Kamu pernah dengar kisah tentang lawan jenis yang menjalin persahabatan tapi akhirnya kandas karena perasaan yang terpendam? Atau pernah dengar cerita tentang lawan jenis yang saling suka tapi memutuskan untuk menjadi sahabat? Atau pernahkah kamu menonton televisi dan menyaksikan film pendek tentang lawan jenis yang bersahabat tapi salah satunya mengharap lebih? Atau mungkin, kamu mengalami sendiri, bersahabat dengan lawan jenis lalu akhirnya kamu pacaran dan tiba-tiba putus karena tak cocok, persahabatanmu bubar.
Kamu pernah mengalami salah satu di antaranya?
Kalau aku belum pernah dan berharap hal-hal yang kusebutkan di atas tidak akan terjadi denganku, tapi sekarang ini aku sedang menjalin hubungan persahabatan dengan seorang lelaki tampan dan cukup terkenal di lingkungannya. Ingat ya, kami hanya sahabat. Dan aku merasa persahabatan kami mulai janggal di beberapa waktu tertentu. Sekali lagi, kami hanya sahabat. Aku sudah punya pacar dan dia juga akan berpacaran dengan wanita incarannya, sebentar lagi. Tunggu, jangan berusaha menebak kalau dia tidak jadi pacaran, dan aku putus dengan pacarku, lalu kita sepasang sahabat berubah status menjadi seasang kekasih... Jangan berpikir seperti itu. Tapi pada kenyataannya, dua minggu lalu aku menangis di hadapannya karena aku putus dengan pacarku.
"Lupain aja, udah jangan nangis terus,"
Ricky menenangkanku. Mana bisa! Aku berusaha untuk berhenti menangis tapi malah semakin deras.
"Ada yang lebih baik dari dia. Lagipula... Masih ada aku,"
Ricky kembali berujar. Iya benar masih ada dia sebagai sahabatku tapi bukan sebagai pacarku. Ricky selalu begitu. Dalam keadaan apapun, dia selalu bilang bahwa dia selalu ada untukku. Tapi aku masih saja tidak peka terhadap makna atas ucapannya itu. Dia baik, ramah, perhatian, selalu ada saat aku membutuhkannya, benar-benar kriteria seorang sahabat. Sampai lingkunganku mulai banyak bertanya 'ada apa' dengan kami dan mulai membicarakan hal-hal aneh. Bukan, bukan hubungan kita yang aneh, bukan sikapku juga yang aneh, tapi perlakuanmu yang kelewat perhatian menunjukkan keanehan. Aku risih, tapi aku menikmatinya. Aku tak butuh tapi aku tak bisa menolak. Aku nyaman sekaligus gelisah. Perasaan apakah ini? Sampai suatu hari kamu jahat padaku, mengacuhkanku dan menganggap seolah aku tak ada padahal aku sedang berbicara di depan teman-temanmu. Lalu di penghujung senja kamu hanya ucapkan satu kata,
"Maaf,"
"Maaf soal apa? Karena sikapmu hari ini?"
Kataku menjawab sedikit emosi. Aku nyaris meledak tapi ucapan berikutnya membuatku bungkam hingga hari ini.
"Maaf, karena kita nggak akan bisa dekat lagi. Anggap aku bukan sahabatmu. Aku harus mengubur sesuatu dan untuk menguburnya aku harus menjauhi kamu,"
Aku masih mencerna kata-katamu dan belum sempat aku menjawabnya, seseorang yang cantik seperti ibunya putri salju datang, mengaku bahwa dia adalah pacarmu. Senang, bahagia, sekaligus sakit. Aku tersenyum, menangis dan mengatakan bahwa aku senang dan terharu. Tapi aku yakin kamu tahu maksud air mataku. Aku kehilangan sahabatku. Apalah arti seorang sahabat? Bagiku sahabat itu seperti ikan dan air. Seekor ikan tidak dapat hidup tanpa air karena air-lah kehidupannya. Sekarang ini aku seperti ikan yang sedang meloncat ke daratan. Sesak.
•••
Kamu pernah dengar kisah tentang lawan jenis yang menjalin persahabatan tapi akhirnya kandas karena perasaan yang terpendam? Atau pernah dengar cerita tentang lawan jenis yang saling suka tapi memutuskan untuk menjadi sahabat? Atau pernahkah kamu menonton televisi dan menyaksikan film pendek tentang lawan jenis yang bersahabat tapi salah satunya mengharap lebih? Atau mungin, kamu mengalami sendiri, bersahabat dengan lawan jenis lalu akhirnya kamu pacaran dan tiba-tiba putus karena tak cocok, persahabatanmu bubar. Kamu pernah mengalami salah satu di antaranya?
Kalau aku belum pernah dan berharap hal-hal yang kusebutkan di atas tidak akan terjadi denganku, tapi sekarang ini aku sedang menjalin hubungan persahabatan dengan seorang wanita cantik dan ia cukup di cintai di lingkungannya. Ingat ya, kami hanya sahabat. Dan aku merasa persahabatan kami mulai janggal di beberapa waktu tertentu. Sekali lagi, kami hanya sahabat. Dia sudah punya pacar dan aku juga akan berpacaran dengan wanita incaranku, sebentar lagi. Bukan wanita yang kusuka... Hanya untuk pelampiasan saja. Pelampiasan agar aku punya alibi bahwa aku dan dia hanya sahabat. Aku harus bisa membuat dia melupakanku karena aku tak sanggup lagi memendam perasaanku. Maka kuputuskan untuk mengabaikannya di hari ini agar dia benci padaku, Maaf Alda.
"Maaf,"
Kataku akhirnya.
"Maaf soal apa? Karena sikapmu hari ini?"
Alda menjawab sedikit emosi. Aku bisa melihat dia nyaris meledak seolah ingin membunuhku.
"Maaf, karena kita nggak akan bisa dekat lagi. Anggap aku bukan sahabatmu. Aku harus mengubur sesuatu dan untuk menguburnya aku harus menjauhi kamu,"
Ya, aku harus mengubur perasaanku selama ini.
Dia menangis. Aku tahu tangisan itu tangisan kebencian karena dia melihat sosok wanita yang ada di sebelahku. Apalah arti seorang sahabat? Bukankah sahabat adalah orang yang selalu ada? Tak harus selalu ada seara fisik, yang terpenting adalah kita tahu bahwa seseorang yang bergelar sahabat selalu mendoakan kebaikan untuk kita. Bagiku, persahabatan seperti sebuah atap dan pondasi. Tanpa pondasi, atap akan runtuh. Dan tanpa atap, pondasi akan rapuh. Setelah melihatnya menangis dan meninggalkanku, aku seperti sebuah atap tanpa pondasi. Tapi ini jauh lebih baik karena akan mempercepat penguburan rasa cintaku padanya.
Aku rasa, aku telah menodai kesucian atas nama persahabatan. Jadi ini harus di akhiri.
Tidak ada komentar:
Ada pertanyaan atau kamu ada masukan?
Ditunggu komentarnya!:)