Ambu, balaslah suratku.
Setelah kemarin bersama Zi, aku kehabisan kata-kata yang ingin kusampaikan padanya. Pun kehilangan tanda tanya yang selama ini ingin kulontarkan padanya. Ia begitu berbeda dengan yang diceritakan orang-orang, dan aku hampir tak percaya orang yang sedang bersamaku ini, apakah sama dengan yang sering mereka ceritakan.
"Jadi, hatimu sudah kuat?" tanyaku padanya ketika kami berjalan di Jembatan Merah gantung, Kebun Raya Bogor. Dia hanya mengangguk. Selanjutnya semua pertanyaanku hanya dijawabnya dengan anggukan, gelengan, tanpa sanggahan. Diamnya ia membuatku berkesimpulan, bahwa hatinya tetaplah rapuh, namun berusaha untuk ditutupi.
Ambu, Zi yang kembali ke hadapan kami, bukanlah Zi yang kami kenal. Ia tak mau lagi menjadi orang terkenal dan tidak lagi emosional. Ia menjadi sangat tertutup akan segala hal. Waktu kutanya padanya, tentang siapa orang yang dapat ia percaya sekarang ini, ia menatapku lama dan menjawab dengan sangat pelan, "Di depan siapa saya menangis, pada dialah saya taruh seluruh kepercayaan saya."
Dan aku tak berani lagi bertanya kepada siapa ia perlihatkan tangisannya. Ambu, beritahu aku bagaimana caranya memberi kekuatan, bukan hanya untuk Zi, tetapi juga untuk setiap hati yang rapuh.
Uni.
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)