"Titip sebentar, itu cincin yang paling aku sayang,"
Windy melepaskan cincin emas 22 karat. Aku gemetar menerimanya. Bagaimana kalau hilang?
"Kenapa juga harus dilepas sih, Win? Takut hilang nih, ini pasti mahal,"
Tetap saja, cincin itu sudah berpindah tangan.
"Itu pemberian gebetanku, penuh kasih sayang, jadi berharga. Pegang dulu aja, takut kotor."
Windy menenteng kantong plastik hitam dan berlalu meninggalkanku. Aku memang tidak mengerti mengapa dia -sahabatku, mengajakku ke bandara. Mau menjemput seseorang, kah?
Kurang lebih lima menit aku menunggunya di ruang tunggu dan mendapatinya kembali tanpa kantong plastik hitam.
"Kamu lama banget, dari mana?"
"Masa sih? Aku cuma taruh bungkusan tadi di bangku sebelah sana. Kita pulang yuk."
"Memangnya plastik itu isinya apa?"
"Cuma tiga buku yang minggu lalu kamu kasih ke aku. Semoga di bandara bukumu menemukan "tuan" nya deh. Rak bukuku penuh."
DHEG. Seminggu yang lalu aku memberikan novel kesayanganku untuknya. Harganya tidak seberapa, tapi itu buku kesayanganku. Mataku mulai memanas.
"Kamu kenapa nangis?"
"Buku pemberianku itu berharga banget, sengaja untukmu karena aku sayang kamu," kataku pelan, mulai tidak bisa membendung air mata.
"Aduuh, kan cuma buku, yaudah sih, sepele." Windy berlalu begitu saja. Membuatku mau tak mau mengikutinya menuju mobil kami yang terparkir.
Sepuluh menit dalam mobil kami masih saling membisu.
"Oya, mana cincinku?"
"Kutinggal di bandara." Kataku datar.
"Kamu tahu kan, itu berharga banget buatku, cincin itu dari gebetanku tahu!"
"Duh, cincin doang. sepele kan,"
-----
*diikutsertakan dalam #ff161kata @bookaholicfund . 161 words tanpa judul dan keterangan.
*no offense, no mention, all what I write here is only fiction.
*karena yang sepele di mata kita, bisa jadi sangat berharga di mata orang lain.
yah kok bukunya ditinggal di bandara?
BalasHapuskan sayang...
mending kasih aku aja.
kalau memang rak bukunya penuh ya beli rak buku baru :)
Uni :')
BalasHapus