keslahan paling mendasar. Salah satunya seperti kat ‘ijin’, yang seharusnya ‘izin’. Buku ini juga menceritakan tentang masa kecil seorang anak yang berada di pedalaman Sumatra, dan masih menggunakan beberapa kosakata melayu, sehingga agak sulit dipahami.
Akan tetapi, novel ini mampu memikat karena kelebihannya yang selalu mengupas kosakata Bahasa Indonesia dan juga menceritakan tentang cinta dalam kehidupan keluarga. Tere liye mampu membawa para pembacanya untuk kembali berpikir phragmatis. Membayangkan kisah masa kecil mereka dulu yang polos, dengan masa kecil anak – anak zaman sekarang, dengan berbagai teknologi dan kecanggihan yang ada. Dan Tere liye menuturkan semuanya dengan detail.
Penulis resensi: Dzalika chairani, 0411 10 044
Harga: @Rp 50.000,-
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)