Judul : Bidadari-Bidadari Syurga
Pengarang : Tere-Liye
Penerbit : Republika
Cetakan :2008
Penulis resensi : Dzalika chairani
Keteguhan seseorang merupakan hal yang paling berharga yang tidak dapat diperjualbelikan, dan tidak disadari kehadirannya. Tere-Liye, melalui karya relistisnya Bidadari-Bidadari Syurga, mengajak kita menggeluti dunia yang penuh dengan ketidaksempurnaan, melalui kisah yang dialami oleh seorang Laisa, perempuan arif, bijaksana, penyayang, dan pelindung bagi keluarganya. Perempuan ini memiliki pandangan yang berbeda tentang makna sebuah kebahagiaan. Laisa bukanlah seseorang yang sempurna cantik dalam hal fisik. Bukan sosok yang diidamkan laki-laki yang memandang secara fisik. Tidak tinggi, bertubuh gempal, mahkota rambutnya hitam keribo, dan dapat dibayangkan amat tidak sempurna dalam fisik dikarenakan kecelakaan yang menimpanya pada umur dua tahun, tenggelam di bak mandi. Namun begitu, meski tidak sempurna dalam fisik, Laisa sangat sempurna dan kaya materi. Tersebutlah tiga adiknya yang tidak akan melupakan masa kecil mereka bersama sang kakak. Seperti Dalimunte, anak yang selalu di didik Laisa agar rajin sekolah hingga akhirnya berhasil menjadi seorang professor. Lalu Wibisima, juga Lasinta, yang selalu ke hutan bersama Laisa, hingga akhirnya menjadfi seorang yang melakukan konservasi alam. Konflik terjadi saat tiga adiknya yang telah sukses dan kini berada jauh dari Laisa mendapat kabar dari sang ibunda tercinta. Tiga adik itu sama-sama memiliki dua telepon genggam, satu untuk keluarga, satu untuk pekerjaan. Jika ada pesan di ponsel keluarga, segala urusan harus dihentikan. Ada sesuatu yang lebih penting.
“Pulanglah, kakakmu sakit. Waktunya tidak banyak, mungkin besok atau bisa jadi hari ini. Pulanglah.”
Begitulah pesan yang ditulis emak untuk ketiga anaknya saat Laisa jatu sakit. Siapa yang menyangka, seorang kakak yang gagah, tegar dan tak pernah terlihat sakit itu kini mengalami penyakit yang sulit diceritakan. Saat itu juga, saat sms diterima di ponsel keluarga, Dalimunte yang sedang berpidato segera menghentikan acaranya dan segera berkemas menuju rumah terinta. Wibisima, setelah sms dibacanya, pesawat segera diasiapkan. Ia akan berangkat saat itu juga menuju rumahnya dari Perancis. Serta Lashinta, sang petualang yang sedang mendaki gunung, segera turun dari pendakiannya, untuk menemui sang kakak. Dalam perjalanan pulang tersebut, masing masing menerawang kisah mereka bersama sang kakak semasa kecil hingga mendidiknya menjadi sukses. Laisa tidak sekolah, tidak menikah tidak satu darah dengan ketiga adiknya. Ia merupakan anak dari ayah pertama yang telah meninggalkan emak dengan seorang Laisa kecil. Hingga ketika emak menikah lagi, barulah Laisa mempunyai adik yang sangat disayanginya.
“Lais, jaga ketiga adikmu baik-baik,”
Itulah pesan terakhir Ayah kedua yang menyayangi Laisa seperti anak sendiri. Sejak itu Laisa berusaha sebaik mungkin menjaga adik-adiknya, meski terkadang sang adik membenci Laisa karena sering mengatur mereka.
“Kau kan bukan kakak kandung kami!”
Begiotu biasanya Wibisima mengumpat jika sedang kesal. Akan tetapi, ketika pesan itu terkirim, mereka merasakan cemas akan terjadi sesuatu terhadap kakaknya. Perasaan yang berkecamuk dalam hati ketiga adiknya yang di tempat berbeda terjawab sudah ketika mereka sampai di kediaman rumah dengan kebun strawberry yang luas hasil pekerjaan Laisa di rumah tercinta.
Permainan imajinasi Tere-Liye sang penulis karya kreatif yang berusia 29 tahun ini menghanyutkan kita pada haru dan tangis. Mengajarkan kita lewat karakter Laisa yang sangat jelas tergambar, bahwa dunia itu hanya sementara, dan bahwa kebahagiaan itu tidak hanya dapat diraih melalui kekayaan fisik. Laisa bukan bidadari di dunia. Ia merupakan sosok Bidadari yang mendapat jaminan syurga karena kesabarannya dan keikhlasannya terhadap takdir. Novel ini sangat patut dibaca bagi kita yang terlalu memandang hidup dengan sebelah mata. Narasinya yang lancer dapat memikat pembaca hingga novel tersebut tidak dapat dilepas begitu saja jika belum kelar dibaca. Sayang, kita tidak bisa berimajinasi tentang wilayah karena budaya dan daerah yang tidak di paparkan. Selamat membaca kisah mengharukan yang dapat mengulirkan air mata sehingga membasahi pipi kita.
pengen ketemu tere liye...
BalasHapus