____________________________________
“Kalian
baik-baik aja, kan? Pergi paling awal semangat banget, pulangnya kenapa jadi
paling akhir?” tanya seorang bapak berkacamata, pada saya dan Tiwi. Beliau yang
bertanya di dalam saung membuat orang-orang di sekitar jadi menoleh dan
mengecek kondisi kami yang sudah basah kuyup dan pegal. Kami berdua serempak
menjawab, “Tidaaak!”
Lelah.
Tidak haus,
karena sepanjang jalan saya memabwa AQUA, tapi lelah. Rasa-rasanya saya tidak
mampu membawa beban tubuh sendiri saking pegalnya. Begitu pun dengan Tiwi.
Ada apa ya,
kenapa kami berdua lelah? Dan ada kejadian apa sampai membuat kami sangat bersemangat
pergi paling pertama tapi pulangnya kayak zombie?
____________________________________
Baca juga Part 2:
Keseruan
Memetik Paprika Organik di Kampung Tabrik Cianjur.
dan Part 3:
Mengetahui
Rahasia Besar Pabrik AQUA Cianjur yang Selama ini Tidak Banyak Diketahui Orang.
Assalamualaikum,
teman-teman yang sudah sering membaca blog saya, juga kamu yang baru pertama
kali mampir…
Awal Desember
ini, saya pakai untuk istirahat penuh karena di minggu keempat November lalu,
saya terlalu sibuk main dan jalan-jalan keliling kota. Setelah dari Sukabumi,
Lembang, juga Bandung Kota, saya melanjutkan ke Cianjur pada tanggal 29-30 November mengunjungi Pabrik
AQUA Cianjur. Tapi bukan hanya berkunjung ke pabrik, saya bahkan mendapat
kesempatan untuk melihat langsung program
CSR AQUA Cianjur bersama teman-teman!
Jadi, kalau
menurut Om Wikipedia, tiap perusahaan itu harus memiliki Tanggung jawab Sosial
Perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) di mana perusahaan harus menimbang dampak sosial dan
lingkungan dari apa yang dikerjakan, jangan cuma memikirkan aspek ekonomi
seperti tingkat keuntungan atau deviden. Nah, bentuk kepedulian bagi masyarakat
dan lingkungan yang dilakukan oleh PT
Investama Plant Cianjur atau pabrik AQUA Cianjur ini memiliki program CSR utama
bernama Ecofarming. Kegiatan
utama tersebut ternyata membawa banyak dampak baik bagi beberapa aspek, di mana
saya juga terjun langsung melihat aktivitasnya selama kunjungan ke Cianjur. Program CSR AQUA lainnya adalah Program
Peningkatan Akses Air Bersih, Sanitasi dan Higienitas, juga Program
Pengembangan Pertanian Terintegrasi.
AQUA, yang
merupakan bagian dari DANONE melakukan strategi keberlanjutan perusahaan yang
dinamakan AQUA Lesari, di mana strategi ini memiliki empat pilar utama yaitu;
- Perlindungan Sumber Daya Air
- Pengurangan CO2
- Optimalisasi Kemasan dan pengumpulan Sampah kemasan
- Distribusi produk secara berkelanjutan
Nah, untuk
melihat langsung programnya, kira-kira pukul 11 pagi saya dan tim sampai di Lahan Ecofarming Paprika di Kampung
Tabrik, Desa Gekbrong, Cianjur, Jawa Barat. Di sana kami disambut oleh
adek-adek yang menampilkan pencak silat dengan sangat energik dan tanpa cela. Ada
juga kakak-kakak kasep SMK dan ibu-ibu setempat yang menyambut. Ada banyak
lalat yang mengerumun di saung. Ada AQUA
di mana-mana yang bisa membuat kita tidak akan hilang konsentrasi selama acara.
Suasana awalnya saja sudah sangat kekeluargaan, jadi meskipun udara dingin menusuk
dan anginnya terlalu kencang, saya merasa hangat setibanya di sana. Meskipun
tetap lebih hangat pelukan seseorang yang menyayangi kamu dengan tulus.
Kami masuk
saung dan acara dibuka oleh koordinator CSR Pabrik AQUA Cianjur, Bapak Jarot Partoyo.
Setelah berbincang mengenai perjalanan kami (yang mana saya tidak tahu apa-apa
karena sepanjang jalan tidur 🙋) obrolan dilanjut dengan cerita tenang Ecofarming yang ada di Kampung Tabrik. Saya
ngantuk sekali, saya belum tidur sejak dua hari lalu dan butuh istirahat karena
di mobil kurang nyaman, tetapi melihat beberapa buah segar tersaji di depan
kami, rasa ngantuk saya sedikit hilang tergantikan dengan rasa penasaran.
Apa itu ya? Di brief sih tulisannya saya akan lihat kebun paprika, tapi ini apa yang ada di
depan saya, ya? Kok merahnya ranum sekali dan bentuknya sekel mirip apel. Ini
seriusan paprika kayak begini bentuknya? Batin saya saat itu.
Dan ternyata
betul, itu paprika. Pak Jarot bilang, konsep pertanian Ecofarming ini menanam paprika yang diharapkan menjadi lahan ramah
lingkungan dan bebas kimia yang mana menggunakan cara organik. Di Kampung
Tabrik ini ada 6 buah green house
berukuran 10 x 20 m untuk tanaman paprika dan bibitnya merupakan impor Belanda
yang menjadikan paprika di kampung ini jauh lebih baik daripada di Lembang.
(Wah, pas sekali sebelumnya saya dari Lembang nih padahal, sayangnya tidak
melihat paprika Lembang, sih).
Adanya program
Ecoframing yang tidak menggunakan pestisida
kimia ternyata menjadikan kegiatannya terkait dengan beberapa aktivitas positif
lain. Misalnya, petani menjadi terbebas dari bahaya efek bahan kimia pada
tubuh, terus konsumen akan mendapatkan produk sehat, dan lingkungan kita
semakin terjaga karena tidak ada bahan kimia yang larut ke dalam tanah. Selain itu kalau dilihat dari sisi ekonomi, program Ecofarming berhasil membuat para petani punya
akses pasar melalui penyediaan pihak pembeli paprika dan sayur mayur produksi
petani Kampung Tabrik. Ini adalah bentuk nyata dari peribahasa; sekali mendayung 33 pulau terlampaui,
hehehe.
Selanjutnya,
Pak Jarot juga curhat kalau awalnya nggak mudah membuat para petani mengerti
bahwa tanpa pestisida, kita tetap bisa menghasilkan produk yang bagus. Akhirnya
dibukalah program edukasi yang mengajarkan para petani di Kampung Tabrik. Mulai
dari cara memanfaatkan air hujan, cara membuat pupuk organik, dan bagaimana
caranya mengusir hama dari kebun tanpa harus membunuh mereka. 😎
Kami juga
dijelaskan memanfaatkan air hujan tuh maksudnya begini. Air hujan yang turun tidak
langsung dipakai oleh mereka dan saya bingung maksudnya digimanain. Saat itu saya dan tim juga melihat ke lokasi tentang air hujan yang ditampung dalam embung. Nantinya air dalam embung tersebut dapat digunakan untuk
menyiram tanaman, sedangkan sisanya dapat terserap ke dalam tanah melalui sumur
resapan. Tidak dipakai langsung itu tujuannya agar menghindari penyakit yang
dibawa air hujan dan meminimalisir adanya kemungkinan kontaminasi. Berdasarkan
riset, cara itu dapat mecegah terjadinya penyebaran bakteri. Lalu saya makin
bingung, bukankah kalau ditampung malah lebih riskan?
“Nanti
kalau ada anak kecil pipis di sini, gimana?” tanya saya, mengingat di
perkampungan sering kali anak-anak pipis di mana saja. Namanya juga anak-anak,
kan, tingkahnya selalu kreatif dan di luar dugaan, hehe. Namun, jawab Pak
Jarot, walaupun tanpa kamera cctv di kampong tersebut, akan selalu ada petani
yang menjaga dan itu dibuktikan dengan adanya gubug di lokasi sekitar sebagai
pos jaga. Dan karena masih di perkampungan pula, masyarakat jauh lebih saling
peduli untuk menjaga, tidak seperti di kota besar yang biasanya apatis terhadap
segala hal. Jadi tidak bakalan deh, anak-anak pipis atau mandi di air embung
tersebut 😁
***
Karena waktu
yang kami miliki terbatas dan hujan sudah mulai turun rebas-rebas, sayangnya
kami tidak bisa melihat cara pengolahan pstisida alami dan langsung diarahkan
untuk ikut menanam pohon di sepanjang
jalan menuju Curug Goong Cianjur. Kegiatan menanam 1000 pohon ini dilakukan sebagai cara agar konservasi air
Gunung Gede Pangrango tetap terjaga. Setiap tahun, selain menanam, akan
dibuat juga lubang biopori. Tapi bukan hanya di jalanan menuju Curug Goong
saja, di sana seluruh persawahan dan pemukiman masyarakat diwajibkan untuk
ditanami pohon-pohon ekonomis misalnya seperti tanaman buah pala, alpukat, dan
pohon keras yang bisa diambil kayunya. Saya juga kebagian menanam pohon dan
sudah disediakan pohonnya di sana. Lumayan lah ya tinggal nanem saja tidak perlu beli dulu, harga
satu pohon itu ‘kan mahal.
Dibantu foto dari kamera ka Gayuh
Lalu,
sebelum percakapan dalam prolog tulisan ini terjadi, saya dan Tiwi yang paling
antusias. Hujan semakin deras, tapi kami semangat jalan paling depan agar lekas
sampai ke Curug Goong. Ini terjadi setelah masing-masing dari tim sudah menanam
pohon dan diarahkan agar bergegas turun ke bawah melihat air terjun. Sebetulnya,
ada alasan lain yang tidak orang tahu.
Kami sengaja
pergi lebih dulu agar menemukan spot
bagus dan bisa berswafoto tanpa mengganggu pejalan kaki yang lain. Itu sebabnya
kami jalan lebih dulu. Tapi lama-lama jalanan semakin terjal dan licin,
pegangan juga belum ada. Batu kerikil ada di mana-mana dan kaki saya sakit. Saat
itu kabut dengan tebalnya mulai turun landau dan kacamata saya semakin
berembun.
Belakangan saya
baru tahu kalau jalanan tersebut belum dibuka untuk umum makanya masih sangat
asli dan belum berbentuk tangga. Oleh karena itu, saat tiba di bawah, energi
saya sudah habis dan ngos-ngosan. Untungnya
per orang membawa botol aqua dan bisa minum berkali-kali di tengah perjalanan. Sekembalinya
kami ke atas, saya benar-benar jadi orang paling terakhir yang sampai :D Uni
kuatnya keliling mall seharian penuh, kalau naik turun tangga begini rasanya
kondisi badan langsung drop 5% :)))))))))))))))))))))))))))))))))))
Dibantu foto oleh Ka Imawan
Dibantu foto oleh Rudi
Sudah
selesai?
Belum. Saya
masih belum bisa dan belum mau istirahat. Karena bagian serunya ada setelah ini
: Keseruan Memetik Paprika Organik diKampung Tabrik Cianjur dan Mengetahui
Rahasia Besar Pabrik AQUA Cianjur yang Selama ini Tidak Banyak Diketahui Orang.
kok kemaren pas tanam pohon, aku ga dikasih cangkul. curang nih hehe
BalasHapusCurugnya seger banget, Un! Jadi pengen mandi wkwkw
BalasHapus