Kenya dan Kelly. Kembar bersaudara yang tinggal di kota terkumuh di negara ini.
Mereka punya satu kakak yang bekerja sebagai buruh di luar kota, dan dua adik yang sekarang entah tinggal dimana, mereka menghilang. Ibu cerewet, pemarah, tempramental, dan penuh curiga, selalu berbicara sendiri keras-keras seperti orang yang tak punya teman, dan Ibu rajin berdandan seolah-olah akan ada pesta, padahal sebenarnya kota itu tak lebih dari kota mati. Penduduk-penduduknya miskin, penyakit menular ada dimana-mana, tidak ada sekolah, tidak ada tempat ibadah, baik yang berkubah dengan bintang dan bulan sabit di atasnya, juga menara tinggi dengan salib di atasnya, tidak ada. Tidak ada lahan pekerjaan dan tidak bekerja, hanya berpikir bagaimana caranya dapat bertahan hidup.
Kenya benci Ibu. Meski setiap hari dIbuatkan masakan, meski di beri pakaian hasil jahitannya, Kenya tetap benci. Kenya merasa Ibunya sudah gila.
Lain hal dengan Kelly yang sangat benci Ayahnya karena... Ah, sulit di ungkapkan.
Kau tahu, Ayah mereka itu, dia sebenarnya bukan Ayah yang buruk bagi Kelly, dia Ayah yang baik jika saja Kelly bisa melihatnya dengan hati. Tapi, hati Kelly terlanjur dipenuhi kebenciaan yang teramat dalam.
Kelly benci dengan sikap Ayahnya yang begitu lemah terhadap wanita gila itu, ya wanita itu adalah Ibunya. Dia menyesali kenapa harus di lahirkan dari rahim seorang wanita gila yang begitu tempramen. Dia juga menyesali kenapa harus punya Ayah yang begitu lemah, begitu rapuh. Kelly sangat membencinya. Jika hati Kelly diibaratkan kertas, maka yang terlihat adalah sebuah kertas hitam yang lusuh dan sangat kusam.
Kebencian telah bertahta dalam kerajaan hatinya, tak ada lagi celah yang kosong untuk di huni.
***
"Jadi, kita mau kemana?"
Ucap Kenya di suatu siang. Tangan kanannya yang kasar menggenggam lengan Kelly. Mereka berdua sepakat untuk meninggalkan Ayah Ibu mereka. Muak sudah hidup di kota ini.
"Entahlah Kenya, aku juga tidak tahu. Benci aku harus hidup seperti ini. Tapi aku juga ragu meninggalkan kota ini" Kelly berujar. Iya, ada keraguan disana. Ia tak ingin nasibnya seperti dua adiknya yang kabur dan menghilang tiba-tiba dan tak jelas masih hidup apa tidak.
"Bisakah kita merasakan. sejenak saja? bukan perasaan benci seperti ini" Kelly bertanya.
Kenya menatap kembarannya itu lekat-lekat, ada sepercik kerinduan dalam sepasang bola mata itu. Kerinduan akan kebahagiaan, tanpa kebencian. Kenya sendiri gamang. Di lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih menyimpan dengan baik seberkas rindu akan kebahagiaan, rindu akan memiliki satu keluarga yang utuh, berbalut senyuman di setiap sudut rumahnya, beratapkan kehangatan yang dipenuhi canda tawa dari setiap penghuninya. Ya, Kenya masih menyimpan rindu akan hal itu juga.
"Entahlah Kelly..."
***
"Heh bocah ingusan! buat apa kalian habiskan waktu tanpa kegiatan di sini?! sana ke ruang makan. Sudah kubuatkan makan siang buat kalian."
Tiba-tiba Ibu datang menghampiri mereka. Di sudut ruangan rumah, Ayah sedang tertidur pulas dengan sebotol Wine-minuman beralkohol dari anggur merah. Sedikit saja ada yang membangunkan, maka botol tersebut akan dibantingnya.
Sepasang gadis kembar itu tersentak kaget. Keduanya saling menatap satu sama lain.
Baru saja mereka ingin melupakan kebencian pada kehidupannya, satu suara keras membuyarkan semuanya.
"Ah, aku bosan Kel. Aku malas melihat muka wanita gila itu" keluh Kenya.
"Lantas, kita mesti bagaimana lagi? Kamu kira aku tidak bosan? Aku bosan melihat seisi rumah ini yang semakin hari semakin tidak jelas." Jawab Kelly.
"Hey kalian! Cepat makan! Atau kalian tidak lapar? Apa sebaiknya aku makan sendiri saja ini semuanya?!"
Suara itu terdengar semakin keras, ada kekesalan di balik suara itu. Sepasang kembar itu semakin malas mendengarnya. Sebelum semua semakin tak terkontrol, mereka memutuskan menemui sumber suara itu. Dengan langkah gontai Kelly masuk menuju ruangan pengap dan bobrok itu. Tapi tiba-tiba lengan mungil menahannya dengan kencang.
"Siapa itu?!" Sentak Kelly. Ia dan Kenya mundur selangkah. Kembar bersaudara itu saling berpegangan.
"Kenapa Kelly? ada siapa? aku takut," Kenya beringsut mundur. Mereka gemetar. Tangan mungil itu mencengkram kuat. Ada ketakutan yang menjalar. Kenya dan Kelly saling menggenggam, saling menatap. Tapi, meskipun bola mata mereka saling beradu, tatapan mereka tak pernah saling melihat. Dua bersaudara itu buta. Kemanapun mereka memandang, semuanya terlihat gelap. Mereka tak bisa lihat siapa pemilik tangan kecil itu.
Sementara di ruang lain Ibu kembali berteriak memanggil, Tangan mungil itu semakin kuat mencengkram lengan Kelly. Kelly semakin ketakutan. Sekujur tubuhnya dibanjiri keringat dingin. Belum pernah dia merasakan ketakutan seperti ini, pun juga Kenya, dia merasakan kegelapan yang benar-benar pekat, menakutkan.
"Jangan takut, aku tak akan menyakiti kalian".
Si pemilik tangan itu akhirnya bersuara, suara anak perempuan. Mungkin bisa di tebak usianya sekitar 6-7 tahun. Ketakutan sepasang kembar mulai beringsut reda. Nafas yang tadinya memburu kini mulai teratur. Tapi masih dengan takut-takut Kelly menyahut.
"Ka-kamu siapa? A-ada perlu apa?" Dengan masih menggenggam tangan Kelly, gadis kecil itu menjawab.
"Aku juga tidak tahu siapa aku. Laki-laki yang sedang tertidur disana yang membawaku kemari. Dia bilang aku bisa dapat makanan disini. Ah tapi kalian tidak mungkin bisa melihatnya kan. Kalian berdua siapa?"
anak itu akhirnya melepaskan genggamannya.
"Haha, iya kami tidak bisa melihat. Saat umur lima tahun mata kami terkena pecahan botol minuman anggur, lalu kami.."
"Kalian orang yang malang. Pasti kalian berdua juga bernasib sama sepertiku, di ambil secara paksa dan tak berdaya di rumah ini."
Anak kecil itu kembali berujar, anak itu bertanya lagi memotong ucapan Kenya yang belum selesai.
"Kalian benci dengan dua orang Itu?" anak itu terus saja bertanya. Kenya dan Kelly masih tidak mengerti siapa anak itu, tapi si kembar serempak mengangguk.
"Aku bisa bantu kalian. Hanya dengan dua hal, dua benda, kalian dapat hidup bahagia. Pegang ini."
anak kecil itu menyodorkan sebotol cairan gasoline pada Kenya, dan satu pemantik api kepada Kelly.
"Ini apa?," Tanya Kelly.
"Kamu tuangkan saja cairan itu di depanmu." anak kecil itu memegang bahu Kenya. Kemudian anak itu memegang bahu Kelly.
"Lalu Kamu, jentikkan satu kali pemantik itu di depan cairannya." Baik Kenya maupun Kelly tak paham apa yang sebenarnya terjadi. Tapi karena anak kecil itu mengatakan mereka akan mendapatkan kebahagiaan, maka mereka akan segera melakukannya.
Anak kecil itu memperhatikan, seorang Ibu yang sedang sibuk makan, seorang lelaki di ruang tamu yang sedang tertidur pulas, dan sepasang kembar yang tak bisa melihat. Ia teringat Ibunya dirumah. Ibu anak itu bilang, kota ini sudah mati. Kita harus bisa berpikir bagaimana caranya dapat bertahan hidup meski harus menghilangkan nyawa.
Anak kecil itu tersenyum.
"Sebentar, lakukan itu kalau aku sudah di luar rumah. agar aku bisa melihat letak kebahagiaan kalian." Anak itu segera berlari ke kamar dimana harta tersimpan, mengambilnya, lalu ia kembali pada si kembar.
"Lakukan itu dua menit lagi," dan ia segera pergi menuju luar rumah. memperhatikan.
***
Sepuluh menit berlalu sudah, rumah itu terbakar hangus. Beserta orang yang ada didalamnya. Kenya dan Kelly bahkan masih bisa mendengar Ibu dan Ayahnya berteriak kesakitan, lalu Ibu segera memeluk Kenya dan Ayah memeluk Kelly, keluarga itu berkumpul di satu ruangan sementara api sudah menjalar kemana-mana. Sebelum keduanya kehabisan nafas, mereka masih sempat mendengar Ibunya berkata,
"Maafkan Ibu nak, Ibu dan Ayah sungguh sangat sayang pada kalian."
"Ayah pun begitu nak,"
Kelly dan Kenya tersenyum, mereka tetap berpegangan, juga berpelukan, dan benar. Mereka dapat kebahagiaan. Lalu semua nafas terhenti, semua mata tertutup, Gelap.
~END~
Kolaborasi cenat cenut bersama @ekapusp (mybestfriends) dan @unidalika (myself)
Published with Blogger-droid v2.0.10
woooow.. gothic! hihi.. keren ni..
BalasHapus