PESTA PORA
Alkisah, di sebuah wilayah antah berantah, terdapat satu tempat yang tentram dan damai. Negeri Ghalibalibi namanya. Penduduknya dihuni oleh beberapa macam jenis makhluk hidup. Konon, milayaran tahun silam, sebuah makhluk dari planet bumi melakukan percobaan genetika silang dan menghasilkan makhluk hidup yang bisa mempunyai dua kaki, tapi memiliki insting dan beberapa anggota tubuh seperti hewan. Ada yang memiliki belalai, ekor panjang, bulu lebat, bertanduk, berduri, berkulit licin, dan lainnya. Semua indah, semua hebat, semua mempunyai kelebihan.
Setiap anak yang berusia di atas sepuluh, wajib mencari pegetahuan baru di luar negeri ini. Beberapa anak yang terlahir nyaris seperti manusia, akan mendapat gelar sebagai peri, yang betugas mengurus segala kepentingan di wilayah Ghalibalibi Para peri berhak mendapat penghargaan berupa pesta kecil-kecilan setiap malam di mana mereka resmi beranjak dewasa.
Tersebutlah seorang gadis cantik yang baru saja menginjak usia sepuluh hari ini. Lubna namanya. Dia cantik, bermata sayu, berambut panjang, anggun, dan senyumannya mahal. Ia hanya tersenyum untuk hal-hal yang mampu membuat hatinya tersenyum. Di atas kepalanya sedang tumbuh tanduk rusa yang masih berselimut bulu-bulu halus. Dia didaulat menjadi peri tahun ini. Paras cantiknya, lekuk tubuhnya, semua nyaris sempurna. Abahkuki-ayah Lubna yang paling jujur se-Ghalibalibi. Abahkuki sangat bangga pada peri Lubna yang mampu mengharumkan nama keluarga.
Malam ini semua berpesta pora, termasuk Lubna.
Karena usia Lubna sudah sepuluh, ia bebas memilih akan pergi kemana. Ia diperbolehkan merantau sejauh mungkin demi menimba ilmu. Lubna berpikir. Ia pernah bermimpi tentang padang rumput yang pada hamparannya terdapat bunga berwarna-warni. Lain waktu ia bermimpi berlarian di tengah hutan lebat dan menceburkan diri ke dalam lautan berwarna biru. Ya, dia akan kesana. Ke tempat yang selalu ditemuinya dalam mimpi.
"Aku akan pergi ke Bumi. Di sana, aku akan bahagia."
Kata Lubna mantap. Tiba-tiba semua rakyat yang sedang berpesta pora malam ini, terdiam. Angin berhenti berhembus. Api unggun seketika mati. Bahkan baranya tak lagi berwarna oranye kemerahan. Bumi -adalah tempat terkutuk bagi mereka yang tahu betul tentang sejarah.
"Kamu serius?"
Abahkuki mengernyitkan dahi. Ia cemas bukan main. Zaman dahulu, banyak nenek moyang mereka mati di sana. Bumi adalah fatamorgana. Terlihat indah dan teduh dari kejauhan, tapi mengandung sejuta racun mematikan. Kita begitu haus melihat harta kekayaan Bumi yang berlimpah, tapi ketika berhasil mendapatkannya, hidup masih terasa hampa.
"Usiaku sepuluh. Aku bebas kemana saja."
Lubna bersikukuh. Malam itu, semua pesta pora berakhir. Seketika senyap.
PORAK PORANDA
Sesak. Carut marut. Semua belingsatan. Berlarian kesana kemari. Lubna tak mengerti. Ia harus menggunakan empat kaki untuk berlari. Oh, ketika tiba di Bumi, tubuhnya sempurna menjadi Rusa cokelat yang berbulu lebat. Tempat pertama yang disinggahinya penuh keributan. Seekor hewan buas mengincar sekumpulan Rusa. Lubna --yang tiba-tiba ada di dalam sekelompok rusa di tengah hutan-- ikut berlari Zig-zag. Napasnya tersengal-sengal. Matanya berkabut,
kaki depannya terantuk batu. Ia terjatuh. Sementara hewan bergigi runcing hampir mendekat,
semakin kencang berlari, perlahan, dengan sedikit mengendap-endap, ia menerkam tubuh Lubna. Tapi tiba-tiba tubuhnya roboh setelah terdengar suara letupan. Lubna selamat. Dan bertemu dengan seorang... manusia.
"Ha-lo."
Didekatinya Lubna yang terlihat sedikit ketakutan. Dielusnya tanduk kokoh milik Lubna. Beberapa baris kata terkesiap di tanduknya.
L-u-b-n-a.
"Namamu Lubna?! Sungguh cantik! Aku belum pernah melihat rusa yang kulitnya cokelat keemasaan sepertimu! Aku Thomas!"
Thomas kecil berteriak. Lubna berdiri setelah gemetarnya hilang. Thomas kecil, (entah bagaimana caranya bisa mempunyai senjata mematikan) telah menyelamatkan hidup Lubna. Mereka berjalan bersisian, menuju tempat yang lebih aman dari tempat sebelumnya. Lalu ia membiarkan Lubna masuk ke gubuk milik Thomas.
Thomas sejak lama tinggal di hutan belantara ini. Tapi dia bukan peri hutan. Dia manusia.
Lubna senang. Bumi memang fatamorgana. Semua memang indah. Tapi yang tinggal di Bumi tidak mengindahkannya. Ah, mana peduli. Yang penting Lubna senang bertemu Thomas. Mereka hidup saling bahu-membahu.
Puluhan tahun berlalu. Thomas kecil tumbuh menjadi pemuda tampan. Dia harus pergi ke kota. Untuk menjalani hidup, membangun keluarga baru, mencari uang untuk makan. Lubna terlanjur jatuh cinta. Sayang, dia tidak berwujud seperti peri cantik Ghalibalibi. Ini di Bumi. Dia sempurna menjadi makhluk berkaki empat, sempurna bisu. Dan tanpa kata-kata, sangat sulit bagi Lubna untuk bicara agar tidak meninggalkannya seorang diri. Jadi, Thomas tetap pergi. Keluar dari hutan.
PURA-PURA
Pada suatu hari, Thomas datang. Lubna menyambut dengan riang.
"Aku sakit. Aku butuh obat. Katanya wargaku, tanduk rusa bisa menyembuhkan penyakit darah tinggi ini. Maukah kamu menolongku, Lubna?"
Lubna tersenyum. Ia menundukkan kepalanya, hingga tanduk kanannya yang kuat nan cantik menyentuh kulit Thomas. Dan dalam sekali tebas, tanduk kanannya sudah dalam genggaman Thomas. Dia pergi. Tak ada sakit. Tak ada luka. Tidak juga berdarah. Hanya sesak karena ditinggalkan.
Dua tahun kemudian, Thomas kembali datang. Lubna melompat senang.
"Lubna, istriku sakit keras. Katanya, tanduk Rusa bisa menyembuhkannya. Aku sangat mencintai istriku. Bolehkah aku...?"
Lubna segera menyodorkan tanduk kirinya sebelum Thomas selesai bicara. Lalu, lagi-lagi Thomas pergi setelah tanduk kiri Lubna berada di genggamannya.
Sebut saja beberapa tahun kemudian. Thomas kembali datang, kali ini dengan jas hitam dan karismanya membuat ia terlihat sangat tampan.
"Anakku sedang melakukan penelitian. Dia tumbuh besar. Dia bilang padaku, dia butuh bulu rusa. Bolehkah aku mencukurnya sedikit?"
Thomas meminta. Lubna tersenyum. Ia tak sanggup menolak. Dengan anggun, ia menyandarkan tubuhnya di hadapan Thomas. Hanya sekali pangkas, seluruh bulu di tubuh Lubna telah habis dicukur.
Lubna masih terlihat cantik, masih mengagumkan. Dan masih menunggu Thomas. Ia belum berani pulang ke Ghalibalibi karena ilmu yang didapatkannya masih sedikit.
Berpuluh-puluh tahun kemudian, Thomas kembali datang. Wajahnya sedikit kumuh. Bajunya lebih lusuh. Air matanya meleleh.
"Pekerjaanku bangkrut. Kakayaanku surut. Istriku pergi membawa anakku, entah kemana. Aku sudah tidak punya apa-apa,"
Lubna mendekati Thomas. 'Masih ada aku,' batin Lubna. Dengan mata berkaca-kaca Thomas memperhatikan Lubna yang tak lagi sempurna. Ia memeluknya.
"Aku lapar. Dan tak punya sepeser pun uang untuk makan."
Lubna sungguh mencintai Thomas. Ia merasa telah berhutang nyawa pada Thomas. Berhutang budi. Lubna terlanjur sayang. Separuh hidupnya yang selalu bersama, membuatnya mencintai Thomas. Dan perasaannya, hingga kini, masih sama. Thomas menjadi bahagianya, tapi rasanya Lubna belum bisa membahagiakan Thomas.
"Kamu punya apa?"
Kata Thomas. Dengan gemulai, Lubna merebahkan tubuhnya di depan Thomas. Ia punya daging enak yang bisa membuat Thomas tetap hidup. Thomas ragu-ragu melakukannya. Tapi apalah daya. Ia sungguh kelaparan. Diambilnya pisau yang sedikit berkarat. Perlahan, Lubna merasakan urat-urat di lehernya terputus.
Lubna mungkin tak bisa kembali ke Ghalibalibi, tapi dia mendapat banyak ilmu, mendapat pelajaran berharga. Bahwa akan sangat membahagiakan ketika saat hidup, diri ini dapat bermanfaat bagi orang
yang disayangi.
PERI-PERI BERHATI MULIA BERMUNCULAN
Kembali, di suatu malam, ratusan tahun kemudian. Rakyat Ghalibalibi berpesta pora untuk anak-anak yang menginjak usia sepuluh. Ada sepuluh anak, dan mengejutkannya, mereka semua sepakat mencari ilmu di Bumi.
"Sepertinya Bumi enak. Nyaman. Buktinya peri Lubna tak mau kembali kesini."
Cerita peri Lubna yang tidak kembali memang santer sampai ke beberapa generasi.
"Pokokknya, kami mau belajar di sana. Pasti Bumi lebih menyenangkan daripada di Ghalibalibi."
Lalu api unggun padam, udara berhenti berhembus, malam menjadi begitu gelap gulita. Senyap. Tapi semua masih ingat kecantikan Lubna.
Diikutsertakan dalam tantangan #TantanganDongengPeri oleh @PramoeAga
Ceritanya bagus,,
BalasHapusbagusnyaaaa... keren uni ^^
BalasHapusdi dongeng peri itu layaknya puteri indonesia ya, ganti tiap tahunnya, hihi...
kasian si lubna... dan dunia ini memang penuh tipu daya, sehingga semua peri generasinya pengen ke dunia...